Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kejahatan Elektronik, Tanggung Jawab Siapa?




eBahana.com – SMS penipuan merupakan salah satu bagian dari transaksi elektronik. Karenanya penipuan lewat SMS dapat dijerat dengan Pasal 28 ayat (1), pasal 35, pasal 45 ayat (1), pasal 51 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada intinya pasal-pasal tersebut mengatur bahwa orang yang sengaja dan melawan hukum memanipulasi penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan informasi dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolaholah data otentik dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan apabila orang dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Dari pasal-pasal tersebut diketahui bahwa penipuan lewat SMS dapat dijerat dengan UU ITE. Penyebar SMS penipuan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ancaman yang dikenakan pun tidak main-main dari pidana penjara antara 6 (enam) sampai 12 (dua belas) tahun dan/atau denda antara Rp1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah) sampai Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). Untuk saat ini, UU ITE diharapkan dapat memberi angin segar bagi perlindungan konsumen pemakai telepon seluler dari tindak penipuan.

Tanggung Jawab Siapa?
Lantas siapakah yang bertanggung jawab atas kerugian pelanggan akibat SMS penipuan? Untuk SMS penipuan modus pertama sampai keempat, operator telepon seluler tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya apabila pihaknya tidak terlibat dalam perbuatan tersebut. SMS penipuan yang dikirim seseorang kepada orang lain hanya melibatkan hubungan dua orang tersebut. Namun, sebenarnya pihak operator telepon seluler tetap dapat membantu pelanggannya. Transaksi pelanggan baik SMS maupun telepon pasti terekam dengan baik dalam server.

Dengan data inilah pihak operator dapat membantu pelanggannya bila diminta. Sayangnya, pelanggan tak pernah memanfaatkan kesempatan ini. Sebenarnya hak pelanggan ini dijamin dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Sementara untuk SMS penipuan modus kelima, operator telepon seluler dapat dituntut pertanggungjawaban karena biasanya mempunyai kerja sama dengan penyedia layanan SMS premium. Menurut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), SMS penipuan premium termasuk larangan yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Pasal 21 UU Telekomunikasi menyebutkan, operator dilarang melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Selanjutnya pada pasal 15 UU Telekomunikasi diatur bahwa jika terjadi kesalahan dan atau kelalaian operator yang menimbulkan kerugian, pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada operator. Pertanggungjawaban operator telepon seluler dalam hal SMS premium juga dapat didasarkan pada UU Perlindungan Konsumen. Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif barang dan/atau jasa, tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan. Selain itu juga dapat didasarkan pada pasal 18 f UU Perlindungan Konsumen yang melarang pelaku usaha membuat/ mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian yang memberi hak pada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau harta kekayaan konsumen.

Berkaitan dengan SMS penipuan minta transfer uang, Komisi XI DPR telah meminta Bank Indonesia (BI) beserta seluruh bank untuk menutup seluruh rekening pelaku penipuan melalui SMS berisi permintaan  transfer. Dalam rangka melindungi konsumen bank, wajib memiliki unit pengaduan. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Jika diperlukan, bank dapat bekerja sama dengan kepolisian untuk menindak para penipu tersebut. Dengan demikian, jika mendapat SMS penipuan minta transfer uang, pelanggan kartu telepon seluler harus melaporkan pada bank yang ditunjuk penipu agar dapat dilakukan penindakan. Apabila penerima SMS penipuan minta transfer uang telah terlanjur melakukan apa yang diminta pengirim SMS, kerugian menjadi tanggung jawab sendiri. Namun, mestinya dengan adanya unit pengaduan bank, bagi korban penipuan SMS yang telah melapor, pihak bank dapat membantu melakukan pengurusan pengembalian dananya. Hal ini tentu saja harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Pertanyaannya, apakah unit pengaduan bank telah siap melayani pelapor dengan baik?

Melihat motivasi pelaku SMS penipuan, sebagai umat kristiani sebaiknya kita menghindarkan diri dari perbuatan tersebut. Bukankah Allah telah dengan tegas memerintahkan pada kita agar tidak mencuri dan tidak mengingini milik sesama kita dengan tidak adil. Dalam 1 Timotius 6:10, Tuhan telah berfirman karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. “Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dalam berbagai-bagai duka.” Sungguh benar firman itu karena sumber utama SMS penipuan adalah cinta uang. Pada intinya pelaku ingin menjadi kaya tanpa usaha keras. Sepintas nampaknya enak jika berhasil menipu korbannya. Namun, jika tertangkap, penjara telah menunggu.

Oleh E. Imma Indra Dewi W., S. H., M.Hum. adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.



Leave a Reply