Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Target Pemerintah Vaksinasi dalam 300 Hari Harus Bisa Selesai 70%




eBahana.com – Pemerintah membutuhkan dukungan semua pihak, baik dari lembaga maupun masyarakat luas agar vaksinasi bisa berjalan secara tuntas untuk mengurangi penularan Covid-19. Target pemerintah adalah vaksinasi bisa selesai dalam 300 hari dengan capaian 70% dari seluruh masyarakat Indonesia agar mendapat kekebalan kelompok atau herd immunity.

Hal ini diutarakan Plt. Direktur Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS, dalam Study Meeting ke-2 yang diselenggarakan Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) pada Rabu (16/03/21) dengan tema “Penguatan Sistem Kesehatan Nasional dalam Mendukun Vaksinasi Covid-19”.

“Untuk mendapat kekebalan kelompok atau herd immunity harus bisa mencapai 70% penduduk Indonesia atau sekitar 181 juta jiwa yang divaksin dalam setahun. Herd immunity tidak akan terjadi, jika vaksinasi dilaksanakan lebih dari 1 tahun, apalagi sampai 2 tahun. Situasi saat ini, sudah bisa mencapai di atas 350-400 ribu vaksinasi per hari. Harapan pemerintah ke depannya, saat dosis vaksi sudah banyak, maka vaksinasi bisa mencapai 1 sampai 1.5 juta per hari melalui sentra-sentra vaksinasi. Target pemerintah, bisa selesai vaksinasi dalam 300 hari. Hal ini membutuhkan dukungan masyarakat luas”, tutur dr. Maxi.

Saat ini Indonesia telah memasuki vaksinasi tahap ke-2, yaitu pada gelombang pertama sudah mencapai 38,5 Juta vaksin. Vaksin ini diberikan hingga Juni 2021 secara bertahap untuk lansia dan petugas publik. “Saat ini Indonesia telah memulai vaksinasi tahap 2. Gelombang pertama sudah ada 38,5 Juta vaksin tersedia secara bertahap bagi lansia dan petugas publik hingga Juni 2021. Pada gelombang kedua, periode Vaksinasi Juni 2021-Maret 2022 akan semakin besar, yaitu untuk umum mencapai 77,7 Juta”, Jelas dr. Maxi.

 

KEMAMPUAN INDONESIA PALING TINGGI DI ASIA

Kemampuan Indonesia dalam mengadakan vaksin bagi warganya di kawasan Asia masuk dalam kategori yang paling tinggi. Untuk dunia, Indonesia masuk dalam peringkat 7 atau 8. Artinya Indonesia cepat tanggap dalam menangani covid-19 ini. Seperti yang dijelaskan oleh dr. Maxi bahwa “Kemampuan Indonesia dalam mengadakan vaksi termasuk yang tertinggi dengan peringkat antara 7 atau 8 di dunia yang sudah melakukan vaksin. Untuk Asia, Indonesia yang paling tinggi dalam melakukan vaksinasi”.

 

STRATEGI PENANGANAN PANDEMI COVID-19

Salah satu strategi menangani pandemi Covid-19 adalah dengan protokol kesehatan. Penerapan protokol kesehatan diawali dengan kesadaran masyarakat untuk terus menerus membiasakannya. Meskipun sudah ada vaksin, masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan, sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah bahwa pandemi sudah berakhir.

Seperti yang disampaikan dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS, bahwa “strategi penanganan pandemi covid-19 di Indonesia, adanya perubahan prilaku dengan menerapkan protokol kesehatan. Kemudian, melakukan deteksi, yaitu scaling up testing di seluruh Indonesia, meningkatkan pelacakan kontak erat, dan strategi surveilans genomik untuk mendeteksi strain baru virus SARS-COV2”.

Bagi yang sudah tertular, menurut dr. Maxi “Harus ada terapi, yaitu dengan isolasi mandiri atau ke Rumah Sakit”. Pemerintah terus mengupayakan dan memantau ketersediaan tempat tidur, tenaga kesehatan, alat kesehatan, dan obat-obatan di rumah Sakit Rujukan covid-19.

Upaya terakhir yang bisa dilakukan untuk menyelesaian pandemi ini adalah vaksinasi. Menurutnya, saat vaksinasi, pemerintah terus mengupayakan agar vaksinasi berjalan secara massal dan ketersedian vaksin mencukupi dalam negeri. “Saat vaksinasi, maka harus menjamin ketersediaan vaksin dan logistik cold chain, memastikan distribusi vaksin berjalan dengan baik, dan akselerasi vaksinasi dengan cara massal dan gotong-royong”, tuturnya.

