Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Tujuan Kita : Umat Keturunan Adam – Bagian 4




Setelah mempelajari asal-usul kita, apa tujuan kita?

Tujuan manusia diciptakan adalah untuk menjadi pemerintah yang memiliki dominion. Bagian kedua dari Kejadian 1:26 berkata: “…supaya mereka ‘berkuasa’ atas ikan-ikan di laut dan burung- burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Perhatikan kata-kata ini tidak diucapkan mengenai Adam sebagai individual, melainkan umat keturunan darinya: “supaya ‘mereka’ berkuasa…”

Umat Adam diciptakan untuk memerintah seluruh bumi – laut, bumi, udara dan semua makhluk yang menghuni daerah-daerah ini. Adam menjadi representatif Allah untuk menjalankan otoritas yang diberi Allah atas seluruh bumi. Ketika makhluk-makhluk lain di bumi bertemu Adam, mereka akan mengenali dalam dirinya kemiripan dengan Pencipta sementara ia menjalankan kuasa (dominion) yang diimpartasi oleh Pencipta padanya.

Ini diungkapkan dengan jelas dalam Mazmur 8:4-9: “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?

Apakah manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?

Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala- galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: kambing domba dan lembu sapi sekalian juga binatang-binatang di padang; burung- burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.”

Kata-kata ini dikutip dalam Ibrani 2:6-8 dan diaplikasikan pada Yesus sebagai kepala umat Adam. Semua telah diletakkan dibawah dominion umat Adam. Dalam Yesus, umat Adam menerima penggenapan tujuannya. Sebelum itu, tujuannya belum digenapi. Ada sesuatu bahkan dalam manusia berdosa yang tahu bahwa ia diciptakan untuk memerintah. Namun kapasitasnya untuk memerintah lemah karena dosa di dalam dirinya.

Tidak mengherankan bahwa manusia telah mengeksplorasi seluruh bumi dan bahkan pergi ke bulan. Itu ekspresi kodrat didalamnya. Ia dibuat untuk mengeksplorasi, dibuat untuk mendominasi, dibuat untuk mengendalikan. Namun ia kekurangan otorisasi ilahi sampai ia sendiri berada dibawah kendali Allah.

Ciri unik Adam selanjutnya “kemitraan dengan Allah.” Dalam kapasitas ini, Adam dibuat bertanggungjawab untuk mengklasifikasi seluruh dunia hewan. Ini dicatat dalam Kejadian 2:19-20:

“Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.

Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung- burung di udara dan kepada segala binatang hutan.”

Dalam bahasa Ibrani yang mana Alkitab pada mulanya berasal, pemberian nama tidak dilakukan secara serampangan. Nama selalu mengekspresi kodrat. Allah membawa seluruh ciptaan binatang kehadapan Adam dan mengamanatkannya untuk memberi mereka “nama.” Adam memberi mereka nama, dan setiap binatang yang Adam sebut, itu namanya.

Adam mampu memberi setiap binatang namanya yang tepat. Ini mengindikasi bahwa Adam mengerti hubungan diantara makhluk- makhluk: urutan mereka, spesies mereka dan seterusnya. Dengan kata lain, ia memiliki apa yang kita sebut pengetahuan ilmiah, bukan melalui eksperimen, namun melalui pewahyuan ilahi yang tumbuh dari hubungannya dengan Allah.

Adam dalam hubungan awalnya dengan Allah memiliki intuisi sempurna. Ia bisa melihat secara intuitif setiap hubungan dalam dunia binatang dan lalu mengekspresikannya dengan nama yang ia beri. Ciri unik Adam yang terakhir adalah “disediakan jodoh.” Dikatakan dalam Kejadian 2:20-24: “tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia” (ayat 20). Frasa “penolong yang sepadan dengan dia” dalam Ibrani adalah “ezer k’negdo,” yang berarti “penolong yang berdiri dihadapannya.” Ini karena ketika Adam telah melihat semua binatang, tidak ada yang secara pribadi ia bisa berhubungan dengannya.

“Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (ayat 21-24).

Adam mendapat hak istimewa untuk menikmati beraneka ragam orde dan kesempurnaan ciptaan Allah. Namun masih ada sesuatu yang kurang. Tidak ada makhluk yang dengannya Adam bisa berhubungan setingkat dengannya dan berbagi semua yang ia alami.

Lagipula semua arak-arakan ciptaan binatang sudah berlalu dari hadapan Adam, namun tetap tidak ada siapa pun dengannya ia bisa berbagi. Allah dengan sengaja mengaturnya demikian. Ia menunjukkan Adam apa yang Ia Sendiri inginkan dan Ia menunjukkannya dengan membuat Adam menginginkan hal yang sama. Apa yang Allah paling inginkan dan apa yang Ia ingin Adam alami adalah “persekutuan.”

