Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

PATUT DITENGOK: ANTITESIS GEREJA PERANGI COVID-19




 

Salah satu suasana ibadah dalam gereja di daerah Mamasa, Sulbar. (ist)

 

eBahana.com – Pandemi COVID-19 berdampak nyata pada seluruh aspek kehidupan manusia. Misalnya, dulu kita berbicara dengan seseorang memakai masker dianggap tidak sopan. Begitu juga usai bersalam-salaman, kita cuci tangan dianggap menghina. Namun kini, itu semua dianggap sebagai suatu norma baru yang biasa. Pun proses belajar mengajar, rapat, dan seminar dilakukan daring. Yang semula tatap muka sekarang digantikan dengan online melalui teknologi digital. Memang ada plus dan minusnya, tetapi apakah semua bisa tergantikan dengan online?

Jelas, adanya COVID-19 membuat perubahan cara beribadah pada setiap gereja. Sikap umat dalam beribadah yang berubah juga mempengaruhi nilai kesakralan ibadah. Ikatan umat dengan institusi gereja cenderung menjadi longgar. Umat bisa saja mengikuti ibadah gereja lain yang dianggap lebih cocok dan menarik. Ini tentu tantangan bagi gereja, bagaimana membuat jemaatnya tetap loyal.

Lebih-lebih umat berkategori usia tua. Bagi mereka, ibadah online masih tidak bisa menggantikan ibadah tatap muka karena sudah ada ketergantungan fisik. Ibaratnya penderita ketergantungan narkoba, lebih mudah mengobati yang ketergantungan psikis daripada ketergantungan fisik. Mereka yang tergantung secara fisik berpengaruh pada kondisi yang cepat drop sehingga malah mempercepat kematian. Oleh karena itu, pada umat yang ketergantungan fisik, ibadah sebagai sarana pemeliharaan iman sebaiknya tetap diselenggarakan tatap muka. Dalam hal ini para lansia yang rentan terpapar COVID-19. Karena kalau sumbernya virus adalah umat yang tanpa gejala diisolasi ketat, maka amanlah mereka (umat lansia).

Sampai saat ini, seleksi yang merakyat dipakai di Indonesia rata-rata hanya dengan thermogun suhu tubuh. Padahal para lansia kalau diukur suhu tubuhnya normal, 99,99 % ia clear tidak terpapar COVID-19. Dan kalau mereka terpapar covid-19 pasti timbul gejala klinis, ditambah tidak akan lolos uji thermogun. Sebaliknya, yang tanpa gejala akan lolos screening tersebut meskipun ia mengidap COVID-19. Inilah yang berbahaya karena berpotensi menulari dan menjadi kluster!

 

Dengan demikian, jika masih ada kasus suspek, kasus probable, dan kasus konfirmasi yang berasal dari kluster ibadah, artinya masih ada yang salah dengan protokol kesehatan yang gereja lakukan. Ini waktunya gereja-gereja di Indonesia mengevaluasi dan segera memperbaiki.

 

Nah, apa yang bisa dilakukan? Gereja harus berani mengambil tindakan kecil untuk mengisolasi umat berkategori usia muda, yang biasa berstatus tanpa gejala walaupun membawa virus COVID-19. Gereja harus lebih tegas melarang umat berusia muda melakukan syuting maupun beribadah di gereja. Orang muda terhitung lebih baik dalam mengakses ibadah maupun persekutuan melalui teknologi digital. Berbeda dengan umat lansia yang cukup kesulitan mengakses ibadah via online.

Memang, tindakan ini hanya bisa dilakukan pada skup yang kecil, yakni gereja. Sebab jika dilakukan pada skup yang lebih luas tentu berimplikasi pada terguncangnya ekonomi. Agar diketahui, program lockdown gagal karena orang yang merasa sehat boleh pergi ke mana saja, selain karena skrining hanya suhu badan. Dengan demikian, yang seharusnya difasilitasi ibadah tatap muka di gereja justru kelompok yang rentan seperti umat lansia. Sebab bagi umat lansia, kerinduan beribadah ke gereja identik dengan kerinduan pulang ke rumah (Bapa).

Bagaimanapun, sangat vital untuk selalu melaksanakan protokol kesehatan dengan baik di masa pandemi, bahkan paska pandemi ke depan. Belakangan dengan hadirnya vaksin membuat manusia lupa dan jumawa bahwa itulah satu-satunya obat pelumpuh virus. Justru hanya dengan sikap patuh pada prokes-lah yang membuat manusia tetap digdaya menghadapi COVID-19. Sebab, keutuhan hidup bersama adalah wujud kita mencintai sesama sebagai ciptaan Tuhan.

Betapa indahnya jika semua bergotong-royong menciptakannya dengan sadar. Mari bertaut hati mendoakan gereja, negara, dan bangsa-bangsa, dalam acara International Prayer via Zoom dan Youtube Bahana Channel, pada Senin 26 April 2021 mendatang, pukul 08.00 WIB – selesai. International Prayer akan dilayani Rev. Christie Moore (dari Amerika Serikat), Pdt. Dr. Ir Timotius Arifin T (dari Indonesia), Ps. Dee Stefanoski (dari Australia), dan Bapak J.H. Gondowijoyo (dari Indonesia).

Ajak keluarga dan rekan-rekan Saudara melalui link http://bit.ly/daftar-F72

Tuhan Memberkati. (dbs/Kay)

 

 

 

 

 

 



Leave a Reply