Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pentingnya Membaca Alkitab Bersama Anak




eBahana.com – Ketika salah satu anak kami mulai duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK), gurunya
senang melihat kemampuan membacanya. Tulisan-tulisan di dinding kelas dibacanya dengan bersuara untuk merangkai kata. Teman-temannya mendengarkan. Tidak demikian kemampuan kawan-kawannya sekelas.
“Bagaimana anak Bapak bisa membaca begitu cepat? Apakah ia diajari sejak usia 2 tahun?” begitu pertanyaan gurunya. “Oh, tidak Bu Guru. Kami di rumah hanya terbiasa membaca Kitab Suci setiap hari setelah makan malam. Ketika anak ingin ikut membaca, saya pegang jarinya sambil menunjuk kata dan kalimat lalu membacakannya. Lama kelamaan ia mengenal huruf dan dapat merangkai kata bahkan kalimat,” demikian penjelasan saya.

Pengalaman lain
Baru-baru ini kawan saya yang adalah Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) menyatakan pengalaman serupa. Kedua anaknya cepat belajar membaca karena buah dari kebiasaan membaca Alkitab bersama di rumahnya. Menurutnya, ketika anak ditinggal di rumah bersama pembantu, anak itu sering membuka Alkitab dan mencoba membacanya. “Jadi, saya dan istri tidak pernah khawatir iman anak balita kami akan dipengaruhi pembantu yang tidak seiman. Kalau kami berdua sudah di rumah pada malam hari, sesudah makan malam anak itu yang kerap membawa Alkitab supaya kami membaca bersama. Lalu saya memberi penjelasan sederhana dan akhirnya kami berdoa,” demikian penuturannya.

Inspirasi dari Alkitab
Manfaat membaca Kitab Suci tampaknya dialami oleh Timotius, anak rohani Rasul Paulus. Dalam surat kirimannya Paulus menuliskan: ”Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus,” (2
Tim. 3:15). Tujuan kalimat itu jelas, yakni memberi motivasi agar anak rohani Paulus melanjutkan tradisi membaca Kitab Suci meskipun ia sudah dewasa bahkan telah berperan sebagai pelayan Tuhan dalam jemaat di Kota Efesus. Rasul Paulus mengerti bahwa Kitab Suci adalah pendidik yang mampu mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran. Pendidik tidak selalu harus
manusia. Kitab Suci juga bisa menjadi guru yang baik.

Eunike, ibu Timotius dan neneknya Lois, keduanya wanita Yahudi yang sudah biasa membaca Kitab Suci Perjanjian Lama kala itu. Kedua wanita itulah yang membiasakan diri membaca Kitab Suci bahkan ketika Timotius “masih kecil” (infant= Inggris; brephous= Yunani). Bisa juga diartikan bahwa kata itu menunjuk kepada sejak Timotius baru dilahirkan. Malah kata brephous bisa berarti bayi dalam kandungan. Menurut
para ahli ketika bayi dalam kandungan berusia 4 atau 5 bulan, pendengarannya sudah berfungsi dengan baik.
Begitu juga dengan syaraf memorinya. Jadi, pembacaan Alkitab yang dilakukan ibu dan nenek, secara tidak langsung berguna bagi Timotius. Peletakkan dasar mengenal kebenaran Tuhan berarti sudah dimulai pada waktu ia masih bayi atau kanak-kanak.

Kitab Ulangan 6:6-9 mendesak orangtua mengajari anaknya setiap hari agar semakin mengenal Tuhan. Pengenalan akan Tuhan ini akan menjadi dasar yang kuat. Pesan Tuhan Yesus dalam Alkitab supaya tidak
memandang sepele iman seorang anak kecil, telah memotivasi orangtua untuk membiasakan anak membaca Alkitab. Dengan cara itu banyak orangtua yakin seperti sedang membawa anak mereka kepada Tuhan Yesus agar diberkati-Nya. Kehadiran dan karya Roh Tuhan yang memberikan pengetahuan, membangkitkan pemahaman juga menimbulkan sukacita yang dirasakan oleh banyak keluarga. Allah memakai firman-Nya dari
Kitab Kejadian sampai Wahyu untuk menyatakan berkat dan hikmat.

Sikap di Sekolah Minggu
Seorang guru Sekolah Minggu yang kini memiliki anak berusia sekitar dua tahun mendapati bahwa beberapa anak senang mendengarkan cerita yang disampaikannya, tetapi cukup banyak yang tidak demikian. Sementara ia bercerita, anak mengalihkan perhatian ke temannya. Lalu timbul pikirannya untuk bertanya kepada anak-anak. “Siapa di antara kalian yang membaca Alkitab bersama orangtua di rumah?” Beberapa anak saja yang angkat tangan. “Siapa di antara kalian yang tidak membaca Alkitab bersama ayah dan ibu?” Guru itu terkejut
melihat lebih banyak yang mengangkat tangan. Mereka itu adalah anak-anak yang kurang menaruh minat pada cerita guru.

Karena penasaran ia menanyai teman guru Sekolah Minggu yang lain. Pengalaman serupa ditemukan. Guru ini akhirnya menyimpulkan bahwa kalau anak bersama orangtua rajin membaca Alkitab di rumah, ia akan mencintai Alkitab dan ingin tahu cerita-cerita di dalamnya. Ia amat menyayangkan kalau orangtua tidak memberi waktu untuk membaca Alkitab bersama anak. “Sibuk bukanlah alasan. Penyebabnya adalah orangtua
tidak menyadari nilai dan manfaat besar pembacaan Alkitab,” demikian tegasnya.

Selagi anak masih begitu bergantung pada orangtua dan mau mendengarkan serta meniru teladan hidup
mereka, kesempatan ini patut dimanfaatkan dengan baik dan konsisten terutama dalam hal membaca Alkitab. Setengah jam saja bersama anak dalam kegiatan itu akan menuntun anak mensyukuri bahwa orangtuanya
telah menanamkan landasan teguh. Kalau tidak demikian, pada diri anak dapat tumbuh kekecewaan bahkan kemarahan.

B. S. Sidjabat, EdD, Educator, Counselor dan Dosen tetap pada Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus (STAT) Bandung.



Leave a Reply