Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

10 Kebohongan tentang Wanita (Part I)




eBahana.com – Kebiasaan berbohong bukan saja dilakukan oleh orang-orang jahat dan tidak merasa beragama, melainkan juga dilakukan oleh orang-orang yang beragama, tidak terkecuali orang-orang Kristen, bahkan mereka yang disebut sebagai para pelayan dan pemimpin-pemimpin gereja. Namun, 10 kebohongan “tentang dan terhadap” wanita dalam hal ini adalah klaim atau pernyataan yang tidak berdasarkan pada kebenaran-Nya.

Pada bagian ini, kita akan membahas 5 Kebohongan terlebih dahulu.

1. Perempuan itu lemah!

Secara teknis mungkin benar anggapan bahwa secara fisik wanita itu lebih, namun secara substansi apakah dengan lemahnya wanita secara fisik patut menyebut wanita itu lemah? Padahal kekuatan manusia tidak hanya diukur dari kekuatan fisiknya saja, melainkan kekuatan secara utuh (kekuatan mental, intelektual, moral dan spiritual).

Dalam 1 Petrus 3:7 menuliskan bahwa istri adalah kaum yang lebih lemah. Lemahnya perempuan dijelaskan oleh Petrus dalam konteks hubungan antara suami dan istri. Yang menjadi penekanannya bukan perempuan, melainkan istri sebagai kaum yang lebih lemah dari pada suaminya. Itulah alasan yang mendasari Petrus memberikan amanat untuk hidup bijaksana.

2. Wanita itu Kelas Dua

Sudah sejak dahulu, tepatnya sejak dunia ini dihuni oleh komunitas bangsa dan suku bangsa (etnik dan budaya), kaum pria memandang diri dan dipandang sebagai yang lebih unggul dari kaum perempuan. Klaim mengenai perempuan tidak berharga dapat ditemukan di beberapa suku, bahkan terjadi dalam Perjanjian Lama dan kebudayaan hidup orang Yahudi.

Alkitab telah mengajarkan bahwa perempuan tidak hanya setara dengan laki-laki (Galatia 3:28), tetapi juga diasingkan untuk kehormatan khusus (1 Petrus 3:7), sehingga suami diperintahkan untuk mengasihi istrinya, berkorban, sebagaimana Kristus mengasihi gereja (Efesus 5:25-31). Demikianlah perempuan memiliki penilaian khusus dalam pemenuhan peranannya (Amsal 12:4, 31:10; 1 Korintus 11:7).

3. Allah itu Wanita

“Allah itu gendernya feminim bukan maskulin, maka dari itu seharusnya umat Kristen berdoa bukan doa Bapa kami, tetapi doa Ibu kami,” demikianlah ungkap kaum Feminis.

Theolog-theolog feminis beranggapan bahwa theologia mereka bersumber atau berdasar pada Alkitab, firman Allah yang diinspirasikan. Namun, ternyata yang dimaksud dengan diinspirasikan Allah menurut mereka tidak sama dengan yang diyakini oleh iman tradisional.

Dengan demikian, bagi para feminis Alkitab tidak lebih dari “sumber” yang otoritasnya ditentukan oleh pembacanya, dalam hal ini adalah wanita. Alkitab bukan sumber yang normatif dan berotoritas karena yang menjadi norma adalah pengalaman dan perjuangan kaum wanita untuk mencapai kebebasan kemerdekaan dan kebebasan.

4. Perempuan (Wanita) Karir

Perempuan karir disematkan oleh pada umumnya orang kepada perempuan yang memiliki prinsip yang kuat dalam hal memprioritaskan karirnya (kerja) dari pada panggilannya sebagai seorang perempuan yang berhubungan dengan perannya sebagai istri dan ibu. Bukan sedikit perempuan yang demi karirnya rela mengejar prestasi dan hasil kerja sekalipun menelantarkan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu.

Tentu saja, Alkitab secara jelas mengajarkan peran yang ditetapkan ilahi mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki dari penciptaan. Sebagai contoh, perempuan memiliki peran yang unik dan penting dalam melahirkan dan merawat anak. Perempuan itu juga memiliki suatu kebutuhan tertentu untuk dukungan dan perlindungan, karena secara fisik perempuan bagaikan kapal lemah (1 Petrus 3:7). Alkitab telah menetapkan urutan yang tepat, baik dalam keluarga maupun dalam pelayanan atau gereja, menetapkan tugas-tugas kepemimpinan dan tugas suami (Efesus 5:23), dan mengenai peran perempuan (1 Timotius 2:11-15). Jadi, perempuan bisa saja menjadi perempuan atau wanita karier, asal tidak meninggalkan perannya.

5. Perempuan Harus Tunduk Pada Suami!

Teks Firman Tuhan dalam Efesus 5:21-23, ditafsir oleh theolog feminis sebagai pernyataan tentang ketidakadilan dan ketidakseimbangan terhadap peran kaum perempuan, karena perempuan harus selalu tunduk kepada laki-laki.

Ketika Allah menciptakan manusia, Ia membuatnya dalam rupa Tuhan dan ketika mereka diciptakan, Allah memanggilnya “manusia” (Kejadian 5:1-2). Khususnya, perempuan diciptakan sebagai penolong. Namun, menjadi penolong tidak berarti bahwa wanita itu lebih rendah atau tunduk kepaa manusia (perkataan Ibrani yang sama, “ezer,” diterjemahkan sebagai “penolong”). Kata ini digunakan untuk menggambarkan Tuhan, dirinya sendiri (Mazmur 33:20, 70:5, 115:9-11). S. Caroline Manurung



Source

Leave a Reply