Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pendeta Baru, Kado Spesial HUT ke-6 GKJ Karangbendo




Yogyakarta, eBahana

Wajah ceria penuh suka cita tampak di wajah seluruh majelis jemaat, dan segenap tamu undangan perayaan HUT ke-6 GKJ Karangbendo, Senin (17/9/18). Pada kesempatan yang berbahagia ini, mereka menerima kado sepesial berupa penahbisan Vikaris Imanuel Geovasky, S.Si.Teol., MAPS sebagai pendeta GKJ Karangbendo.

Ibadah penahbisan yang dipimpin oleh Pdt. Purwantoro Kurniawan, S.Th., M.Min., berlangsung sangat hikmat. Pada kesempatan tersebut, Pdt. Purwantoro menyampaikan pesan yang mendalam terkait gereja. “Gereja merupakan tempat bersekutu orang-orang percaya kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu, gereja harus memiliki kepemimpinan dari dua sisi. Pertama sisi keilahian, karena gereja dipimpin oleh Tuhan melalui karya Roh Kudus dan Alkitab sebagai pegangannya. Kedua sisi kemanusiaan, gereja dipimpin oleh manusia karena Tuhan menghendaki demikian. Oleh karena itu, Tuhan memanggil para pelayan Tuhan, seperti penatua, pendeta, dan diaken untuk melayani jemaat,” tegasnya.

Sebelum penahbisan pendeta, Pdt. Purwantoro Kurniawan kembali memaparkan kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang pendeta. “Bersama penatua dan diaken pendeta bertanggung jawab terhadap semua warga jemaat, terutama dalam organisasi gereja. Selain itu, pendeta juga harus mengajarkan firman Tuhan, melayani sakramen dan upacara gereja. Semua itu harus dilakukan gereja supaya sejalan dengan karya Tuhan Yesus dalam menyelamatkan dunia.”

Usai penahbisan dan pemebrkatan oleh para pendeta, serta disaksikan oleh seluruh penatua, majelis, jemaat, dan tamu undangan, Pdt. Imanuel Geovasky mendapat kesempatan untuk menyampaikan khotbah sulungnya. Dengan tema “Tuhan Menjadikan Kita Semua Bersaudara”, yang terambil dari Efesus 2:11–12.

Budaya Damai

Pdt. Imanuel Geovasky merasa miris dengan isu politik yang mengeksploitasi persoalan identitas yang menciptakan kegaduhan, dari di tingkat elit politik hingga masyarakat. Bahkan gereja yang terkesan baik-baik saja tidak luput dari konflik. “Namun, konflik yang terjadi dalam gereja terlanjur dipandang sebagai hal yang negatif. Padahal konflik juga bisa dipandang secara positif sebagai kesempatan untuk perubahan yang positif,” tegasnya.

Untuk menjadi suatu yang positif, diperlukan identitas baru dalam terang perjanjian damai. Dengan mendapatkan identitas baru, mereka yang disebut orang asing berubah menjadi kawan sewarga dan anggota keluarga Allah. Sebagai sesama anggota keluarga Allah harus mampu menciptakan budaya damai dengan empat sikapdan empat skills. “Empat sikap, yaitu kerentanan, kerendahhatian, komitmen pada kebaikan dan keselamatan orang lain, serta pengharapan. Sementara empat skills, yaitu senantiasa berbicara jujur, mendengar dengan penuh perhatian, kesiapsiagaan pada komunitas, dan kearifan komunitas dalam akuntabilitas bersama. Tuhan menghendaki kita semua bersaudara dan mewujudkan budaya damai,” pungkasnya.

Usai ibadah, acara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh perwakilan Bupati Bantul, Kepala Bagian Administrasi Pembangunan, Sri Budoyo. Turut hadir pula Pembimbing Masyarakat Kristen Kanwil Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, Petrus Marija, S.PAK.; Kepala Desa Caturtunggal, Agus Santoso, S,Psi.; Kepala Desa Banguntapan, dan undangan lainnya. Naf



Leave a Reply