Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kegembiraan yang Mematikan




Sumber: dinglah.com

Perhatikanlah lewat menu makan malam yang kita nikmati, dalam sepiring nasi dengan lauk pauknya, terkandung cinta dan pengorbanan yang begitu besar.

Siang menjelang sore ketika saya sampai di rumah, setelah sepanjang pagi saya melakukan kegiatan di luar rumah, saya membuka telepon genggam saya. Saya membalas beberapa pesan yang dikirimkan, dan kemudian membuka-buka beberapa kiriman berupa tulisan atau video dari banyak teman. Salah satu dari video yang saya terima adalah video tentang sejumlah orang yang dengan penuh keceriaan menikmati makan bersama: mereka tertawa dan berteriak, bertepuk tangan dan bersorak di sebuah meja makan berbentuk bundar.

Sementara di meja makan terdapat dua kompor portable dengan panci air panas dan alat panggang dengan warna merah menyala–pertanda bahwa alat panggang itu dalam keadaan panas. Rupanya yang membuat mereka tampak gembira itu bukan karena makan bersamanya, melainkan karena sensasi yang mereka alami dalam makan bersama tersebut.

Menu makan mereka semua berasal dari binatang-binatang laut yang masih dalam keadaan hidup:  binatang-binatang itu bergerak, merayap, dan meloncat. Namun, kemampuan mereka untuk menyelamatkan diri tampak sia-sia karena selalu saja mereka bisa dijepit dengan sumpit dan kemudian dalam keadaan hidup dimasukkan dalam panci berisi air panas ataupun alat pemanggang yang membara.

Hasilnya adalah: kepiting, belut, udang, kerang, dan gurita meronta menahan sakit dan kemudian mati perlahan-lahan sebelum di santap. Sementara, mereka yang makan menyaksikan itu sebagai sebuah pertunjukkan: mereka menikmati penderitaan makhluk-makhluk lemah itu dengan tawa lepas sebelum mereka menyantapnya. Sungguh sebuah pemandangan yang “mengerikan”, pesta kematian bagi makhluk lemah yang tidak mampu menolong dirinya sendiri dan kegembiraan bagi sebagian makhluk lain yang mampu menunjukkan dominasi dan kekuasaannya. Mereka yang saat itu menjadi penentu nasib dan kehidupan mahluk lain dengan cara yang tampak kejam. Mereka yang makan sambil tertawa-tawa itu tidak hanya tidak menghargai kehidupan, tetapi juga yang tidak mengapresiasi kematian sebagai sebuah pengorbanan.

 Pengorbanan dalam Piring Kita

Bukankah hewan-hewan laut itu tidak punya pilihan lain ketika mereka tertangkap jaring nelayan, itu berarti mereka menyerahkan nasibnya pada takdir kematian bagi manusia. Mereka menyediakan dan membiarkan dirinya mati demi untuk manusia dapat hidup. Mereka rela menghentikan kehidupan yang seharusnya mereka masih nikmati demi untuk manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

Untuk pengorbanan hidup yang demikian besar, tidaklah sepantasnya jika kita mempermainkan kematiannya dengan cara yang hanya mendatangkan kesenangan bagi diri kita sendiri,  tetapi menambah penderitaan bagi mereka.

Perhatikanlah lewat menu makan malam yang kita nikmati, dalam sepiring nasi dengan lauk pauknya, terkandung cinta dan pengorbanan yang begitu besar. Pengorbanan yang diberikan oleh sesama makhluk Tuhan bagi kita. Saat itulah aku ada karena ciptaan lain itu ada.

Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk menghargai semua: menghargai mereka yang rela mempersembahkan dirinya demi untuk kita tetap hidup. Buatlah kematian mereka yang memberikan pengorbanan menjadi kematian yang mulia. Dan kita sendiri menjadi makhluk Tuhan yang pantas baik di hadapan Dia–Sang Pemilik kehidupan, maupun di hadapan sesama sebagai sesama makhluk Tuhan yang melakukan perjalanan ziarah di tengah-tengah dunia ini. Mari kita selesaikan perjalanan kita dengan hidup tanpa saling menyakiti.

Oleh Imanuel Kristo.



Leave a Reply