Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Harus Berani Ambil Komitmen




eBahana.com – Menjalani hidup dengan komitmen tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada kalanya komitmen yang kita ambil membuat kita rentan disalahpahami orang lain. Tidak jarang pula, karena komitmen kita, kita diperhadapkan pada situasi-situasi dilematis. Itu sebabnya tidak banyak orang berani mengambil komitmen dalam hidupnya. Dari beberapa orang yang berani tersebut, Ps. Jouke Wayong, M.TH., adalah salah satunya.

Jouke F. Wayong lahir dan dibesarkan di Rambunan. Sebuah desa kecil di Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Di desa ini ada sebuah gereja lokal yang selalu menjadi pusat kegiatan kerohanian masyarakat. Seperti kebanyakan anak muda di desanya, Jack juga aktif dalam setiap kegiatan gereja. Selain di gereja, ternyata Jack juga aktif di sebuah kelompok persekutuan yang bergerak dalam misi penginjilan.

Melalui kegiatan di kelompok persekutuan inilah ia disadarkan tentang kewajibannya sebagai seorang Kristen, yaitu melayani Tuhan dan sesama. Bukan hanya sesama dalam arti sesama orang Kristen yang sudah mengenal Tuhan dan hidup saleh, melainkan juga mereka yang hidupnya masih belum sesuai ajaran Kristus. Terlebih mereka yang belum mengenal Kristus. Dari situlah ia merasa terpanggil untuk menjadi pelayan Tuhan sepenuh waktu. Namun, sebelum ia memutuskan, apakah ia memang dipanggil Tuhan untuk menjadi pelayan Tuhan sepenuh waktu?

Pertanyaan itu kemudian terjawab saat ia mengikuti sebuah retreat. Selama beberapa hari mengikuti retreat, ia merasa panggilan untuk menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu kian kuat. Hingga akhirnya setelah selesai retreat, ia sudah memiliki kebulatan tekad untuk mengikuti panggilan Tuhan. Namun, saat hal ini dikonfirmasikan kepada keluarga besarnya, ternyata mereka menanggapinya dengan dingin.

“Saya menyadari bahwa dinginnya sikap keluarga secara tidak langsung menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap keputusan saya. Apa alasannya? Mereka tidak pernah mengatakannya. Kemungkinan besar karena mereka melihat gengsi sosial menjadi seorang hamba Tuhan tidaklah sebagus menjadi dokter, polisi, tentara, atau profesional di bidang lain. Walau kecewa, saya menghargai sikap dan keputusan mereka. Oleh karena itu, sampai sekarang saya tidak pernah menanyakan alasan mereka saat itu tidak setuju. Daripada memikirkan alasan mereka, saya punya tugas yang jauh lebih penting, yaitu merespons panggilan pelayanan yang diberikan Tuhan sesegera mungkin.”

Berani Mengambil Sikap
“Langkah pertama yang saya ambil kemudian adalah memperlengkapi diri dengan belajar di Sekolah Alkitab. Selama di Sekolah Alkitab ada banyak tantangan yang saya hadapi. Namun, komitmen terhadap panggilan Tuhan membuat saya mampu mengatasi semuanya hingga lulus. Saya percaya bahwa ketika kita taat terhadap kehendak-Nya, Tuhan pasti tidak akan membiarkan saya bergumul sendirian menghadapi masalah. Itu keyakinan saya, dan saya sudah membuktikan kebenarannya. Tiap kali ada masalah, Tuhan pasti menolong memberikan jalan keluar,” tutur pendeta yang akrab dipanggil Jack ini.

Kini setelah lulus dari Sekolah Alkitab dan masuk dalam dunia pelayanan, ia tetap memegang teguh komitmen untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati. Semangat inilah yang terus ditularkannya kepada jemaat setiap kali berinteraksi dengan mereka. Entah melalui khotbah, maupun interaksi sosial sehari-hari. Sekalipun niatnya baik, prosesnya tetap tidak mudah.

“Terkadang niat baik saya disalahpahami oleh orang lain. Biarpun demikian, saya tidak pernah mundur. Kalau kita mau jadi orang Kristen yang benar, kita harus hidup sejalan secara konsisten dengan kehendak Tuhan. Konsistensi itu akan terwujud kalau kita berani mengambil komitmen. Sangat disayangkan, saat ini banyak orang Kristen tidak berani mengambil komitmen untuk hidup benar di dalam Tuhan. Mereka hanya ingat Tuhan saat sedang ada masalah, tetapi setelah masalahnya teratasi, mereka langsung melupakan Tuhan,” tegasnya.

Pentingnya Komitmen
Ia sangat menyayangkan banyak orang Kristen masih belum mau mengambil komitmen untuk hidup benar sesuai firman Tuhan. Padahal dengan berani berkomitmen, kehidupan mereka akan menjadi lebih baik. “Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa dengan berkomitmen kepada Tuhan, yang tidak punya rumah akan punya rumah, yang tidak punya pekerjaan tiba-tiba mendapat pekerjaan, atau hidupnya bebas sama sekali dari masalah. Selama kita masih hidup, masalah akan selalu ada. Namun, jika kita berkomitmen kepada Tuhan, kita akan dikuatkan untuk mampu mengatasi setiap persoalan hidup.”

Bukan hanya dalam hubungan kepada Tuhan, dalam berinteraksi dengan sesama pun, komitmen adalah hal yang penting. Sebut saja misalnya dalam kehidupan keluarga, rumah tangga, pekerjaan, hingga sosial di tengah masyarakat. “Ketika seseorang tidak lagi punya komitmen untuk mengurusi keluarga, jangan heran kalau keluarganya akan bermasalah. Mereka yang tidak lagi punya komitmen dengan rumah tangganya, perselisihan, KDRT, perselingkuhan, hingga perceraian akan menjadi konsekuensinya. Pekerja yang tidak lagi punya komitmen terhadap pekerjaannya, niscaya pekerjaannya tidak akan maksimal. Jika ini dibiarkan, cepat atau lambat ia akan kehilangan pekerjaannya. Lalu, orang yang tidak punya komitmen dalam kehidupan sosial pasti akan menjadi batu sandungan bagi orang-orang di sekitarnya,” urainya.

Pada akhir wawancara, ia melontarkan sebuah pertanyaan reflektif. “Kalau seseorang tidak mau berkomitmen kepada Tuhan, lalu kesaksian hidup seperti apa yang akan dibagikannya kepada orang lain?” pungkasnya. Ryu



Leave a Reply