Jerih Payah Mengandalkan Tuhan
eBahana.com
Bagi para petani, supaya tidak terus merugi di dalam berbudidaya, harus berdulat atas tanah, air, benih ,dan pupuk. Tetapi petani juga tidak boleh melupakan untuk berdaulat atas harga. Mengapa demikian? Karena selama ini petani tidak bisa menentukan harga sendiri. Hasil pertanian milik petani tapi yang menentukan harga adalah para tengkulak atau pedagang. Selama petani belum bisa menentukan harga sendiri pasti akan terus merugi. Dengan kata lain, ujung-ujungnya petani diharapkan mampu meminimalisir ketergantungan pada benih dan pupuk buatan pabrik tetapi petani harus bisa membuatnya sendiri (dari petani, oleh petani, dan untuk petani).
Dalam pembahasan kali ini kita akan lebih fokus tentang kedaulatan atas benih. Sebab benih adalah salah satu kunci keberhasilan petani dalam berbudidaya pertanian. Demikian pula dengan Yesus, Dia sangat paham dengan pembenihan sehingga Ia bisa membedakan pembenihan yang baik dan yang tidak baik. Hal itu seperti yang disampaikan Tuhan Yesus dalam perumpamaan-Nya yang mengatakan demikian:
Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka yang mengikuti Dia kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur”
Saat mengucapkan banyak hal kepada mereka, Yesus menggunakan perumpaman. Salah satu perumpamaan itu tentang seorang penabur. Seorang penabur di sini sama dengan petani karena keduanya sama-sama menaburkan benih. Sebagai penabur benih, Dia sangat mengetahui tanah mana yang sudah siap ditaburi benih. Tetapi untuk mengetahui jenis tanah yang baik dan tanah yang tidak baik, maka ia menaburkan benihnya ke semua jenis tanah. Ternyata karena sesuatu dan lain hal di dalam menabur benih tersebut jatuh ke pinggir jalan. Benih yang jatuh di pinggir jalan karena tidak tertimbun oleh tanah, belum sempat bertumbuh sudah dimakan oleh burung. Artinya, benih tersebut tidak ada gunanya (sia-sia), karena benih itu tidak pernah merasakan proses selayaknya benih pada umumnya, yaitu keluar tangkai, daun satu, daun dua dan seterusnya.
Itulah kehidupan dunia, seringkali setiap ciptaan-Nya belum merasakan bagaimana rasanya berproses menjalani hidup di dunia tetapi sudah gagal. Hal yang menyebabkan gagal berproses itu bisa karena kehendak Allah, bisa karena si jahat dan bisa juga karena kesalahan diri sendiri. Topik yang akan kita bahas kali ini adalah benih yang gagal tumbuh karena kesalahan sendiri. Seperti apa yang telah dicatat di dalam firman Tuhan di bawah ini:
“Kepada setiap orang yang mendengar tentang firman Kerajaan Surga tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.”
Kegagalan tumbuh karena kesalahan manusia itu sendiri seperti yang tercantum dalam firman Tuhan yang lainya:
“Kepada setiap orang yang mendengar tentang firman Kerajaan Surga tetapi tidak mengertinya.”
Gagal tumbuh karena benih tersebut karena mereka mendengarkan tentang firman Kerajaan Surga tetapi tidak mengertinya. Kata mendengar tetapi tidak mengerti itu sama dengan bebal. Hal ini termaktub di dalam firman Tuhan yang lainya juga:
“Karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan
sekalipun mendengar mereka tidak mendengar dan tidak mengerti.”
Padahal dalam kehidupan, manusia mendengar dan melihat adalalah sesuatu yang sangat vital. Sebab, jika seseorang menderita kebutaan dan tuli itu, ia tidak akan bisa melakukan aktivitas dengan maksimal. Artinya, dia akan bergantung kepada orang lain untuk berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, khususnya tempat yang ramai. Dan jika ia tuli maka ia tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan benar karena dia tidak bisa mendengar dan mengerti. Orang yang mengalami kebutaan dan tuli, pasti sangat mempengaruhi seluruh aspek kehidupanya, baik kehidupan jasmani maupun kehidupan rohani.
