Me (saya) vs We (kita)
eBahana.com – Dalam kehidupan ini Kita seringkali dihadapkan dengan Pilihan WE atau ME. Dengan tantangan hidup yang semakin luar biasa, lebih mudah bagi kita untuk memilih ME daripada WE. Dalam pandangan kita sah-sah saja memilih ME karena hal itu tampaknya tidak merugikan orang lain. Tapi dari segi kebersamaan, tentu saja hal ini memberikan pengaruh yang tidak menyenangkan bagi yang lainnya. Manusia adalah mahluk sosial. Tidak ada satupun manusia yang lahir ke dunia tanpa bantuan orang lain. Bahkan orang terkaya di dunia seperti Bill Gates pun masih membutuhkan orang lain dalam hidupnya.
Bagaimana dengan kita ?
Dalam beberapa kasus yang kami temui dari klien-klien kami, seringkali kami menemukan bahwa dalam kondisi seringkali terjadi keambiguan antara ME atau WE dalam diri seseorang terutama dikaitkan dengan kepentingan alias ego pribadinya.
Suatu hari kami didatangi seorang Siswa SMU yang mengalami gangguan belajar. nilai raportnya terus merosot karena ia merasa salah memilih jurusan di sekolah.
Setelah melakukan konseling, ternyata masalah berasal dari orangtuanya yang sering bertengkar di rumah.
Ibunya keberatan kalau ayahnya selalu pulang bersama staf wanitanya yang baru.
Tetapi ayahnya beranggapan hal itu wajar saja karena memang jalur rumahnya searah. Lagipula sebagai kepala cabang di salah satu perbankan, yang bersangkutan harus memaintain hubungan dengan stafnya agar stafnya termotivasi untuk ikut memajukan bank yang dipimpinnya. Keberhasilannya dalam memimpin bank tersebut akan membuat keluarganya semakin mapan secara ekonomi.
Di satu sisi sepertinya alasan suami tampaknya mengutamakan WE daripada ME bagi keluarganya.
Tapi apakah ini benar sudah mengutamakan kepentingan WE alias keluarganya ?
Dalam sesi konseling sang istri merasa keberatan karena ia tidak mau terjadi hubungan yang tidak diinginkan antara suaminya dan wanita tersebut.
Dan memang setelah sang suami datang mengikuti konseling demi kemajuan anaknya, ternyata suaminya telah jatuh dalam hubungan yang salah dengan stafnya tersebut. Syukurnya sang suami setuju untuk berubah dan mengikuti family therapy.
Ada banyak kasus-kasus seperti ini yang masuk ke meja konsultasi kami dan apa yang awalnya mungkin memang direncanakan adalah untuk kepentingan bersama alias WE ternyata saat eksekusinya berubah jadi ME.
Dan tentu saja hal ini akan menyebabkan banyak orang yang akan tersakiti.
Nah, bagi kita pribadi yang mungkin punya pengalaman serupa di atas, atau sedang dalam kondisi harus menentukan ME atau WE, bagaimana cara kita melihat bahwa pilihan kita itu sudah tepat atau sesuai ?
Berikut ini rumusnya,
1. Dalam hidup ini selalu buat Tuhan Allah sebagai prioritas utama. Semua pilihan yang membuat Tuhan Allah sebagai prioritas kesekian adalah pilihan yang keliru. Pilihan yang lain tidak bisa menyelamatkan, tapi Tuhan Allah adalah sumber keselamatan.
2. Keluarga adalah prioritas kedua setelah Tuhan Allah. Seperti apapun kondisi keluargamu saat ini, keluarga adalah pihak yang menerimamu apapun kondisimu dan seperti apapun masa lalumu, bukan yang lain.
3. Sahabat adalah prioritas selanjutnya, karena Sahabat adalah orang yang siap menegurmu ketika kamu melakukan kesalahan dan tidak takut untuk kamu tinggalkan atau menjadi sasaran kemarahanmu ketika kamu menyatakan kebenaran.
4. Pekerjaan, kegiatan sosial atau pelayanan adalah urutan berikutnya. Karena semuanya tidak abadi. Tahun depan kamu mungkin sudah menduduki posisi di pekerjaan atau kegiatan Sosial yang berbeda entah karena promosi, mutasi atau karena pindah keluar kota. Dan meskipun tampaknya pahit, ketika seorang karyawan atau rekan di kegiatan sosial atau pelayanan meninggal, mungkin akan ada kesedihan yang mendalam. Tapi dengan cepat posisi mereka akan segera tergantikan sesuai kecepatan tim rekruitmen menemukan penggantinya.
5. Teman-teman adalah di urutan berikutnya. Teman adalah orang-orang yang kita temui seiring dengan pergaulan kita dalam setiap fase kehidupan. Ada teman yang dari kecil terus bersama kita, tapi ada juga yang tidak berlanjut. Tapi selalu percaya ‘THE BEST ONES WILL STAY FOREVER.’
6. Nah, bagaimana dengan uang? Uang adalah faktor hygiene artinya, tidak setiap hubungan yang berkaitan dengan WE membutuhkan uang. Ada satu kasus dimana seorang suami yang bekerja dengan salah seorang anak konglomerat, sibuk bekerja pagi sampai malam, kadang pulang pagi buat keluarganya, sehingga penghasilannya bisa berkali lipat dibandingkan rekannya yang lain, ketika Ia memberikan gajinya ke istri, si istri malah melempar uang itu dan meminta cerai. Sekarang pria ini sudah menikah dengan yang lain dan belajar dari masa lalu, dimana WE tidak selalu bicara tentang uang. Karena uang tidak pernah bisa membeli Kasih dan hubungan yang tulus dengan orang lain.
Lalu bagaimana kalau kita sedang memilih keputusan yang keliru dalam hidup kita? Niat memilih WE tapi ternyata arahnya malah ME?
Sama seperti ketika menggunakan GPS, ketika kita akan keliru melangkah atau salah jalan segera gunakan mode: reroute.
Lalu bagaimana kalau Saya sudah terlanjur melakukan kekeliruan di masa lalu. Dan orang yang saya kasihi sudah meninggal ?
Minta ampun kepada Tuhan Allah dan percaya, setiap hari adalah hari yang baru artinya kita diberikan hidup yang baru untuk menjadi diri kita yang baru, yang tentu saja lebih baik dari kemarin.
Aduh, susah susah gampang ya. Percayalahah, saya juga sudah mengalaminya dan terus berjuang untuk bisa melakukannya, memilih WE daripada ME untuk kepentingan bersama.
Yuk terus berjuang, salam damai, #DiamondsInYOU, saya mengshare ini karena saya pun adalah orang yang berjuang untuk hidup dalam kebenaran.
Oleh Yeni Dewi Siagian Psikolog, Productivity & Personality Enthusiast.