Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Ali Mochtar Ngabalin: Otsus Mengangkat Hak Kesulungan Orang Papua




eBahana.com – Memasuki tahun 2021 ini, Otonomi Khusus Pulau Papua sudah memasuki tahun ke-20. Masyarakat sendiri masih ada pro dan kontra terhadap Otsus ini. Perlu ada evaluasi menyeluruh agar dampak atau hasil dari Otsus bagi masyarakat yang ada di Pulau Papua dapat diukur. Perpanjangan Otsus Papua dan Papua Barat untuk 20 tahun ke depan masih sedang berproses.

Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa “Otsus ini sangat strategis untuk memberikan layanan, akselerasi pembangunan dan pemberdayaan di tanah Papua”. Tenaga Ahli Utama KSP itu menyampaikan, “Pemberdayaan SDM di tanah Papua sangat penting. Untuk membangun SDM bagi anak-anak Papua, tidak bisa dengan yang lain, harus melalui Pendidikan. Pendidikan menjadi hal yang penting dalam rangka Otsus”.

Penekanan Presiden dari lima program penting untuk pembangunan Papua, kata Alumnus Doktoral dari UNJ ini, “diprioritaskan pada Pendidikan”.  Lanjutnya “Selain pendidikan, prioritas utamanya adalah Kesehatan, Infrastruktur, Ekonomi dan Kerakyatan yang dikaitkan pada afirmasi UUD 1945. Pintu untuk memberdayakan dan mengangkat harkat martabat suatu komunitas adalah melalui pendidikan”.

Ngabalin juga menekankan bahwa “UU Otsus, prinsipnya memberikan perlindungan atau melindungi terhadap pasal-pasal yang penting dalam rangka mengangkat hak-hak kesulungan orang Papua dalam NKRI. Apapun yang dilakukan orang Papua, tidak ada lagi kecurigaan dan tidak ada lagi potensi perlawanan terhadap NKRI”, tegasnya.

Paparan Ali Mochtar Ngabalin ini disampaikan saat webinar yang diselenggarakan oleh Pewarna Indonesia, dengan tema “Kesejahteraan Papua Dalam Kerangka Otsus” pada Jumat (26/03/2021). Narasumber yang hadir diantaranya; Budi Arie Setiadi, Wakil Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia, Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si., Tenaga Ahli Utama KSP, Dr. Ir. Anton Tarigan, MBA, Pemerhati Pembangunan Sosial Kemasyarakatan Papua, dan Mamberob Yosephus Rumakiek S.Si., M.Kesos, Anggota DPD RI dari Provinsi Papua Barat.

Dalam webinar ini, hadir juga para penanggap, yaitu Dr. Herry Saragih, Sekjend Senkrisindo dan Dwi Urip Premono, Penulis Buku Papua dan Direktur Pusat Kajian dan Pelatihan Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya. Moderator webinar adalah Ashiong P. Munthe, Litbang Pengurus Pusat Pewarna Indonesia.

“Dana Otsus yang kini terbagi menurut Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur meningkat sepanjang tahun”, papar Budi Arie Setiadi. Menurut Wakil Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia ini, “Dana 2020 hampir 2 kali lipat dari tahun 2013. Peningkatan lebih tinggi pada dana tambahan infrastruktur. Peningkatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik lebih tinggi daripada DAK Non Fisik”.

“Perhatian pemerintah pusat terhadap Papua sangat tinggi”, kata Budi. Hal ini ditunjukkan, lanjutnya, yaitu “tingginya dana transfer ke Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat”. “Peningkatan terbesar ada pada dana Desa yang mencakup 10% dari keseluruhan dana transfer ke Papua, bahkan 81% dari dana Otsus”, tuturnya.

Pemerhati Pembangunan Sosial Kemasyarakatan Papua, Anton Tarigan, menegaskan “Untuk menyelenggarakan pembangunan di Pulau Papua tidak mudah, karena keragaman suku, budaya dan wilayah”. Orang luar Pulau Papua, Kata Anton, “mungkin melihat bahwa semua Papua sama saja, padahal tidak demikian”. Untuk pembagian wilayah saja, lanjutnya, “perlu dilakukan berdasarkan pembagian budaya”.

“Dengan demikian, untuk melihat pembangunan di Papua, harus berada dan terlibat dalam pembangun di Pulau Papua, tanpa terlibat di dalam pembanguan Papua, maka akan sulit melihatnya”, jelas hamba Tuhan yang sudah melayani 20 tahun di Tanah Papua ini.