 

SOSIALISAI PRILAKU BARU

Membentuk prilaku baru dalam menerapkan protokol kesehatan tidak seperti makan cabe. Butuh proses dan waktu agar masyarakat secara sadar menerapkannya tanpa paksaan. Namun, untuk sosialisai ini dibutuhkan peran semua pihak, agar prilaku baru ini bisa dijalankan secara maksimal.

Membentuk perilaku, menurut dr. Evi Douren, membutuhkan waktu dan membutuhkan keterlibatan banyak pihak. “Untuk membentuk perilaku masyarakat, tidak seperti makan cabe yang langsung terasa pedasnya. Membutuhkan waktu yang lama. Membentu perilaku, tidak bisa dilakukan sendirian, harus dilakukan secara bersama-sama atau kolektif. Perlu ada tanggung jawab publik untuk membentu perilaku ini”, tutur dr. Evi Douren anggota PIKI ini.

Dokter alumnus UKI ini, menjelaskan lebih lanjut “Kegiatan peningkatan perubahan perilaku atau membentuk perilaku baru (new health behavior) gunanya adalah untuk menurunkan risiko penyakit. Jadi, harapannya yang masuk rumah sakit bisa berkurang banyak. Untuk menghilangkan sama sekali, untuk masuk rumah sakit, tentunya tidak mungkin. Namun, tidak masif lagi yang diurus oleh tenaga kesehatan, baik dari aras Puskesmas. Dengan demikian, penguatan fungsi Puskesmas dapat dilakukan, demikian juga penguatan imunisasi”.

Sementara itu, pihak pemerintah melalui Depkes, untuk membentuk prilaku baru terkait pandemi adalah sosialisai dengan bekerja sama dengan masyarakat luas. “Strategi Depkes untuk membentuk prilaku baru terkait pandemi Covid-19 ini adalah sosialisai melalui puskesmas secara terus menerus terkait prilaku baru, yaitu 3 M. Memperkuat gerakan PKK melalui Ibu-ibu dan memperkuat tokoh-tokoh kunci, tokoh-tokoh agama, misalnya melalui gereja untuk terus mengampanyekan 3 M. Sekalipun sudah divaksin, harus tetap menerapkan 3 M. Untuk itu pemerintah tidak bisa sendirian, harus melibatkan masyarakat luas”, jelas dr. Maxi.

Menurut dr. Evi Douren bahwa peningkatan perilaku menjadi kunci utama agar bisa menekan pengeluaran pemerintah. “Penguatan gerakan masyarakat sebagai bagian dari langkah promotif dan preventif itu dilakukan melalui kegiatan peningkatan perilaku. Perilaku menjadi kunci utama yang harus dibentuk, sehingga dana APBN maupun APBD, bisa dikurangi untuk membiayai saat kuratif”, tandasnya.

 

Pernah Terpapar, Jangan Takut Vaksin

Masyarakt dihimbau supaya tidak takut vaksin, meskipun sudah pernah terpapar covid-19. Ada banyak berita yang beredar dampak vaksin bagi yang pernah terpapar covid-19. Untuk meluruskan hal tersebut dr. Maxi menjelaskan kepada salah satu peserta yang mengutarakan ketakutannya untuk divaksin karena pernah terinveksi Covid-19. Penyintas bisa divaksi setelah tiga bulan terkena covid-19. “Dua bulan awal seseorang kena Covid-19, anti bodynya bisa mencapai 170-200. Anti body ini sudah cukup, namun ada penelitian, bahwa imun mulai menurun setelah 3 bulan terkena Covid-19, sehingga untuk penyintas direkomendasikan untuk divaksin setelah 3 bulan terkena Covid-19 agar anti body lebih kuat”, paparnya.

 

Penutup

Seluruh masyarakat perlu bahu membahu untuk menyukseskan target pemerintah agar vaksinasi bisa selesai dalam 300 hari dengan capaian 70% dari seluruh masyarakat Indonesia. Tujuannya agar mendapat kekebalan kelompok atau herd immunity. Lembaga keumatan, tokoh masyarakat, dan seluruh elemen bangsa harus mendukung program vaksinasi ini demi mengurangi hingga menghentikan penularan Covid-19. Seluruh masyarakat juga harus membentuk perubahan perilakunya sendiri dengan tetap menerapkan protokol kesehatan meskipun sudah divaksin sampai ada pengumuan resmi bahwa pandemi telah berakhir. Ashiong P. Munthe, dosen UPH, Tangerang. (Ashiong Munthe).

 

 



Leave a Reply