Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kedewasaan Spiritual




eBahana.com – Pertumbuhan fisik mulai dari anak-anak hingga dewasa adalah keniscayaan. Namun, dewasa secara jasmani belum tentu dewasa secara spiritual. Seperti adagium yang mengatakan “Tua itu pasti, dewasa itu pilihan”. Kedewasaan spiritual selalu diukur melalui kecakapan hidup, yaitu kecakapan dalam mengelola pikiran, emosi dan tindakan. Sifat kekanak-kanakan diidentikkan pada sikap yang tidak cakap untuk mengelola pikiran, perasaan dan kehendak.

Lalu, muncul pertanyaan bagaimana kedewasaan spiritual dalam kehidupan orang Kristen yang dilandaskan pada Alkitab? Ada beberapa hal yang perlu dilihat terkait kedewasaan spiritual, yaitu:

Tidak Berpikir Seperti Anak-anak

Merujuk pada 1 Korintus 14:20 dalam Terjemahan Baru (TB) dijelaskan “Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak (Yun.: paidion) dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak (Yun.: nepios) dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!”. Jikalau dilihat dalam terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) dituliskan “Saudara-saudara! Janganlah berpikir seperti anak-anak. Dalam hal kejahatan, hendaklah kalian tetap seperti anak kecil. Tetapi dalam pemikiran, hendaklah kalian menjadi orang yang sudah dewasa”.

Dewasa spiritual adalah dewasaan dalam berpikir, tidak seperti anak-anak, karena anak-anak berpikir cenderung self-centered, yaitu orang yang egois terlalu memperhatikan dirinya sendiri dan kebutuhannya sendiri. Anak-anak cenderung tidak bisa bertanggungjawab atas dirinya sendiri atau tidak mandiri, manja, cengeng, cenderung apatis, tidak mau kalah atau mengalah dalam banyak hal, mudah mengeluh, mudah tersinggung, tidak bisa menghargai hal-hal kecil, menutupi masalah dengan kebohongan, tidak belajar dari kesalahan, lemah dalam pengendalian emosi.

Jadilah Bayi dalam “Kejahatan”

Dewasa spiritual, jadilah bayi dalam “kejahatan”. Masih merujuk pada 1 Korintus 14:20, disebutkan “Jadilah anak-anak dalam kejahatan” atau dalam BIS disebutkan “Dalam hal kejahatan, hendaklah kalian tetap seperti anak kecil”. Lebih jelas bisa dilihat juga dalam terjemahan Alkitab Modified Indonesian Literal Translation (MILT) tahun 2008 “Janganlah menjadi anak-anak kecil (Yun.: paidion) dalam pemikiran, sebaliknya jadilah bayi (Yun.: nepios) dalam kejahatan dan jadilah dewasa dalam pemikiran”.

Jika dilihat dari penggunaan kata Yunani, ada perbedaan paidion yang diartikan sebagai seorang anak kecil, sedangkan nepios dapat diterjemahkan sebagai bayi. Akan lebih tajam dan spesifik jika ditinjau dalam Bahasa Inggris, anak diterjemahkan dengan infant, misalnya dalam versi NETBible “do not be children in your thinking. Instead, be infants in evil, but in your thinking be mature” atau dalam versi NKJV anak diterjemahkan dengan babedo not be children in understanding; however, in malice be babes, but in understanding be mature”.

Dalam bahasa Inggris, yang umum diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai anak kecil, yaitu newborn (baru lahir hingga dua bulan), toddler (berusia 1 hingga 3), infant (0 hingga 12 bulan), dan baby (bisa mewakili ketiganya karena lebih umum). Dalam bahasa Indonesia percakapan sehari-hari, istilah anak bisa dikategorikan sebagai bayi atau anak-anak. Namun dalam bahasa formal ada istilah bayi, bawah dua tahun (baduta), bawah tiga tahun (batita), bawah lima tahun (balita).

