Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Motivasi Beragama dalam Kekristenan




eBahana.com – Motivasi adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan tema “motif-motif”. Dalam bahasa Inggris disebut motive,  dari kata motion, yang artinya gerakan atau sesuatu yang bergerak. Karena itu, motivasi erat berhubungan dengan “gerak”, yaitu gerakan yang dilakukan manusia atau tingkah laku. Jadi, situasi tersebut dan tujuan akhir gerakan atau perbuatan adalah tingkah laku.

Tentang peran, setidaknya ada empat peran motivasi itu. Pertama, motivasi berfungsi sebagai pendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Kedua, motivasi berfungsi untuk menentukan arah dan tujuan. Ketiga, motivasi berfungsi sebagai penyeleksi perbuatan yang akan dilakukan manusia baik atau buruk, sehingga tindakannya selektif. Keempat, motivasi berfungsi sebagai penguji sikap manusia dalam beramal, benar atau salah.

Sedangkan motivasi beragama didorong oleh keinginan untuk mendekatkan diri dan menghamba atau mengabdikan diri kepada Allah. Tujuannya adalah nilai-nilai ibadah dan pendekatan dirinya kepada Allah tidak termotivasi keinginan untuk masuk surga atau takut masuk neraka. Dengan demikian, sifat motivasi ini sangat interpersonal dalam relasi Allah dengan manusia.

Karakteristik Dasar Eksistensi Manusia

Kita mengenal bahwa hidup manusia dalam kondisi ketidakpastian. Maksudnya, keamanan dan kesejahteraan di luar jangkauan mereka. Alasannya, meskipun semua usaha sudah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan saksama tetapi tidak terlepas dari kekecewa­an sehingga menjadi kecewa. Ketidakberdayaan ditandai oleh meski­pun kemampuan manusia semakin meningkat, pada dasarnya terbatas untuk mengendalikan dan memengaruhi kondisi hidup sehingga terjadi konflik antara keinginan dan ke­nyataan. Dengan kata lain, tidak semua yang diinginkan bisa diperoleh. Kelangkaan terjadi karena ada ketidakaturan alokasi terhadap fasilitas dan ganjaran yang terjadi di tengah masyarakat. Ketiga hal ini merupakan titik kritis manusiawi yang membuat manusia melarikan diri kepada agama. Namun, di tengah situasi psikologis, yang mengecewakan ini, Yesus berkata, “…sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa…” (Yoh. 15:5b).

Kehidupan setelah Kematian

Secara medis, ke­matian adalah akhir kehidupan dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya mati secara permanen karena penyakit atau kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup membusuk. Dengan mengenal kematian, seseorang akan merujuk pada keselamatan. Dalam doktrin Kristen tentang ke­selamatan, Allah telah menyelamatkan kita melalui Kristus (Yoh. 3:17). Secara khusus, kematian dan kebangkitan-Nya menghasilkan keselamatan kita (Rm. 5:10; Ef. 1:7). Kitab Suci menjelaskan bahwa keselamatan adalah karena anugerah dari Allah (Ef. 2:5,8) dan hanya tersedia melalui iman di dalam Yesus Kristus (Kis. 4:12). Jika ingin selamat, Injil mengenai kematian dan kebangkitan Yesus didengar (Ef. 1:13), kemudian percaya dan menerima Yesus secara penuh (Rm 1:16). Hal ini meliputi pertobatan, perubahan pikiran mengenai dosa dan Kristus (Kis. 3:19), dan berseru kepada nama-Nya (Rm. 10:9-10, 13). Di tengah pergulatan untuk selamat, Yesus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku (Yoh. 14:6).

 

Menanti  Kedatangan Ratu Adil 

Ratu Adil  (Mesias) diharapkan kedatangannya karena masyarakat dilanda krisis kepemimpian dan krisis multidimensional. Krisis ini dapat dilihat ketika harga kebutuhan pokok naik, kemiskinan yang mem­perpuruk masyarakat, dan  krisis sosial yang berakibat hilangnya kendali sosial. Selain itu, kredibilitas pemimpin di mata rakyat yang memudar menimbulkan krisis ke­pemimpinan. Untuk mengatasi situasi tersebut, masyarakat menemui jalan buntu karena mengalami frustasi setelah melihat kondisi yang ada. Kemudian, cara-cara yang anarkis, teror, amuk massa dan kekerasan sering dilakukan. Di tengah situasi itu masyarakat berharap dan mendambakan akan kedatangan Ratu Adil yang mampu membawa perubahan kehidupan yang lebih baik, bermartabat dan berbudaya, serta menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.

Di dalam Kidung Pasamuwan Jawi nomor 139 ada lagu berjudul Gusti Yesus Ratu Adil. Dalam liriknya tertulis…”Ratu Adil, Panetep panata gami, kang mengku sajagad rat. Gustine pra umat…” (Ratu Adil, penentu dan penata agama, yang menguasai dunia. Tuhan seluruh umat). Melalui lagu ini, tampaknya, orang Jawa sudah menobatkan Yesus sebagai Ratu Adil. Tentang Ratu Adil, ia tidak hanya secara politis tetapi eskatologis. Namun karena Yesus pernah berkata, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini” (Yoh. 18:36), artinya Dia tidak datang untuk mendirikan pemerintahan teokratis yang politis-religius atau menjadi penguasa dunia. Karena hal itu, mesianisme Yesus akan tepat dipahami jika secara eskatologis. Artinya, Yesus orang Nasaret adalah Mesias yang telah datang ke bumi dan akan datang kembali ke bumi pada akhir zaman. Dengan kata lain, kedatangan-Nya selalu identik dengan akhir zaman. Pada waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua bangsa di bumi akan meratap dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. (Mat 24:30) (ryp)



Leave a Reply