Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

“Natal Pertama”




Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupku ketika aku dapat melihat wanita yang sangat kucintai mengenakan gaun putih tepat di depan pintu gedung gereja. Setelah menjalin hubungan selama tiga tahun, kini janjiku bukan hanya kuperhadapkan padanya tetapi juga kepada Tuhan dan jemaatNya. Aku benar-benar merasa menjadi pria yang paling beruntung karena aku memilikinya. Kebahagiaanku lengkap rasanya, ketika tak lama setelah menikah Tuhan memberkati kandungan istriku.

Hari istimewa yang telah kami tunggu akhirnya tiba, aku  tak sabar melihat akan mirip siapa kelak anak pertamaku. Tetapi aku juga khawatir karena  istriku begitu yakin untuk menempuh persalinan normal. Aku terus memegang tangan istriku, aku melihat bagaimana ia berjuang selama proses persalinan. Hingga, dokter berkata bahwa mereka harus melakukan caesar. Namun, istriku menolak ia ingin menyelesaikan persalinan normal apapun resiko yang harus ia hadapi. Sebagai suami aku begitu takut akan kehilangan dirinya, tapi aku menghargai keputusan mulianya. Setelah menghadapi detik-detik tersulit bagi aku dan Rachel, akhirnya tangisan pertama dalam kelurga kami pecah. Anak pertama kami Qimberly Nuella lahir dari keteguhan hati seorang ibu. Ia sangat cantik persis seperti ibunya, aku langsung menggendong anakku dengan penuh haru. Tetapi, detik-detk terindah itu lenyap bagaikan angin ketika aku berbalik dan melihat istriku menghembuskan nafas terakhirnya.

Rasa tak percaya menyelimutiku, amarah, kekecewaan, dan hati yang hancur membuatku tak bisa berkata apa-apa. Aku hanya bisa berdiri mematung tanpa berbuat apa-apa. Siapa yang harus aku salahkan? Bukan akhir kisah seperti ini yang ingin aku lihat. Aku merontah, aku berteriak “kenapa Tuhan, kenapa Tuhan ambil istriku?” Istriku sangat cantik dengan gaun putihnya, namun kali ini bukan di depan pintu gedung gereja tetapi di dalam peti mati. Aku masih tak percaya, seraya memandanginya tanda tanya besar menghampiriku bagaimana aku bisa menjadi ayah sekaligus ibu bagi Qimberly. Aku tak bisa menerima kenyataan pahit ini. Bagaimana aku mampu melanjutkan hidup tanpa ia di sisiku.

Aku mulai menguatkan kakiku untuk berdiri dan menapaki setiap hari yang amat sulit untuk kujalani. Aku merasa dihiburkan melihat begitu banyak orang-orang yang peduli dan menyayangi Qimberly. Tetapi, jauh dalam lubuk hatiku yang paling dalam aku merindukan istriku. Aku sangat merindukannya hingga tak sadar aku menyakiti diriku sendiri. Aku mengukir sekujur tubuhku dengan nama dan wajahnya. Aku mulai minum-minum dan memakai obat terlarang sebagai pelampiasan. Bagiku Tuhan yang paling pantas aku salahkan atas semua hal buruk ini. Kenapa mereka yang tidak setia menikmati hidup yang terlihat amat indah dengan orang-orang yang mereka cintai. Tuhan telah meninggalkanku dan Tuhan tidak peduli padaku.

Sampai satu ketika aku pulang dalam keadaan mabuk sambil menyetir aku kehilangan kendali dan menabrak seorang ibu tua. Ketika turun dari mobil ku lihat ibu tersebut tak sadarkan diri. Aku sangat takut, satu dalam benakku aku yakin setelah ini hidupku berakhir dalam penjara. Orang-orang membawa ibu tersebut ke rumah sakit. Setiba ku di rumah sakit aku melihat seorang gadis yang meratapi jenazah ibu yang menjadi korban kelalaianku. Aku menghampirinya dan pantaslah ia meluapkan semua amarahnya padaku.

