Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Merayakan Paskah dengan Ucapan Syukur




eBahana.com – Penyaliban dan kematian Yesus diperingati melalui rangkaian perayaan Jumat Agung.  Berlanjut dengan Minggu Paskah yang menjadi peringatan peristiwa sejarah kebangkitan Yesus dari kubur,  persis tiga hari kemudian menurut kalender Yahudi. Tentu ada saling-keterhubungan diantara kedua hari itu. Ada jalan salib, kematian, dan kebangkitan, juga ada kubur kosong.

Di antara masyarakat Yahudi waktu itu, hukuman salib atas diri Yesus merupakan hal yang dianggap pantas karena dituduh melanggar hukum agama, makanya Yesus di hadapkan di Mahkamah Agama Yahudi. Namun dari sudut pandang hukum negara sebenarnya tidak ada salah apapun yang dilakukan Yesus. Terbukti ketika diajukan kehadapan Pilatus dan Herodes tidak ditemukan kejahatan atau kesalahan apapun. Namun pemuka agama Yahudi, ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak puas terhadap putusan menurut hukum negara yang ujungnya Yesus pun harus disalibkan.

Apa yang direka-rekakan bangsa Yahudi terhadap Yesus pun berhasil. Kelihatan sekali bagaimana motif para ahli Taurat, kaum Farisi dan pimpinan agama waktu itu begitu kuat untuk menyalibkan Yesus, itu dimulai dari rasa iri dan dengki terhadap Yesus karena pengaruh ajaran-Nya yang luas di  kalangan bangsa Yahudi.

Ada kepuasan bagi sebagian besar bangsa Yahudi dengan hukuman mati itu. Namun ada yang sedih juga, terutama murid-murid dan saudara Yesus, dengan penderitaan Yesus hingga harus menerima hukuman mati. Namun dibalik itu,  Allah mempunyai rencana yang indah buat manusia yang berdosa melalui rangkaian peristiwa besar yang Yesus alami.

Prinsipnya, Allah mau menunjukkan keadilan-Nya terhadap manusia berdosa dengan hukuman yang pantas ditimpakan, namun juga ingin menunjukkan kasih-Nya yaitu dengan memberikan anugerah keselamatan dengan dikembalikan manusia pada rancangan semula yaitu kehidupan kekal. Pertanyaannya adalah: Mengapa hukuman itu harus ditimpakan pada Yesus yang jelas-jelas tidak berdosa?

Merujuk pada kitab Kejadian pada bab 1, Allah menciptakan segala sesuatu dengan amat baik. Namun kehidupan yang amat baik itu tercemar ketika manusia yang diciptakan tergoda oleh rayuan iblis sehingga melanggar larangan Allah sejak makan buah terlarang yang ada ditengah-tengah taman Firdaus. Konsekuensinya muncul keberdosaan pada manusia pertama bahkan secara  turun temurun dosa tetap melekat pada manusia, dimulai dari ketidaktaatan Adam dan Hawa pada Allah.

Kecenderungan manusia berbuat dosa ada dalam pikiran manusia sedangkan perasaan menguatkan kecenderungan itu. Sikap yang dibentuk dari pikiran dan perasaan akan melahirkan tindakan

berdosa. Pikiran yang mengingini terhadap hal-hal yang dilarang oleh hukum Allah saja sudah tercetus dosa apalagi bila dilakukan pelanggaran terhadap hukum itu. Firman Tuhan dalam Roma 3:23 jelas  tertulis: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”, dan sudah terjawab dalam Roma 6:23a tentang upah dosa itu, yaitu maut.

Manusia tidak lagi ada harapan akan hidup kudus dan tak bercacat. Ada rasa bersalah dan dosa yang terus menerus membayangi. Sedangkan dosa tidak mungkin ditebus hanya sekedar perbuatan baik semata. Sangat perlu ada pertolongan. Pertolongan yang dikerjakan secara duniawi dengan kebijaksaan yang diajarkan dalam  buku-buku, melalui motivator tentang etika dan kebaikan tidak mampu membawa manusia hidup bersih. Allah yang semestinya turun tangan dan memang Allah sendiri yang bertindak justru karena kasih-Nya yang besar kepada manusia. Namun Allah tetap pada otoritas-Nya menegakkan keadilan.

Bagaimana kasih Allah bisa dinyatakan sedangkan keadilan juga harus ditegakkan?. Allah menegakkan keadilan-Nya dengan menghukum manusia berdosa tetapi hukuman itu ditimpakan pada Yesus melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib. Itu sebagai penggenapan dari janji Allah. Sebagaimana jelas dicatat dalam Kejadian 3:15 “ Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dengan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” Melalui ayat itu Allah sedang menegaskan pada iblis tentang adanya permusuhan iblis dengan keturunan perempuan itu  yang puncaknya ada pada kemenangan Anak Manusia yang adalah Yesus Kristus.