Setelah mendemonstrasikan pada Adam kebutuhannya untuk bersekutu, Allah melakukan operasi unik. Ia mengambil satu dari tulang rusuk Adam dan darinya Ia “membentuk” perempuan dan menempatkannya dihadapannya untuk menjadi “penolongnya.” Respons Adam, “Ini seseorang yang aku sudah tunggu. Ini tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Ini gambaran jelas, Yesus dan Gereja. Ketika Yesus tidur didalam kuburan, Allah mengambil dari kematian-Nya Mempelai untuk Yesus. Gereja untuk Yesus seperti Hawa untuk Adam, tulang dari tulang-Nya dan daging dari daging-Nya, dan maka memenuhi kerinduan-Nya untuk bersekutu.

Maksud dan tujuan tertinggi Allah adalah “bersekutu” dengan manusia. Kita akan meringkas dengan singkat lima karakteristik Adam, yang mana berlaku bagi setiap dari kita sebagai keturunan Adam, dan mengungkap banyak akan kebutuhan terdalam hidup kita.

Pertama, “metode penciptaan”: Tubuh Adam dibentuk dari tanah liat dan dihembusi Roh Allah Mahabesar yang membawa Allah dan Adam kedalam persekutuan muka dengan muka. Ini dasar hubungan Adam dengan Allah yang memberinya kapasitas untuk bersekutu dengan Allah – yang tidak dialami makhluk lain.

Kedua, “kodrat khusus manusia”: di dalam dirinya Adam diciptakan dengan kemiripan (serupa) dengan Allah secara spiritual, moral dan intelektual. Di luar dirinya, bentuk fisikalnya, mencerminkan bentuk Pencipta.

Ketiga, “tujuan penciptaan manusia”: agar Adam menjalankan otoritas sebagai representatif Allah atas seluruh bumi.

Keempat, “posisi manusia sebagai mitra Allah”: pada titik tertentu dalam hubungan-Nya dengan Adam, Allah menyingkir dan berkata, “Adam, menurutmu binatang-binatang ini harus kita sebut apa?” Maka Adam diberi tanggungjawab mengklasifikasi dunia binatang.

Kelima, “menyediakan penolong”: Allah memprovokasi dalam diri Adam akan kebutuhan untuk seseorang yang dengannya ia bisa berbagi persekutuan pribadi dengan intim. Lalu Ia memenuhinya dengan memberi Hawa. Ini menjadi pola hubungan yang Allah bangun antara Kristus dan Mempelai-Nya, Gereja.

Dalam menjalankan tanggungjawabnya, Allah memberi Adam kebebasan kehendak. Ia selalu bisa memilih untuk mentaati atau tidak mentaati. Kebebasan memilih “tidak berarti” tidak ada pilihan. Setelah menciptakan Adam, Allah tidak tinggal disekitarnya, seperti pengawas yang bertugas, mengikuti Adam dan memerintahkan, “Lakukan ini!” atau “Jangan lakukan itu!”

Allah meninggalkan Adam dan Hawa untuk jangka waktu signifikan. Kejadian 3:8 menggambarkan, “TUHAN Allah, berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk.” Jelas Allah tidak di Taman sepanjang hari. Ia biasa mengunjungi dan bersekutu di malam hari.

Meskipun Allah tidak hadir secara pribadi dan permanen di Taman, Ia meninggalkan pada Adam satu representatif permanen, satu hal yang selalu mewakili Allah, satu hal yang tidak pernah meninggalkannya. “Firman-Nya.” Allah meninggalkan Adam firman.

Ini perlu ditekankan karena ada paralel antara situasi ini dan ciptaan baru dalam Kristus. Ketika kita diciptakan baru dalam Kristus, Allah tidak mengikuti kita kemana kita pergi seperti pengawas, dan memerintahkan, “Lakukan ini!” atau “Jangan lakukan itu!” Namun Ia meninggalkan dengan kita satu representatif permanen dari diri-Nya sendiri: Firman-Nya. Dalam Yohanes 14:23, Yesus berkata pada Yudas bin Yakobus: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.”

Bagaimana Ia datang kepada kita? Bagaimana Ia diam bersama dengan kita? Ia datang kepada kita dan tinggal dengan kita “melalui Firman-Nya.” Tempat yang Firman Allah miliki dalam hidup kita adalah tempat yang Allah Sendiri miliki. Kemuliaan dan kehormatan yang karenanya kita berhutang pada Allah, kita berhutang pada Firman-Nya. Kita tidak mengasihi Allah lebih daripada kita mengasihi Firman-Nya. Tes dari hubungan kita dengan Allah adalah sikap kita terhadap Firman-Nya.