Dalam jeritan tangis dan amarahnya tersirat satu kisah pedih bahwa sejak kecil ia hanya hidup dengan sang nenek yang kini telah tiada. Aku tak bisa berbuat apa-apa, kata “maaf” pun rasanya tak layak diucapkan oleh orang sepertiku. Aku tak keberatan dengan hukuman yang baru saja dilontarkan untuk membayang-bayangiku. Aku hanya mengingat apabila aku dipenjara bagaimana dengan gadis kecilku “Qimberly”.

Beberapa saat kemudian polisi datang meminta keterangan dan aku tak mengelak. akhirnya aku harus dibawa ke kantor polisi. Tak lama berselang, ibuku datang dengan membawa Qimberly dalam gendongannya. Aku meminta beberapa saat untuk menggendong anakku. Aku menangis sejadi-jadinya sambil menggendong Qimberly. Aku gagal, benar-benar gagal menjadi ayah. Setelah ku luapkan semua, kini aku siap menerima hukuman seberat apapun itu.

Ketika semalaman berada di kantor polisi. Aku menyadari semua hal yang terjadi dan semua hal yang sudah kulakukan. Tanpa sadar aku mengucapkan kalimat “ampuni aku Tuhan”. Setelah polisi menjelaskan semua hal yang harus aku lalui ke depan. Aku hanya bisa menyanggupi semuanya dengan berlapang dada. Namun, aneh rasanya ketika keesokan paginya aku dibebaskan dengan alasan bahwa seseorang ingin aku bebas dan menjalani hidupku tanpa rasa bersalah. Aku bertanya-tanya siapa orang tersebut, namun polisi enggan menyebutkan namanya. Aku pulang dan melanjutkan hidupku dengan lebih bertanggung jawab. Menerima mandat sebagai ayah sekaligus ibu bagi gadis kecilku.

Tak terasa malam natalpun tiba. Beberapa bulan terakhir Tuhan mengajari banyak hal berharga untukku. Besok adalah natal pertama Qimberly dan aku mempersiapkan natal pertama Qimberly dengan hadiah-hadiah yang indah. Tetapi tiba-tiba akau tersentak ketika alunan pujian berjudul “karena kita” menusuk batinku. Natal bukan tentang hadiah, pohon natal, hiasan dinding, makanan enak, dan lain sebagainya. Kado natal pertama yang paling berharga bagi Qimberly adalah pengorbanan. Qimberly lahir dari pengorbanan seorang ibu yang begitu mencintainya. Kado natal terindah bagiku adalah ketika aku tahu hidupku bebas dan seseorang ingin aku hidup tanpa rasa bersalah. Begitulah dengan Tuhan, Ia rela mengorbankan anaknya yang tunggal untuk lahir ke dunia ini dan mati agar semua umat manusia memiliki hidup. Bukan hanya hidup bebas tanpa rasa bersalah di dunia ini melainkan hidup kekal yang penuh sukacita.

“Selamat natal… Selamat natal…” begitulah hari ini terdengar. Ketika waktu kumpul keluarga di meja makan tiba. Ibuku menyambut seorang tamu, ia adalah wanita yang begitu manis dengan gaun merahnya. Ibuku memperkenalkan dirinya, ia adalah “Merry” seseorang yang membebaskanku dan membiarkan aku melanjutkan hidup tanpa rasa bersalah. Merry adalah cucu dari Almarhuma nenek yang menjadi korban tabrakanku. Setelah makan aku menyempatkan diri untuk berbincang dengannya, Aku bertanya mengapa ia membebaskanku. Jawabannya membuatku bungkam, air mataku ikut membasahi pipi. Ketika ia melihat aku memeluk Qimberly di rumah sakit. Ia sadar bahwa hidupnya juga merupakan sebuah anugerah dan pengorbanan dari seorang nenek yang rela mengambilnya ketika Ia dibuang begitu saja. Ketika ia ditolak oleh dunia, ada seseorang yang ingin agar ia hidup dan bebas dari semua perasaan tidak berharga yang dunia coba tanamkan sejak ia kecil. Karena pengorbanan almarhuma nenek, ia memiliki semangat melanjutkan hidupnya dengan tujuan yang sudah Tuhan tetapkan. Hari ini tepat di hari natal pertama bagi Qimberly kami semua menyadari bahwa apabila hari natal kelak menjadi tampak biasa bagi kami, kami akan mengingat natal pertama yang berarti pengorbanan.



Leave a Reply