Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Doysie Rischart Kaunang: Untung Saya Ditangkap Tuhan




Hati Doysie pernah sangat terluka karena pengkhianatan cinta. Janji setia pun kandas di tengah jalan.

dok.pri Bahana

Menghabiskan masa kecil di kampung Kiawa, Doysie sangat dekat dengan kehidupan rohani. Ia ikut Sekolah Minggu dan ikut orangtuanya di beberapa ibadah serta persekutuan. Lulus SD, ia sekolah berasrama di Tomohon yang membentuknya semakin disiplin. Naik kelas 2, Doysie pindah sekolah ke Manado karena menemani adiknya yang sekolah di sana. Mereka tinggal di rumah tante.

 Salah Gaul

 “Hidup saya tertib. Beberapa kali teman nawarin rokok, saya tolak, tetapi akhirnya saya terima juga tawaran itu. Hampir semua teman saya merokok. Waktu itu saya masih kelas 2 SMP. Setelah merokok, saya disodori minuman keras. Itulah pergaulan yang tidak baik karena  pengaruhnya sangat besar. Saya tidak bisa menolaknya karena mereka adalah teman yang hampir setiap hari ketemu,” kisah kelahiran Manado, 8 Desember 1968.

Begitulah, setiap kali bertemu teman-teman, berakhir dengan minuman keras. Pulang malam, ia tidak bisa belajar dengan baik. “Saya pernah ribut dengan guru Matematika. Saya merasa ia memperlakukan saya berbeda dengan yang lainnya. Saya merasa ia tidak menyukai saya. Di kelas saat pergantian mata pelajaran, sambil menunggu, kami bermain lempar kapur. Tanpa sengaja kapur yang saya lempar kena pelipis guru Matematika yang baru masuk kelas. Pak guru itu marah sekali. Saya diskors dua minggu tidak boleh ikut pelajarannya. Saya sudah katakan bahwa saya tidak sengaja, tetapi ia  tetap marah. Saking jengkelnya, saya tantangin duel. Untung dilerai oleh guru lain. Saya minta maaf,” kisahnya mengenang.

Kebiasaan minuman keras terus berlanjut ketika Doysie libur pulang kampung, bahkan semakin menjadi. Banyak teman di kampungnya yang juga peminum.

Bekerja di Jepang

 Lulus SMA, Doysie bekerja di hotel di Manado. Kariernya lumayan bagus, bahkan ia menjadi orang kepercayaan bos. Keuangannya cukup baik. Merasa sudah mapan secara keuangan, pada 1993, Doysie menikahi kekasihnya, gadis satu kampung, seorang yang juga aktif di gereja. Mereka dikaruniai dua anak laki-laki. Mereka pun mengembangkan usaha rumah makan. Tak perlu menunggu lama, rumah makannya berkembang. Mereka mengembangkan bisnis sembako. Usaha sembako pun berkembang bagus.

Tiba-tiba istrinya ingin punya pengalaman bekerja di Jepang. Kebetulan banyak orang sekampungnya termasuk teman-teman Doysie yang bekerja di sana meskipun dengan jalur ilegal. Rumah makan ditutup karena tidak ada yang mengelola, sedangkan usaha sembako masih jalan. Anak-anak tinggal bersama orangtua Doysie dan orangtua istrinya. Mereka bertetangga dekat. “Istri saya dan beberapa orang ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia. Namun, hal ini tidak menyurutkan keinginan istrinya untuk bekerja di Jepang. Tak lama kemudian ia balik lagi ke Jepang. “Saya berniat menyusul istri saya. Saya ingin bersama, lalu saya urus paspor dan visa. Beberapa lama saya ada di Jakarta untuk mempersiapkan keberangkatan ke Jepang. Usaha sembako saya pindahkan ke kampung.“

 Petaka Besar

dok.pri Bahana

Ditengah-tengah persiapan ke Jepang, istri Doysie menghubunginya. Intinya, menunda keberangkatan Doysie ke Jepang untuk mengurus anak-anaknya di Manado. Seperti mimpi pada siang bolong, Doysie mendengar kabar dari teman dan saudaranya bahwa istrinya berselingkuh dengan sahabat sekampung Doysie yang juga bekerja di Jepang dan mereka tinggal bersama. “Saya shock banget. Hampir tak percaya karena selingkuhannya adalah sahabat dekat saya. Kami pernah tinggal bersama di Bekasi. Kabar yang saya dengar itu dari sumber yang bisa dipercaya. Itu 2004, petaka besar. Tidak pernah terlintas, istri saya tega melakukan itu.”