Demikian pula dengan Adam. Dasar hubungannya dengan Allah adalah hubungannya dengan Firman Allah. Allah tidak memberi Adam seluruh Alkitab. Ia memberinya dua ayat: Kejadian 2:16-17:

“Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas. Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Itu Firman “TUHAN Allah.” – Kebenaran. Dalam Kejadian 3:4, meski demikian, Satan berkata: “Sekali-kali kamu tidak akan mati.”

Itu kebohngan – kebohongan Satan. Adam dan Hawa dikonfrontasi dengan situasi dimana mereka harus membuat pilihan antara kebenaran Allah dan kebohongan Satan. Kesalahan tragik mereka adalah mereka menolak kebenaran Firman Allah dan menerima kebohongan Satan.

“Kita bisa berdosa dan lolos darinya.” Itu “kebohongan.” Namun kebenaran berkata lain: “sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Keturunan Adam masih dikonfrontasi dengan pilihan yang sama, yang Adam sendiri harus buat di Taman. Kita hari ini masih harus membuat pilihan kita. Kita tidak bisa netral. Kita masing-masing menentukan tujuan kita dengan cara kita merespons pada Firman Allah.

Catat tiga fase berturut-turut sementara Allah memberinya pada Adam. Pertama, ada “ijin.” Allah mulai dengan yang positif: “Semua pohon dalam Taman ini boleh kamu makan buahnya dengan bebas kecuali satu.” Selanjutnya ada “larangan”: “tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya.” Terakhir, fase ketiga “peringatan.” Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”

Selama Adam percaya dan mentaati Firman Allah, tidak ada kejahatan bisa menyentuhnya. Tidak ada yang bisa mengambil kedamaiannya, hidupannya atau berkatnya. Namun pada saat ia menolak Firman Allah, meskipun Allah tidak secara pribadi hadir di Taman pada waktu itu, ia sudah menolak Allah. “Sikap kita terhadap Firman Allah menentukan hubungan kita dengan Allah.” Sikap kita terhadap Firman adalah sikap kita terhadap Allah.

Perhatikan hubungan antara ciptaan yang digambarkan dalam Kejadian dan ciptaan baru dalam Kristus. Ketika Allah menciptakan Adam Ia tidak melihat kesekeliling dan berkata, ” Dimana kita akan menaruhnya? Apa yang akan ia makan? Segala sesuatu yang Adam

butuhkan disediakan dengan sempurna. Ia menaruh Adam dalam situasi dimana setiap kebutuhan sudah di urus – kecuali menyediakan jodoh. Adam tidak membutuhkan apa-apa – semuanya lengkap. Ada satu syarat untuk tetap tinggal dalam pemeliharaan sempurna ini: percaya dan mentaati Firman Allah.

Dalam Perjanjian Baru, hal yang sama berlaku bagi setiap orang yang diciptakan baru dalam Kristus. Ketika Allah menciptakan orang berdosa baru dalam Kristus, Ia tidak melihat kesekeliling dan berkata, “Apa yang Aku akan lakukan untuknya? Bagaimana Aku menjaganya? Dari mana ia akan hidup? Bagaimana ia akan menemukan jawaban-jawaban untuk problemnya?

Dalam ciptaan baru, segala sesuatu yang kita butuhkan sudah disediakan dalam Kristus. Seperti Adam di Taman, kita ditempatkan dalam pemeliharaan lengkap dan sempurna. Ini jelas digambarkan dalam 2 Petrus 1:2-4: “Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita.

Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib.

Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.”

Perhatikan struktur kalimat yang digunakan dalam ayat ini: “Kuasa ilahi-Nya ‘menganugerahkan’ kepada kita” – bukan “akan” memberi namun “sudah” memberi kepada kita – “segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh.” Allah tidak harus memberi kita apapun lagi. Semua sudah diberikan pada kita dalam Yesus Kristus. Semua datang melalui pengetahuan kita akan Kristus dan semua terkandung dalam janji-janji yang berharga dan sangat besar – Firman-Nya.

Adam diciptakan dan ditaruh dalam tempat pemeliharaan sempurna. Tidak ada satu pun yang kurang. Satu-satunya syarat untuk tetap tinggal disana adalah percaya dan mentaati Firman Allah.

Demikian pula, kita diciptakan baru dalam Kristus, ditaruh dalam pemeliharaan lengkap dan sempurna. Segala sesuatu yang kita butuhkan, untuk waktu dan kekekalan, sudah disediakan. Satu- satunya syarat untuk tetap tinggal dalam pemeliharaan sempurna ini adalah percaya dan mentaati Firman Allah. Kesalahan Adam ia tidak berserah pada otoritas Firman Allah. Itu juga kesalahan dasar dan besar kita sebagai orang-orang Kristen hari ini.

 

OLEH : LOKA MANYA PRAWIRO



Leave a Reply