Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Penghormatan Terakhir Basuki Tjahaya Purnama kepada Pendeta Bigman Sirait




Jakarta, eBahana.com – Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Subroto dipadati ribuan orang yang berniat memberikan penghormatan terakhir kepada Pendeta Bigman Sirait. Ramai sekali. Berdesak-desakan. Bahkan tiga ruangan seukuran lapangan basket tidak cukup menampung para pelayat. Di luar ruangan pun dipasang tenda. Namun tetap saja kurang mencukupi.

Dilansir dari tulisan Birgaldo Sinaga yang diposting di laman instagramnya pada Selasa (2/7/2019) lalu, Birgaldo Sinaga menuliskan bagaimana gambaran sosok Pendeta Bigman Sirait di mata Basuki Tjahaya Purnama, yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Ahok.

Satu hari sebelumnya (1/7/2019) Birgaldo melayat di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Subroto. Sekitar pukul 20.30 wib, Birgaldo melihat Basuki Tjahaya Purnama masuk rumah duka. Basuki turut melayat Pdt Bigman Sirait. Pendeta Bigman sirait di mata Basuki merupakan sosok hamba Tuhan yang selalu berpegang teguh pada kebenaran firman Tuhan. Pendeta Bigman Sirait selalu menyampaikan firman Tuhan dengan berlandaskan pada sola fide, sola gratia dan sola scriptura.

“Orang yang tidak berdosa bukan sekedar tidak melakukan perbuatan dosa. Diam. Tidak melakukan apa-apa. Tapi orang yang tahu pekerjaan baik tapi tidak melakukan kebaikan itu juga sesungguhnya berdosa. Maka jika kamu beriman, bertumbuhlah dalam kebaikan. Berbuat baiklah bagi bangsa dan negara”. Kata-kata Pendeta Bigman Sirait membumi. Tidak melangit. Meskipun muara dari setiap suara kenabian yang disampaikannya selalu untuk kemuliaan Tuhan.

Basuki mengaku sangat kehilangan Pendeta Bigman Sirait. Menurutnya sama seperti dirinya juga sangat kehilangan sosok yang sulit dicari tandingannya dalam mencintai tanah air Indonesia ini. Sama seperti teman-teman pejuang NKRI lainnya yang tahu betapa besar rasa cinta tanah air dari Pendeta Bigman Sirait.

Kisahnya pada tanggal 15 April 2019, meskipun masih terbaring lemah di ruang ICU National University Hospital Singapore, dengan segenap kekuatan dan semangatnya Pendeta Bigman bersikeras pergi ke Kedubes Indonesia di Singapura. Ia memaksakan diri pergi ke sana dengan ambulan agar bisa menyuarakan suaranya dalam Pilpres 2019. Sekalipun sepulang dari mencoblos Pendeta Bigman Sirait pingsan dan kolaps lagi. Ia memanggil dokter spesialis yang sedang merawatnya. Lalu berbicara pelan kepadanya. “Dokter.. Saya mau pergi ke kedubes Indonesia. Saya mau memilih”, ujar pendeta itu pelan.

Dokter memberikan nasihat medis. Kondisinya belum memungkinkan. Sakit yang dideritanya itu terlalu parah. Sudah dalam tahap kritis. Baru saja operasi besar. Pendeta berambut putih itu bersikeras. Ia siap menerima risiko apapun untuk pilihannya itu. Baginya mencoblos lebih penting daripada kesehatannya. Ia tidak mau menjadi seorang pengecut. Para pahlawan bangsa sudah kehilangan nyawa dan harta agar negerinya merdeka dan punya hak suara. Ia tidak mau membuang haknya bersuara.

Dokter spesialis itu tidak punya pilihan. Ia menyerah. Pasien yang dihadapinya keras kepala. Tergolek lemah di ICU tapi berkeras mau memilih. Segera dokter itu memerintahkan para perawat menyiapkan semua keperluan peralatan medis dan ambulan. Selang infus masih menempel di tangannya. Peralatan medis lain masih menempel di dadanya. Selang oksigen diganti. Perawat bersiaga. Pendeta yang terbaring lemah itu berpindah ranjang. Tubuh ringkihnya dipindahkan ke dalam ambulan lengkap dengan selang oksigen masih menempel di hidungnya. Sekitar 30 menit jarak tempuh menuju Kedubes Indonesia. Beberapa petugas PPLN sudah bersiap menyambut. Tidak turun. Pendeta Bigman mencoblos di dalam ambulan. Yang penting pencoblosan harus berada dalam teritori TPS. Itulah nasionalisma dan patriotisme yang sudah ditunjukkan Pendeta Bigman Sirait. dbs.MK.



Leave a Reply