Doysie masih berpikir bahwa kemelut keluarganya ini bisa diselesaikan meskipun ia merasa dikhianati. “Hati saya hancur. Saya minta dia pulang, tetapi dia tidak mau. Kalau saya banyak salah, saya siap memperbaikinya. Akhirnya pada 2005, dia dipulangkan ke Indonesia karena tertangkap ilegal. Itu pun dia tidak mau pulang kampung untuk menyelesaikan hubungan kami. Mungkin malu atau entahlah. Barulah lima tahun kemudian, dia pulang menemui anak-anak.“

Tak terpikir dalam benak Doysie bahwa rumah tangganya berakhir tragis. Kalaupun ada masalah dalam hubungan suami istri, seharusnya bisa diselesaikan. Asal ada niat baik, semua bisa diperbaiki.

Hidup Doysie seperti layang-layang putus talinya. Ia marah terhadap keadaaan. Marah terhadap pengkhianatan. Ia bingung karena setelah pulang ke Indonesia, istrinya tetap memilih hidup bersama pria itu di Depok, Jawa Barat. Melihat anak-anak mulai besar dihadapkan dengan kenyataan pahit, Doysie merasa bersalah. Ia mengaku sempat marah kepada Tuhan. Apalagi saat ia mendengar istrinya telah melakukan pernikahan dengan pria selingkuhannya itu. Harapan Doysie untuk bersatu kembali dengan istrinya runtuh.

Doysie bekerja di Manado. Kariernya bagus, tetapi hatinya tetap marah. Pelariannya ke minuman keras. Ia bingung harus bagaimana. Ia menanggung rasa malu karena keadaan keluarganya. Hidupnya semakin kacau saat ia difitnah oleh pimpinannya di kantor. “Dalam keadaan berat, saya bertemu dengan orang-orang yang mencintai Tuhan. Mereka bekerja di ladang Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mereka berdoa untuk saya.“

 Semangat Baru

 

dok.pri Bahana

Semangat kehidupan mulai bersemi. Meskipun Doysie lahir dan besar di lingkungan Kristen, ia baru merasakan berjumpa secara pribadi dengan Tuhan. Hati yang remuk diserahkan kepada Tuhan. Terbersit keinginan dalam hatinya untuk melayani Tuhan dan menjadi  sahabat bagi orang-orang yang remuk hati, seperti dirinya.

Untuk menyemai kerinduannya itu, ia ingin masuk sekolah Alkitab. Tuhan membuka jalan. Seorang teman menawari dan siap membiayai sekolah Alkitab. Doysie pun dijemput, diajak mendaftar ke sekolah Alkitab di Surabaya.

Setelah menyerahkan persyaratan sekolah Alkitab tersebut, Doysie pergi ke bukit doa di Semarang. Di sana ia melihat brosur Sekolah Alkitab IMPACT. Iseng-iseng dalam perjalanan kembali ke Surabaya, brosur itu dibacanya. “Sampai di Surabaya, saya ke calon kampus saya, ternyata saya harus menyerahkan surat berkelakuan baik. Artinya saya harus balik lagi ke Manado. Akhirnya saya putuskan masuk sekolah di IMPACT Semarang. Di sekolah itu saya banyak dibentuk Tuhan. Belajar tentang firman-Nya.”

Tuhan menghibur. Tuhan menguatkan. Buluh yang terkulai tidak dipatahkan-Nya. Ia  menyampaikan kabar baik kepada semua orang yang dijumpainya. Tuhan membawanya ke berbagai tempat. Setahun ini, Doysie melayani di Bethel Internasional Hongkong, jemaat Indonesia di Hongkong. “Saya sangat senang dengan Roma 8:28, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.” Yah, Tuhan bekerja dalam hidup saya yang hancur dan porak-poranda ini. Mendatangkan kebaikan supaya saya sungguh-sungguh bertobat dan mengenal-Nya,” jelas ayah dari Rivanly Christo Kaunang (21) dan Preasly Aklan Kaunang (12). Niken Maria Simarmata

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Leave a Reply