Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Menghalau Galau




Sherly Hanna Stefanny: Pertemuan dengan keluarga besar Dani dua tahun lalu
menghasilkan keputusan berat dan besar bagiku. Aku kehilangan kekasih yang baik hati.

Pilihan Sulit
Usai acara lamaran adik dari Dani, kekasihku, aku diajak kumpul untuk bicara tentang hubungan kami. Intinya, apakah aku mau meninggalkan imanku untuk menikah dengan Dani. Kami memang beda agama. Dani pun tidak bisa melepaskan kepercayaannya. Dalam
kebingungan karena berhadapan dengan keluarga besarnya, aku mencoba tetap tenang menjawab pertanyaan.

Hubungan kami sudah enam tahun. Dan Dani, pria yang sangat baik. Namun, apakah aku
harus kehilangan hal yang paling berharga? Kuingat pengurbanan Tuhan Yesus di kayu salib,
menebus dosaku. Keputusanku sore itu, aku tidak bisa meninggalkan imanku. Artinya,
hubungan kami harus berakhir. Putus. Aku merasa lega, tetapi di sisi yang lain hatiku hampa.
Tanpa Dani? Hampir setiap hari kami bertemu. Rumah kami cukup dekat. Setiap sore atau malam ia menjemputku dari butik tempatku bekerja. Dani sudah menjadi bagian dari hidupku juga keluargaku. Segudang kenangan bersama. Akankah berlalu begitu saja?

Teman Kerja
Setelah putus, beberapa kali kami masih bertemu sekadar makan malam atau ngobrol. Aku sadar sepenuhnya, kami hanya berteman. Rasa kehilangan kerap mencabik-cabik perasaanku. Tiba-tiba saja air mataku mengalir, menangis sesenggukan. Beberapa kali perasaan sedihku nggak terkendali, aku nangis kejer. Mata pun bengep. “Sher… udah… ga usah galau gitu. Pasti Tuhan beri yang terbaik buat kamu. Udah… udah…,” hibur Megy, Dewi, Asti, dan Lila teman kerjaku, semua muslim. Mereka tahu betul masalahku dan mencoba membuatku terhibur, tetap tenang dan tabah menghadapi masalah. “Sher… udahlah… jalani hidup, tabah ya… okey?”

Kekasih Baru
Sedih dan kesepianku makin memuncak saat kudengar dari mulut Dani sendiri bahwa dia telah menyukai teman kantornya. Tak lama kemudian kutahu mereka berpacaran. Dani punya kekasih baru. Semudah itu? Tidak salah dengar? Oh… pedihnya. Aku sulit tidur hingga menjelang pagi. Selera makanku hilang. “Tuhan toloooonggg…!” teriak hatiku. “Sher… udah… katanya kamu cantik… katanya cakep, segitu galaunya….” canda mereka. Aku kadang tertawa ketika sedang menangis gara-gara melihat gaya teman-teman menghiburku.

Mereka mencoba mengalihkan perhatianku dengan mengajakku berolahraga, jalan kaki mengelilingi stadion Bung Karno di Senayan, atau sekadar makan sepulang kerja. Sepanjang jalan teman-teman bercerita tentang apa saja, mengajakku bercanda. Dengan berolahraga tubuh terasa lebih segar.

Mama dan Kakak
Di rumah, mama dan kakakku Iren mengerti betul kegalauan hatiku. Mereka terus menguatkan untuk tetap tegar. Iren mengajakku berdoa setiap kali dilihatnya aku nggak kuat. “Ayo Sher… doa. Pasti kamu kuat…” Firman Tuhan yang kubaca memberiku pengharapan.

Meski rasa kehilangan belum sirna, lambat laun kondisiku jauh lebih baik. Aku sudah mulai bisa tersenyum menyambut hari baru ketika terbangun dari tidur. Ya, kutahu Tuhan besertaku. Esok hari, ku berharap semua akan menjadi lebih baik.

Terima kasih untuk sahabatku Megy, Dewi, Asti, Lila, mama, dan Kak Iren. Terima kasih telah menghalau galau di hatiku. Semangat! (Kisah Sherly pada Niken)



Leave a Reply