Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Bahaya Kejenuhan Rohani




eBahana.com – Masih melanjutkan topik kita tentang kemurtadan (baca artikel ‘Kutu Loncat Keyakinan’ dan ‘Bisakah orang Kristen Murtad’) bahwa salah satu faktor seseorang pindah agama adalah keadaan kejenuhan rohani. Kemurtadan itu tidak terjadi secara instant, tapi kemurtadan biasanya selalu dimulai dari kejenuhan rohani—suatu krisis kerohanian terjadi sedikit demi sedikit, bukan seketika namun tidak segera diatasi dan berdampak pada tindakan menarik diri dari Tuhan, alias murtad!

Kemurtadan dapat disejajarkan dengan pengertian “menyia-nyiakan keselamatan“ dalam Ibrani 2:3, dikatakan, “bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita dengan cara yang dapat dipercayai,” mereka yang telah mendengar Injil dan menerima keselamatan diperhadapkan dengan bahaya (kebinasaan) bila tidak hidup di dalam kebenaran Injil itu.

Sebenarnya ini adalah kelemahan dan penyakit banyak orang Kristen, setelah menjadi orang percaya tidak sungguh-sungguh dalam kepercayaannya. Tidak sungguh-sungguh dalam hidup kekristenannya. Sikap seperti ini Ibrani menyebut sebagai menyia-nyiakan keselamatan. Menyia-nyiakan keselamatan dalam teks yunani menggunakan kata amelesantes dari akar kata ‘ameleo’ yang dapat diterjemahkan sebagai neglecting, made light of, tobe careless of, not to care (menganggap ringan, meremehkan, tidak menganggap berarti).

Mereka yang hidup di zona ini dapat dipastikan bahwa keadaan rohani sedang sakit. Kondisi kerohanian mereka stagnan, semakin menurun, merosot, jenuh, bosan dan inilah pintu masuk seseorang akhirnya meninggalkan Tuhan. Kejenuhan sering membawa orang kepada keputusasaan, kebosanan, frustasi dan akhirnya akan membawa pula kepada kebencian terhadap diri sendiri dan orang lain, bahkan seringkali mempengaruhi orang untuk berhenti mencari Allah. Sehingga lambat laun dia akan kehilangan Allah dalam hidupnya. Bahkan dapat terjadi, pada akhirnya orang itu bisa membenci Allah sendiri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘jenuh’ memiliki arti bosan. Dalam Bahasa Inggris arti harfiahnya adalah “terbakar habis”. Jika dipakai untuk menjelaskan keadaan fisik dan emosi seseorang, maka diartikan sebagai keadaan yang kehilangan semangat, tidak bergairah, putus asa atau depresi. Dalam pengertian sederhana jenuh adalah perasaan bosan dalam melakukan aktivitas yang sama terus menerus sehingga kita tidak mau lagi melakukan hal-hal yang sama. Bahkan tidak mau lagi melakukannya untuk selamanya. Dari perasaan jenuh menjelma menjadi rasa malas, suntuk dan kehilangan motivasi, merasa hilang arah dan tujuan. Tidak jauh beda bila kata jenuh dipakai dalam konteks rohani. Kejenuhan rohani mengarah pada keadaan dimana orang itu kelelahan secara mental dan emosi (yang tidak dapat diobati hanya dengan istirahat) sehingga kehilangan gairah rohani dan mulai menjauhkan diri dari aktivitas-aktivitas rohani karena mulai tidak mampu untuk konsentrasi dalam melakukan tugas-tugas pelayanan, dan tanggung jawabnya dengan baik.

Keadaan Jenuh ini sangat berbahaya bila tidak segera diatasi, karena seseorang yang berada dalam titik jenuh suatu saat akan berhenti dari kegiatannya dan berpaling kepada kegiatan lainnya. Kejenuhan rohani bukan berarti tidak adanya lagi aktivitas rohani. Seseorang bisa saja masih mengikuti kegiatan doa, membaca Firman Tuhan, rajin ibadah, dll. Namun rohnya tetap jenuh, kehilangan gairah rohani untuk mengenal Allah. Berawal dari kejenuhan rohani tahap selanjutnya adalah kemunduran rohani. Kemunduran rohani disebabkan karena mereka “telah kehilangan kasih yang mula-mula”. Atau, mungkin juga karena merasa “sudah cukup dan merasa lelah” atau karena telah berpikir secara sempit, “cukuplah hanya menjadi Kristen, ‘diselamatkan’ dan ‘sedikit mengerti’ kekristenan”.

Gejala ini semakin nyata, ketika mereka tidak lagi melakukan praktik-praktik dan disiplin-disiplin rohani secara terencana. Seseorang yang mengalami kemunduran rohani akan menunjukkan perilakunya yang pasif, lesu, kecewa, terluka, cepat tersinggung, dan sebagainya. Untuk menyembunyikan perasaan dan perilaku ini, seringkali mereka akan mencari tempat pelarian, misalnya, tenggelam dalam kesibukan pekerjaan, atau mengerjakan hobi secara berlebihan. Jika mereka “terjebak” dalam kegiatan atau percakapan “rohani”, mereka justru “menunjukkan” kekecewaan mereka karena kegagalan kehidupan rohani pihak lain. Ia, kemudian mengharapkan kehidupan rohani “khayalan”; menginginkan semua orang seperti yang ia inginkan!

