Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kami Masih di Sini




eBahana.com – Refleksi Kisah 16:19-40

Perjalanan Paulus dan Silas di kota Filipi memang tidak mudah. Paulus bertemu dengan seorang perempuan yang memiliki roh tenung. Dengan tenungan-tenungannya, tuan-tuan dari perempuan ini mendapatkan penghasilan besar. Dalam nama Yesus Kristus, Paulus mengusir roh tenung dari diri perempuan tersebut. Akibatnya tuan-tuannya dari perempuan itu tak dapat menerima kenyataan yang terjadi. Penghasilan besar yang diperoleh dari hasil tenungan hambanya, yaitu perempuan yang dibebaskan dari roh tenung, kini lenyaplah sudah.  Para tuan dari perempuan berusaha menangkap, dan menyeret Paulus dan Silas ke pasar untuk menghadap penguasa kota, serta menuduhnya sebagai pengacau.

Para tuan dari perempuan yang tidak lagi sebagai penenung itu menuduh Paulus dan Silas dengan tuduhan yang aneh.  Tuduhan tersebut ialah bahwa Paulus dan Silas sebagai orang Yahudi yang mengajarkan adat istiadat yang tidak boleh diikuti oleh orang Roma. Adapun kejanggalannya dapat dirinci sebagai berikut.

Pertama, apakah yang menjadi pokok persoalannya adalah karena Paulus dan Silas merupakan orang Yahudi? Bagaimana jika mereka bukan orang Yahudi? Apakah mereka dapat mengajarkan adat istiadat yang boleh diikuti oleh orang Roma?

Kedua, apakah pengajaran adat istiadat yang menjadi masalah utamanya? Bagaimana jika mereka mengajarkan hal lain? Apakah memungkinkan Paulus dan Silas sebagai orang Yahudi mengajarkan hal bukan adat istiadat, sehingga dapat diterima orang Roma?

Ketiga, apakah orang Roma menjadi hal utamanya? Apakah diperbolehkan bilamana Paulus dan Silas sebagai orang Yahudi mengajarkan adat istiadatnya kepada orang bangsa bukan Roma?

Ketiga analisa mengenai tuduhan terhadap Paulus dan Silas inilah yang harus dikaji lebih dalam.  Sebab tanpa proses peradilan yang memadai, Paulus dan Silas dijebloskan dalam penjara yang paling tengah.  Selain itu dalam penjara, keduanya dibelenggu dalam pasungan yang kuat.  Bahkan sebelum dimasukkan penjara, Paulus dan Silas didera berkali-kali.  Memang terjadi mujizat yang dilakukan Tuhan Allah bagi pembebasan Paulus dan Silas selama di penjara.  Hal inilah yang menyebabkan kepala penjara ketakutan melihat keajaiban di depan matanya, dan yang membuatnya ingin mengakhiri hidupnya.  Pastilah ia berpikir: bagaimana harus mempertanggungjawabkan lepasnya narapidana yang berada di bawah pengawasannya?  Namun, Paulus mencegahnya dengan berseru, “Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!”  Mujizat ini menjadi jalan pertobatan kepala penjara beserta keluarganya, setelah mendengar pemberitaan Injil dari Paulus dan Silas.

Dari peristiwa ini memang para pejabat atas nama pembesar kota mengetahui bahwa Paulus dan Silas adalah juga warga Roma.  Sebagai warga Roma, mereka sesungguhnya tidak boleh diperlakukan dengan cara sebagaimana yang dialami keduanya.  Para penuduh itu meminta maaf dan menyuruh mereka pergi meninggalkan kota Filipi.  Kisah ini sangat menarik terkait analisa atas tuduhan orang-orang Filipi kepada Paulus dan Silas.  Suatu penolakan terhadap seseorang dengan alasan yang didasarkan pada hal etnis (ke-Yahudi-an Paulus dan Silas).  Namun penolakan tersebut diajukan untuk menutupi fenomena yang sesungguhnya.  Masalah yang sebenarnya adalah berkurangnya penghasilan besar dari perempuan penenung yang telah dibebaskan dalam nama Kristus.  Keadaan yang demikian bisa juga dijumpai pada masa kini.  Masalah tertentu seringkali dipakai sebagai kambing hitam untuk menutupi masalah lainnya.