Aspek kehidupan jasmani
Kebutaan dan tuli yang dialami membuat ia miskin secara ekonomi (tidak memiliki harta benda dan kemewahan, ia sangat kesulitan bekerja mendapatkan pekerjaan apapun. Karena tidak punya pekerjaan itulah yang menyebabkan ia menjadi miskin. Dia juga miskin akses informasi dan akses permodalan untuk berekonomi, ditambah miskin kepercayaan dari orang lain dalam hal memberi pinjaman modal, orang tersebut kuatir tidak bisa memberikanya.
Orang buta dan tuli juga miskin dalam bidang sosial. Kebutaan dan tuli yang ia derita menjadikan ia kesulitan beraktivitas dari tempat satu ke tempat lainnya. Ia juga sulit berkomunikasi dengan orang lain sehingga menyebabkan dia miskin teman (temanya sedikit atau tidak punya sama sekali).
Seorang yang buta dan tuli juga miskin dalam bidang pendidikan. Karena pendidikan juga tidak ramah terhadap mereka. Orang yang buta dan tuli tidak bisa bebas memilih pendidikan yang mereka sukai tetapi masuk dalam dunia pendidikan luar bisa (SLB). Apalagi pada era sekarang, dunia pendidikan terjebak dalam liberalisasi penididikan. Dan mereka semakin sulit mendapatkan sekolah yang baik, terlebih bagi mereka yang orang tuanya berasal dari latar belakang keluarga miskin, sudah pasti tidak bisa masuk sekolah yang dianggap favorit. Sementara itu. menurut amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan, ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa kecuali bagi mereka yang buta dan tuli.
Sekarang, bagaimana aspek kehidupan rohani bagi penyandang buta dan tuli? Kebutuhan rohani bagi mereka yang buta dan tuli, jika mereka hanya mengandalkan manusia jelas akan sulit. Sebab pandangan manusia tentang kebutaan dan tuli antara Allah dan manusia sangat berbeda. Hal yang disebut buta dan tuli menurut duniawi, hanya buta tuli secara fisik (jasmani). Sedangkan buta dan tuli menurut pandangan Allah adalah buta dan tuli baik secara jasmani maupun rohani. Hal yang sangat dibenci oleh Allah adalah buta dan tuli secara rohani, yakni tidak dapat mendengar dan melihat kebenaran dan kebaikan Tuhan Allah.
Mengapa tidak bisa melihat dan mendengar? Menurut yang disampaikan Tuhan Yesus dalam perumpamaan seorang penabur, manusia yang tidak bisa melihat dan mendengarkan kebenaran dan kebaikan Tuhan Allah disebut buta dan tuli secara rohani. Dalam hal ini Tuhan menyebut dalam perumpamaan, benih yang ditabur jatuh di pinggir jalan. Kalau kita mampu menelaah perumpamaan itu dengan baik dan benar, seseorang yang tidak mengaku Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat di dalam hidupnya akan mengalami buta dan tuli secara rohani. Namun, yang lebih menyedihkan adalah banyak orang mengalami buta dan tuli jasmani, ditambah tuli secara rohani karena mereka tidak mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat di dalam hidup.
Oleh karena itu, berbahagialah mereka yang tidak berada di dalam situasi keduanya (buta dan tuli baik rohani maupun jasmani). Bagi mereka yang berada di dalam posisi buta dan tuli secara jasmani harus tetap beryukur karena Tuhan telah mempunyai rencana yang jauh lebih indah dan Dia juga tidak membiarkannya jatuh sampai tergeletak. Maka dari itu jangan pernah mengandalkan manusia. Sebab jika kita terlalu berharap kepada mereka, hal yang kita dapat hanya caci maki. Tetapi apabila mengandalkan Tuhan, mereka akan memperoleh solusi yang kita butuhkan dan perlukan yang berasal dari pada-Nya melalui kita. Hanya kuasa Roh Kudus dan kuasa firman Tuhan yang akan memberi kesanggupan kepada kita umat-Nya.
(Sulag Markus)