Harapan yang “mengkhayal” ini seringkali berujung pada sikap “menghakimi” sesamanya. Kegagalan kehidupan rohani pihak lain adalah “pembenaran” bagi kemunduran rohani pribadinya. Intinya, mereka sudah melupakan semua kebaikan Tuhan dan tidak lagi menjadi pelaku Firman, namun “mengasihani” diri sendiri atau sebaliknya, ia sudah kehilangan orientasi hidup yang berimbas pada kerusakan komunikasi dengan Tuhan dan dengan sesamanya.

Kondisi ini menjadi pintu masuk bagi iblis untuk menggoda dan mencobai anak-anak Tuhan dengan maksud agar anak Tuhan tersebut gugur imannya dan meninggalkan Tuhan. Sebenarnya kondisi jenuh bukan hanya di alami oleh umat Kristen di masa ini saja. Tetapi Alkitab juga sudah lebih dahulu dengan jujur memberitahukan kepada kita bahwa tokoh-tokoh Alkitab yang hebat juga pernah mengalami situasi ini dan mereka dapat melewatinya dengan baik dan berakhir dengan kemenangan iman dan pengenalan akan Tuhan yang lebih mendalam. Sebut saja Elia (1 Raja-raja 19:8) Elia mengalami kelelahan ketika ia hendak menuju ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.

Izebel menyampaikan pesan kepada Elia melalui bujangnya, pesan itu nampaknya membuat Elia patah semangat dan terdiam untuk waktu yang lama di padang gurun, di bawah Pohon Arar, di wilayah Bersyeba. Akan tetapi, datanglah malaikat Tuhan yang menguatkan Elia dan menyuruhnya makan, supaya pulihlah kekuatannya dan selama empat puluh hari, empat puluh malam ia menempuh perjalanan untuk sampai ke Gunung Horeb. Kemudian ada Daud (Mazmur 42:11) Kelelahan dan depresi Daud dapat kita temukan dalam tulisan Mazmurnya. Daud adalah seseorang yang mampu menuliskan kegelisahan dan situasi hatinya dengan kata-katanya yang puitis.

Dalam keadaan yang lemah dan lelah, Daud mengutarakannya kepada Allah dan ia sungguh-sungguh menaruh pengharapannya hanya kepada Allah. Dan terakhir Paulus (Filipi 2:27) Paulus adalah seorang rasul yang juga pernah berdukacita dan mengalami kesedihan yang mendalam dengan berbagai rintangan dalam pekabaran Injil dan mengetahui keadaan jemaat yang ia layani. Secara manusiawi, Paulus bersedih dengan jemaat yang mengalami berbagai masalah, akan tetapi ia senantiasa bersukacita di dalam Kristus yang menjadi Kepala bagi jemaat dan yang akan senantiasa mengaruniakan kasih dan damai sejahtera kepada seluruh jemaat, ada juga Ayub, Musa dan lainnya.

Dalam perjalanan hidup kerohanian kita suka dan duka yang datang silih berganti hanya dengan berpegang pada Tuhan sebagai pusat hidup, perjalanan itu akan membawa kita kepada hidup yang penuh arti. Perjalanan rohani yang akan dinyatakan di sini bukan sekedar perjalanan biasa. Perjalanan yang mengisahkan suatu kehidupan yang manis dan pahit, Sungguh tidak mudah merintis hidup rohani menjadi suatu perjalanan yang indah. Dan ini membutuhkan waktu, penyerahan diri, dan keterbukaan. Kerinduan akan Allah yang dibakar oleh cinta yang membara itulah yang merupakan kunci untuk mengerti seluruh rencana Allah atas perjalanan hidup kita.

Kita harus menggali dan terus menggali, hingga sampai pada suatu kedalaman yang hakiki dan yang akhirnya akan membawa kita sampai kepada penemuan yang abadi, yaitu hidup bersatu dengan Dia. Adalah wajar jika dalam pembentukan rohaninya seorang Kristen mengalami berbagai masalah dan tekanan. Keadaan-keadaan seperti ini justru seringkali dipakai Tuhan untuk menguji agar dasar iman tempat kita berpijak semakin kokoh dan kuat. Oleh karena itu hal penting yang harus dilakukan ketika hidup rohani kita lesu,jenuh dan berbeban berat adalah dengan datang kepada Kristus dan memohon pertolongan-Nya. Dengan kekuatan yang dari Kristus, maka hidup Kristen kita akan disegarkan kembali dan perjuangan iman kita dapat semakin dibangunkan.

Izinkan saya bertanya setelah anda membaca ulasan ini,

  1. Bagaimanakah keadaan rohani anda?
  2. Apakah penyebab kejenuhan rohani?

Oleh Pdt. Wijaya Naibaho B.Th, Gembala GPdI  “Alhayat” Desa Lubuk Ogung Kec. Bandar Seikijang-Kab. Pelalawan.



Leave a Reply