Budaya tidak jarang menjadi alasan penolakan terhadap Injil.  Manusia yang menolak mempercayakan hidupnya dalam karya keselamatan Kristus akan mengajukan berbagai alasan, termasuk soal etnis maupun tradisi dan cara hidup.  Bahkan mereka yang enggan memberitakan Injil juga dapat mengajukan beragam dasar keengganannya, di antaranya soal perbedaan suku dan tata cara hidup.  Setiap manusia diciptakan Tuhan secara unik dan kesemuanya memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya agar saling melengkapi.  Tidak ada satu makhluk hidup di dunia ini yang diciptakan sama persis, bahkan yang kembar sekalipun.  Jadi sangat berlebihan memperbesar masalah di mana perbedaan seharusnya dipandang sebagai suatu anugerah yang indah.

Manusia dengan seluruh segi kehidupannya memang telah jatuh ke dalam dosa.  Sebagaimana Allah yang berkarya dalam Kristus, kehidupan manusia yang rusak karena dosa dipulihkan dan bukan dilenyapkan. Kebudayaan dengan segala aspek di dalamnya adalah satu bagian kehidupan manusia.  Jatuhnya manusia ke dalam dosa, maka kebudayaan pun telah tercemar dosa pula.  Melalui pengorbanan dan kematian Kristus di kayu salib itulah, hidup manusia berdosa diselamatkan, yang berarti pula kebudayaan yang melingkupinya juga dipulihkan.

Dipulihkan berarti keseluruhan kebudayaan tidak dilenyapkan begitu saja, tetapi apa yang baik sesuai firman Tuhan dapat dipertahankan, tetapi yang tidak sesuai dapat dibuang dan diganti dengan yang baru sesuai Firman Tuhan.  Dapat dikatakan bahwa masih ada hal-hal baik dalam suatu kebudayaan yang patut dihargai, dipertahankan, bahkan dikembangkan.  Suatu kebudayaan akan tepat dikenakan pada kelompok tertentu dan kurang tepat bagi kelompok lain.  Hal ini disebabkan bahwa kebudayaan sangat dipengaruhi oleh letak geografis di mana komunitas berada, faktor induk bangsa yang mendominasi paradigma pemikiran suatu komunitas, dan faktor saling kontak antar komunitas.  Oleh karenanya setiap orang tidak dapat menganggap bahwa budayanyalah yang paling baik atau benar, sedangkan yang lain kurang baik atau salah.  Jadi dalam konteks kebudayaan, bukan soal baik dan kurang baik, atau benar dan salah, melainkan soal cocok atau kurang cocok bagi para pelakunya.

Sangat disayangkan apabila penerimaan atau penolakan seseorang berdasarkan etnis atau suku (kebangsaan), tradisi dan adat istiadat, bahasa, juga religinya.  Demikian pula seorang pewarta kabar kesukaan atau Firman Tuhan, tidak sepatutnya menilai kepantasan pendengarnya berdasarkan kebudayaan yang dimilikinya.  Seorang pelayan Tuhan mungkin saja disalah-mengerti soal kebudayaannya. Dalam situasi yang demikian, ia tidak berhak untuk marah atau hengkang dari perannya. Semua ini dilakukan demi memenangkan jiwa-jiwa yang dipercayakan kepadanya.

Paulus dan Silas telah menunjukkan teladannya untuk tetap taat menjalani perannya sebagai pelayan Injil walau etnis dan adat istiadatnya (budaya) menjadi kambing hitam suatu persoalan lain yang terjadi, sesuai penuturan Lukas dalam Kisah 16:19-40.  Sangatlah indah kasih yang ditunjukkan Tuhan Yesus kepada umat manusia.  KasihNya bersifat universal, melampaui segala etnis atau suku bangsa, melampaui tradisi atau adat istiadat, melampaui bahasa, bahkan melampaui religi.  Kasih yang demikianlah yang perlu dimiliki setiap orang percaya utamanya para pelayan Tuhan, demi menghayati panggilan untuk mewartakan Kerajaan Sorga.  Sebagai seseorang yang telah berkomitmen kepada Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juru Selamat, bagaimana anda menjawab tantangan ini?

Oleh Anna Mariana Poedji Christanti-Faith and Science Integration Club Ministry.



Leave a Reply