Jadi, melihat terjemahan dalam Bahasa Indonesia pada kalimat “dalam hal kejahatan, hendaklah kalian tetap seperti anak kecil” atau “sebaliknya jadilah bayi dalam kejahatan”. Hal ini dapat diterjemahkan bahwa dalam hal kejahatan hendaklah seperti bayi. Jikalau dilihat dari segi usia bayi atau infant, maka mustahil rasanya infant bisa melakukan kejahatan. Apa lagi kejahatan yang mencelakakan orang lain.

Di sisi lain, kata “jahat” dalam ayat ini, “kakia” dari kata Yunani dengan akar kata “kakos”. Kata “kokas” diterjemahkan sebagai jahat, sedangkan “kakia” sendiri bisa diterjemahkan sebagai “kesusahan” yang merujuk pada Mat 6.34, yaitu “Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari”. Dalam hal ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa infant mustahil untuk memikirkan kesusahan. Infant hanya bergantung dan pasrah pada orang tuanya. Orang yang dewasa secara spiritual tidak akan melakukan kejahatan dan tidak menyusahkan banyak hal dan tidak membuat susah banyak hal.

Kedewasaan Penuh

Dalam Efesus 4:13 dikatakan “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus”. Dalam terjemahan lain dikatakan “Dengan demikian kita semua menjadi satu oleh iman yang sama dan pengertian yang sama mengenai Anak Allah. Dan kita menjadi orang-orang yang dewasa yang makin lama makin bertambah sempurna seperti Kristus”.

Memiliki kesatuan iman dengan pengetahuan dan pengertian yang sama tentang Yesus Kristus. Untuk memiliki pengetahuan dan pengertian yang sama tentang anak Allah, maka kita perlu belajar Firman Tuhan melalui tuntunan Roh Kudus. Melalui pengetahuan tersebut, iman kita terus bertumbuh mengarah pada kedewasaan yang semakin lama semakin sempurna seperti Kristus. Seperti dalam Matius 5:48 dikatakan “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”. Kata sempurna dalam bahasa Yunani “teleios” dari asalh kata “telos” yang bisa diartikan mencapai tujuan, lengkap, sempurna, utuh.

Kita memiliki tujuan yang hendak dicapai dalam hidup ini, yaitu bertumbuh sempurna seperti Kristus. Kristus hidup dalam kebenaran, maka kita pun harus hidup dalam kebenaran. Kristus taat sampai mati, yaitu mati di kayu salib, maka kita pun demikian, seyogyanya taat pada Allah sampai mati. Ketaatan pada Allah tidak setengah-setengah, tetap utuh dan sempurna.

Bukan Anak-anak

Kedewasaan penuh ini juga dikaitkan tidak seperti anak-anak lagi. Dalam Efesus 4:14 dikatakan “sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan”. Pada ayat ini, Paulus menjelaskan bahwa orang yang dewasa spiritualnya atau rohaninya adalah yang memiliki kepenuhan Kristus.

Dalam BIS diterjemahkan “Maka kita tidak menjadi anak-anak lagi yang terombang-ambing dan terbawa-bawa ke sana ke mari oleh arus bermacam-macam pengajaran dari orang-orang yang licik. Mereka menyesatkan orang dengan tipu muslihat mereka”. Dewasa spiritual artinya tidak seperti anak-anak lagi yang sangat mudah goyah, mudah terpengaruh lingkungan karena tidak memiliki pendirian, mudah ditipu oleh orang lain, dan mudah terpengaruh oleh kelicikan orang lain.

Dewasa secara spiritual juga harus berpegang pada kebenaran dan berbicara kebenaran di dalam kasih. Meskipun tahu kebenaran, tidak sembarangan dalam berbicara tanpa memperhatikan konteks. Dengan demikian, seseorang tetap menjadi anak-anak apabila pikiran, perkataan dan tindakannya tidak memadai dan tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Untuk itu, marilah kita dewasa spiritual dengan bertumbuh sesuai Firman Tuhan secara terus menerus. Kita bertumbuh bukan karena untuk dilihat orang lain. Namun, kita bertumbuh karena kebutuhan dan kerinduan untuk semakin serupa dengan Yesus Kristus.

Oleh: Ashiong P. Munthe, dosen FIP UPH, Tangerang



Leave a Reply