Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pendekatan adalah Kunci agar Gereja Diterima




eBahana.com – Penampilannya terlihat berbeda dari pendeta umumnya. Celana jeans berpadu kaos oblong, begitulah penampilannya sehari-hari. Pdt. Bonnie Andreas sengaja memilih bergaya santai dan sederhana, tujuannya hanya satu, yakni tidak menciptakan jarak antara gereja dan warga sekitar Jalan Ciledug Raya, Tangerang.

Sejak 2007 saya ditugaskan di GKI Ciledug Raya, Tangerang. Usia saya memang tergolong muda bila dibanding dengan pendeta, majelis, dan penatua lainnya. Sebagai orang muda, sudah biasa bila saya dianggap remeh oleh mereka yang lebih tua. Namun, hal itu bisa diubah kalau kita mau berjuang, meyakinkan mereka bahwa apa yang kita perbuat itu benar dan membangun. Ini berkaitan dengan waktu, seperti Charity Shop yang kami gelar di sini seminggu sekali.

Tentu ada alasan mendasar kami menggelar Charity Shop tersebut. Ya, kami melakukan itu dalam rangka melakukan pendekatan kepada warga sekitar yang menolak keberadaan kami. Pada kegiatan itu, kami menjual barang-barang bekas, seperti pakaian bekas dan sembako. Saat Natal kami pernah menjual beras, baju baru, dan alat tulis baru. Barang-barang tersebut kami dapat dari jemaat. Kami sengaja tidak memberikan gratis kepada warga sebab kalau gratis bisa menimbulkan kecurigaan warga. Interaksi kami dengan warga pun malah nantinya tidak jalan.

Ternyata Charity Shop yang kami gelar berjalan lancar sebab kami melakukannya dengan tulus tanpa motivasi apa pun. Makin hari makin banyak warga yang berminat. Bahkan kami sekarang tidak hanya menjual sembako, pakaian bekas, dan alat tulis, tetapi juga piring, gelas, alat cukur rambut, dan sebagainya. Pendekatan yang kami lakukan lainnya, yakni membuka kesempatan kepada warga sekitar untuk memakai gedung kami. Seperti kompetisi catur warga, halal bihalal parpol, hajatan warga, dan sebagainya. Kami membuat gereja kami menjadi tempat terbuka, bisa dinikmati semuanya.

Untuk biaya pemakaian gedung, kami tidak mengenakan tarif kepada warga. Warga sekitar gratis memakai  gedung ini. Mereka hanya dikenai biaya kebersihan. Sementara listrik dan sound system kami persembahkan untuk warga sekitar.

Ke depan nantinya, tepatnya sebelum lebaran tahun ini, kami akan membuka pasar murah di halaman gereja. Kami akan melibatkan warga sekitar. Kami akan menyediakan lapak. Jadi, benar-benar pasar. Sebetulnya, awalnya kami sempat terlintas untuk membuat klinik kesehatan, tetapi belum sempat terealisasi karena belum ada sinyal positif dari lingkungan. Namun, akhir-akhir ini kami akan melihat kemungkinannya kembali. Semua itu kuncinya ada pada bagaimana kita berinteraksi dengan warga sekitar. Kalau sudah dekat, tentu kepercayaan warga akan terbangun sehingga kami bisa diterima.

Seperti diketahui, keberadaan kami pernah ditolak oleh warga sekitar gedung ini. Padahal sejak 2001 gedung kami sudah mendapat izin dari Depag Banten untuk digunakan sementara sebagai tempat beribadah. Karena warga tidak setuju, puncaknya kami diserbu warga juga. Jadi buat kami, solusinya bukanlah hitam di atas putih semata, tetapi penerimaan warga. Mau ada hitam di atas putih, tetapi kalau warga tidak setuju dengan keberadaan kami, ya kami tidak bisa jalan. Kami pun mencari solusi bersama dengan pendekatan berbeda, yakni mendapatkan penerimaan warga. Ini kunci dan sangat didahulukan. Kami pun tidak memunculkan diri dengan membuat atribut khusus, seperti menara atau bendera gereja.

EKLESIA
Menurut saya, hakikat gereja itu ke luar, ekklesia. Ek dan kaleo. Ek artinya keluar, kaleo artinya dipanggil. Jadi, gereja selalu dipanggil keluar. Itu artinya gereja tidak hanya mengurusi peribadatan internal, tetapi juga menunjukkan diri ke masyarakat. Kita hadir bukan membawa ‘kutuk’, melainkan berkat. Saya pribadi tidak tahu apakah ada gereja yang membawa ‘kutuk’, tetapi bila melihat pengalaman saya, dahulu warga menolak kami karena mereka berpikir gereja seperti momok atau kutuk yang menakutkan. Hal inilah yang harus kami ubah. Gereja harus mampu menjadi bagian masyarakat, bermanfaat bagi masyarakat, dan mendistribusikan kasih ke masyarakat.

Ya, memperkenalkan Kristus bukan hanya dengan Injil, tetapi juga dengan perilaku. Kami berpikir Kristus tidak hanya disampaikan melalui pemberitaan Injil, tetapi lebih kepada bagaimana warga tahu bahwa kami adalah murid Kristus. Dengan demikian, mereka pun bisa mengenal Kristus.

Gereja Bukan Milik Gembala
Konsep gereja kami adalah gereja bukan milik gembala. Gembala atau pendeta memang punya kemampuan, punya jabatan, tetapi ia tetap merupakan bagian jemaat, jadi bukanlah superior. Ya, kami menganut kolektif kolegial. Artinya, bersama dengan penatua dalam kepemimpinan di gereja. Jadi, kesetaraan itu ada.

Dengan demikian, pendeta tidak menjadi sosok seperti dewa. Dalam porsi tertentu, pendeta sebagai pelayan bersama dengan anggota jemaat lain yang menjabat dalam kepemimpinan gereja. Dalam prosesnya, kami selalu berembug dan berkoordinasi bersama-sama.

Selain itu, dalam jemaat kami tingkat persekutuannya kuat. Satu sama lain merasa terikat dalam sebuah komunitas keluarga. Persekutuan dengan Tuhan harus diimbangi dengan kepekaan terhadap lingkungan.

Saya berharap komunitas kami bisa mencapai tiga hal, yakni persekutuan antar jemaat tetap erat, keintiman dengan Tuhan menjadi lebih erat, dan kepekaan serta kepedulian akan lebih dinyatakan. Saya juga berharap kegiatan kami bisa berjalan seperti pada umumnya di tempat lain sebab sampai sekarang gedung kami hanya bisa dipakai dalam waktu terbatas. Ya, sampai sekarang resistensi warga terhadap kami sedikit masih ada. Namun, kami akan terus melakukan pendekatan. Kami sangat yakin pendekatan yang tulus merupakan solusi untuk kendala yang dihadapi. Maretta Puspita Sari/Steven



Leave a Reply