Iman di Masa Pandemi (3)
eBahana.com
Mazmur 46 : 11 – 12
Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa–bangsa, ditinggikan di bumi! TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela
Allah kota benteng kita, begitulah pujian pemazmur kepada Allah. Dalam tulisan yang ketiga di saat yang bersamaan juga varian omicron mengalami pelonjakan di berbagai daerah kasus meningkat dan juga PPKM ditingkatkan ke level yang lebih tinggi. Masihkah kita berkata “Allah kota benteng kita”.
Diskusi bersama Cristy Kirana berlanjut, sampai pada apakah corona ini… kedaulatan Allah atau hukum alam?
Kedaulatan Allah atau Hukum Alam
Kita terlalu memisahkan keduanya. Apakah hukum alam bukan sebuah bentuk kedaulatan Allah terhadap semesta yang diciptakan-Nya? Dalam konteks pandemi ini, tentu banyak pertanyaan semacam “Kalau Allah berdaulat, mengapa pandemi ini ada? Mengapa Tuhan membiarkan ini terjadi?” Jawabannya ya tidak tahu, kembali lagi, pekerjaan Allah yang tidak terselami tadi. Maka itu, saya lebih senang bertanya seperti, “Seperti apa wajah Allah di tengah pandemi ini?”
Dari pertanyaan semacam itu, saya mendapatkan jawaban bahwa, wajah Allah ada di dalam diri dokter, perawat, nakes yang bersedia untuk menjadi garda terdepan penanggulangan COVID-19. Wajah Allah ada di dalam diri para pedagang yang berjuang di tengah himpitan ekonomi dalam masa pandemi ini. Wajah Allah nampak dalam diri petugas-petugas hotel tempat karantina. Wajah Allah bahkan nampak dalam diri mereka yang sedang berjuang untuk sembuh.
Dengan begitu, saya tetap merasakan bahwa Allah dekat, Allah tidak meninggalkan saya. Allah terlibat dalam kehidupan sehari-hari umat-Nya. Penulis teringat akan keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, jikalau kita membaca perikop dalam kitab Keluaran maka bersama sama dan sepakat pasti ada problematika, tegar tengkuk bangsa Israel sampai peristiwa pengejaran Firaun berserta tentara Mesir kepada bangsa Israel dan tak lupa pada saat bangsa Israel meminta daging sebagai makanan kepada Allah karena mereka bosan.
Bukankah itu juga cerminan kondisi kita bersama saat ini. Lebih banyak dari kita berkata “Tuhan di manakah Engkau, Tuhan kenapa Engkau tidak ada, Engkau yang berjanji tapi mengapa….” dan lain sebagainya, Manakah yang lebih banyak kita katakan “Tuhan terimakasih” atau “Tuhan Engkau di mana”? Penulis mau mengatakan bahwa Allah berdaulat, Allah mengerti, Allah merasakan, dan karena itu jangan pernah kita mencurigai Tuhan. Jikalau kita mencurigai-Nya maka secara tidak langsung kita telah “mengkerdilkan” iman kita kepadaNya.
Konklusi
- Tetap beriman (berjalan dalam tanda tanya) di tengah masa pandemi memang bukan hal yang mudah. Di tengah duka yang kita alami memang lebih mudah untuk mengatakan Tuhan tidak adil dan Tuhan meninggalkan kita.
- Tetapi, kiranya masa pandemi ini justru melatih kita, melihat wajah Allah yang nampak dalam hal-hal yang tidak terduga, peristiwa tidak terduga. Dan justru semakin merasakan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita, Allah terlibat dalam setiap peristiwa hidup kita.
- Dengan begitu, kita tetap beriman. Kita tetap berjalan dalam tanda tanya, bersama Allah, yang kita imani terlibat juga dalam perjalanan tersebut.
Ayat penutup kali ini Penulis berharap Iman kita tetap teguh di tengah ketidakpastian saat ini
Mazmur 114 : 7 – 8
Gemetarlah, hai bumi, di hadapan TUHAN, di hadapan Allah Yakub yang mengubah gunung batu menjadi kolam air, dan batu keras menjadi mata air!
Soli Deo Gloria!
(Tosca Jalerio)