Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Seminar Pedagogis Humanis Berdasarkan Ulangan 6:5




Tangerang, eBahana

Seminar yang digagas GKAI Pos PI Gading Serpong ini terselengara dengan baik pada Sabtu lalu (17/11/18). Meskipun pesertanya sedikit, namun nuansa seminar secara pedagogis dapat berjalan. Pembicara utama dalam seminar ini adalah Noh Ibrahim Boiliu, M.Th.,dengan moderator oleh Ashiong P. Munthe.

Seminar ini mengulas tentang 3 poin besar, yaitu:

  1. Prinsip pedagogis kasih sebagai dasar pendidikan humanis berdasarkan Ulangan 6:5. Kitab Ulangan mengandung hukum, didikan, nasehat bagi bangsa Israel yang disampaikan Tuhan melalui Musa. Kata “We Ahabta” dalam bahasa Ibrani pada ayat tersebut diartikan sebagai “mengasihi”, namun maknanya bukan sekedar mengasihi. Jika dikaitkandengan mengasihi Allah, maka upaya untuk mengasihi bukan hanya sekedar perasaan (afeksi), namun dengan seluruh competency and skill (kemampuan dan keterampilan) yang dimiliki dipakai untuk mengasihi dan memuliakan Allah.
  2. Tujuan pendidikan humanis harus berprinsip pada moral berdasarkan Ulangan 6:5. Tujuan pendidikan humanis adalah mengajarkan moral. Melalui materi pembelajaran yang diajarkan dilembaga pendidikan formal maupun pendidikan dalam kelaurga harus mengarahkan pendidikan itu pada tindakan moral. Materi pembelajaran hanyalah perantara untuk menghantarkan pada tindakan moral, baik moral siswa maupun moral guru.
  3. Prinsip pedagogi partisipatoris atau pedagogi Pendidikan tidak bias berjalan dengan baik, jikalau tidak ada respons dua arah dan partisipasi aktif dari yang mendidik dan yang dididik. Allah menunjukkan kasih-Nya merupakan tindakan partisipatif aktif Allah kepada manusia. Hal ini menjadi teladan dalam melaksanakan pendidikan yang dialogis dan partisipatif.

Pendidikan humanis berdasarkan prinsip Ulangan 6:5 harus berlandaskan kasih bukan berdasarkan dengki atau pendidikan “genderuwo”. Pendidikan “genderuwo” adalah pendidikan yang menakutkan, menyeramkan, penuh tekanan atau itimidasi dan otoriter. Tidak ada ruang untuk membangun dialog dan diskusi, semua ditanamkan secara “doktrinal”. Pendidikan humanis harus sebaliknya, yaitu didasarkan pada kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.

Noh, menegaskan, bahwa pendidikan moral dan Agama, pada prinsip utamanya, harus diawali dalam keluarga. Pendidikan Agama tidak bias diserahkan seluas-luasnya hanya ditangani oleh lembaga pendidikan maupun Gereja, khusunya Sekolah Minggu. Gereja dan sekolah formal, yang ada pendidikan Agamanya, hanyalah mitra pendidik bagi keluarga. Tanggungjawab utama untuk mendidik adalah keluarga, khususnya tanggungjawab Bapak dan Ibu selaku orang tua.

Bapak harus menjadi actor utama dalam mendidik dalam keluarga, bukan kepada Ibu, karena pedagogi diartikan sebagai upaya merawat, membimbing, mengasuh dan mendampingi. Gereja bertanggungjawab untuk membina dan mendidik calon bapak (pemuda) maupun kaum bapak (telah berkeluarga) agar mampu mendidik dalam kelaurga. Ketika bapak terdidik dengan baik, maka pendidikan itu bias diterapkan dan diteruskan dalam kelurganya. APM

 



Leave a Reply