Jelas, kemenangan itu tidak diraih dengan jalan mulus karena Yesus harus mengalami remuk pada tumit-Nya yaitu dengan mengalami fitnahan, cacian, umpatan orang-orang Yahudi sampai pada penyaliban Yesus sebagai sanksi hukuman karena dianggap melanggar hukum agama. Barulah kemenangan dengan meremukkan kepala iblis itu ditunjukkan dengan kebangkitan Yesus dari kubur. Berangkat dari Kejadian 3:15 itu Allah memberikan janji anugerah keselamatan dalam wujud penggenapan nubuat Allah melalui proses penebusan dosa diatas kayu salib bahkan kemenangannya atas kuasa maut yang terbukti dari kebangkitanNya.

Mungkin masih sulit dipahami oleh akal manusia untuk mengerti maksud ayat tersebut. Namun ayat itu makin jelas dengan difirmankan-Nya perihal kasih karunia keselamatan yang diberikan pada jaman Abraham, Ishak, dan Yakub yang kemudian tidak terputus-putus janji itu sampai umat manusia percaya sepenuhnya kepada Yesus.

Cara Allah menunjukkan kasih-Nya dalam anugerah  keselamatan itu tidak dengan sendirinya menganulir hukuman dosa yang tetap ada dalam diri manusia. Sedangkan kasih Allah tidak mungkin berjalan seiringan dengan keadilan yang Allah tegakkan terhadap dosa manusia. Agar kasih dan keadilan Allah tetap berjalan maka Allah tetap pada otoritas-Nya. Maksudnya, Allah mengasihi namun juga menjatuhkan hukuman atas dosa manusia. Hukuman itu tidak lagi ditimpakan pada manusia tetapi ditanggung Yesus. Dengan demikian, manusia yang seharusnya berdosa menjadi tidak berdosa dan Yesus yang seharusnya tidak berdosa dibuat berdosa dan menggantikan hukuman yang seharusnya ditimpakan pada umat manusia yang berdosa.

Tidak adakah respon manusia ketika menyadari dirinya mendapat pengampunan dengan ditebusnya dosa-dosanya, peristiwanya sama seperti bagaimana rasanya  seseorang dilindungi dari hukuman akibat perbuatan jahat, dan orang lain membela mati-matian karena dorongan kasih dari orang lain itu?. Namun Yesus lebih dari sekedar melindungi manusia dari hukuman atas dosa tetapi juga menawarkan keselamatan dan manusia didamaikan kembali dengan Allah.

Sejarah penebusan dosa yang puncaknya pada hukuman sampai mati di kayu salib telah dijalankan Yesus. Kemudian tubuh Yesus pun diturunkan untuk dikubur. Di hari ketiga, Yesus bangkit dari kubur. Berarti ada kemenangan atas maut melalui kebangkitan Yesus dari kubur.

Menjadi lebih mudah dipahami kalau  penebusan itu sebagai wujud dibenarkannya   manusia sekalipun telah berbuat salah dan dosa.  Bahkan melalui kebangkitan-Nya, manusia menerima kembali kehidupan kekal atau keselamatan.  Hal itu jelas ada kehendak Allah untuk mengembalikan manusia pada rancangan-Nya agar kembali memperoleh kehidupan kekal dengan percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat Manusia.

Namun harus dimengerti kalau keselamatan atau hidup kekal itu harus direspon dengan iman percaya dalam wujud penyerahan sepenuh kehidupannya pada Tuhan Yesus. Barulah keselamatan yang diterima itu menjadi permulaan  umat kristiani untuk hidup kudus dan tetap  mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar.

Inilah yang perlu direnungkan bahwa Paskah sebaiknya menjadi momentum yang tepat untuk menjadi perayaan yang paling “meriah”. Memang setiap tema kebangkitan dihubungkan dengan penyaliban dan kematian Yesus sebelumnya, maka suasana Paskah menjadi tidak tepat kalau harus diiringi dengan kemeriahan. Tetapi akhirnya sengsara dan salib Kristus tidak sia-sia karena ada kemenangan.

Namun kalau dikembalikan pada perayaan Paskah, bukankah ada makna kebangkitan yang membawa manusia  menerima kehidupan kekal dan dipersatukan dengan Allah kembali?. Dan melalui perayaan Paskah, ada permenungan tentang kualitas iman yang selama ini menjadi respon atas iman percaya kepada Tuhan Yesus. Bahkan hari demi hari yang dilalui dalam tahun berjalan dengan puncaknya pada Paskah bisa menjadi bahan evaluasi akan respon iman terhadap proses penebusan dan kebangkitan Tuhan Yesus, hingga akhirnya bisa mengingatkan umat kristen untuk selalu mengucap syukur karena diberikannya kasih karunia hidup kekal.

Bila Natal berkaitan dengan kelahiran yang layak kita peringati, maka Paskah menjadi alasan kita selalu mengucap syukur atas kasih karunia Allah. Karena itulah Paskah seharusnya menjadi peringatan  dengan penuh kemeriahan justru karena dibalik Paskah ada kemenangan iman.

Oleh Fr Sumarwan (Penulis adalah Pemerhati Masalah Pelayanan Gereja)



Leave a Reply