Anton menjelaskan “Pulau Papua itu luas sekali, sehingga biaya pembangunannya berbiaya tinggi. Untuk mengelola biaya pembangunan bisa mencapai 2 sampai 3 kali lipat jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah Indonesia Barat. Untuk biaya transportasi juga sangat tinggi, karena beberapa wilayah harus dijangkau dengan transportasi udara”, paparnya.

Anggota DPD RI dari Papua Barat, Mamberob Yosephus Rumakiek, menyampaikan “perlu ada sinergi antar lembaga negara, baik pemerintahan daerah hingga tinggkat kabupaten/kota dengan pemerintahan pusat dalam menjalankan dan mendukung pembangunan di Pulau Papua melalui Otsus”.

Mamberob menyarankan “perlu ada transparansi anggaran pembangunan di pulau Papua, karena dana pembangunan bukan hanya dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia saja. Melainkan, masih ada dari lembaga kementerian lainnya, misalnya dana Otsus dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan untuk membangun Papua”, pungkasnya.

Lebih lanjut Mamberob mengatakan “ada yang pro dengan menganggap bahwa Otsus masih dibutuhkan, namun ada yang kontra, menganggap bahwa Otsus tidak berdampak kepada masyarakat”. “Perbedaan antara yang Pro dan Kontra terkait Otsus ini, jangan sampai memicu konflik, karena masyarakat sangat membutuhkan kedamaian”, pintanya.

Mamberob menegaskan “Pembangunan dengan pendekatan keamanan harus dikurangi dan tidak ada kecurigaan-kecurigaan kepada Orang Papu. Demikian juga, tensi kekerasan di Papua harus dikurangin”, tutupnya.

Herry Saragih selaku penangap, mendapat informasi bahwa hampir seluruh sinode di Tanah Papua menolak Otsus.  Herry curiga, jangan-jangan ada pilih kasih dalam pemberian dana Otsus, karena ada wilayah yang kebagian dan ada yang tidak. “Mengapa sampai terjadi penolakan terhadap Otsus oleh gereja, apakah karena wilayahnya dipilih-pilih untuk digelontorkan dana, sehingga tidak merata?”, tanyanya.

Sekjend Senkrisindo ini merasa aneh, karena sampai saat ini Papua dan Papua barat masih Provinsi termiskin, padahal ada dana Otsusnya. “Mengapa Papua menjadi wilayah termiskin, padahal dana Otsus selama 20 tahun ini bisa mencapai ratusan Triliun?”. Herry menganjurkan, “Dengan demikian, perlu ada audit menyeluruh dari pemerintah pusat, agar ada keseimbangan juga terhadap yang menolak Otsus. Dengan demikian, pihak yang menolak Otsus, bisa dipahami dan dibela hak-haknya, sebab dana yang sudah digelontorkan sangat besar, namun hasilnya tidak dirasakan oleh seluruh masyarakat”, pungkasnya.

Direktur Pusat Kajian dan Pelatihan Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Dwi Urip Premono, mengutarakan “Kesejahteraan Papua dimulai dari faktor kepemimpinan”. Menurutnya, “kepemimpinan di daerah harus mampu membawa dan mewujudkan spirit Otsus sesuai dengan tujuannya”, terang Dwi.

Lanjutnya, “Faktor Kepemimpinan sangat esensial, terutama di masyarakat yang sifatnya komunal atau kebersamaan. Faktor kepemimpinan di daerah Asia, menjadi sentral karena bisa menjadi good father, kemana masyarakatnya akan di bawa”.

Peneliti di wilayah Papua Barat yang menghasilkan 1 buku cukup komprehensif untuk menggambarkan kehidupan sosial dan budaya di 13 Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua Barat ini, menyodorkan pertanyaan, “apakah sistem pemilihan yang ada sekarang di Provinsi Papua dan Papua Barat sudah bisa menghasilkan pemimpin yang ideal?”

Dengan demikian, sebut Dwi “Perlu ada konsep kepemimpinan yang kuat, bahkan yang sangat kuat hingga cenderung keras, namun berpihak penuh pada masyarakatnya”.

Saat Webinar Berlangsung

Budi Arie Setiadi, Wakil Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia

Mamberob Yosephus Rumakiek S.Si., M.Kesos, Anggota DPD RI dari Provinsi Papua Barat.

 Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si., Tenaga Ahli Utama KSP

Dr. Ir. Anton Tarigan, MBA, Pemerhati Pembangunan Sosial Kemasyarakatan Papua

Dr. Herry Saragih, Sekjend Senkrisindo

Dwi Urip Premono, Penulis Buku Papua dan Direktur Pusat Kajian dan Pelatihan Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya.

Oleh Ashiong P. Munthe



Leave a Reply