Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Mendiskusikan Pelayanan Peribadahan Gereja di CCCWM 2019




Jakarta, eBahana

Ibadah yang benar tidak hanya dilakukan dengan niat atau motivasi yang benar. Tata caranya pun harus benar. Namun karena setiap gereja memiliki latar belakang dan situasi pelayanan yang berlainan, tata pelayanannya pun tidak sama. Untuk mendiskusikan hal tersebut, pada tanggal 9-10 Agustus 2017 yang lalu, Coram Deo Worship Center and Studies mengadakan Conversation and Cross-Consultation on Worship Ministry 2019 (CCCWM 2019). Acara ini dilaksanakan di STT Reformed Indonesia (STTRI) dan dihadiri utusan dari 26 Gereja, 2 Sekolah Tinggi, dan 1 Sekolah Kristen.

Para pembicara utama di acara ini adalah narasumber Rev. (Em.) Frank Senn, Ph.D. (Garreth Evangelical Theological Seminary), Pdt. Budianto Lim, Th.M, D.W.S. (Ketua Prodi Magister STTRI), Ev. Jimmy Setiawan, M.T.S. (Pendiri WOW Ministry), dan Ev. Moe Ka Fat, M.C.M. (Bidang Musik dan Ibadah GII Hok Im Tong). Selain para narasumber tersebut, para peserta pun diberi kesempatan untuk saling membagikan pengalaman pelayanannya di gereja masing-masing. Tiga hal yang menjadi pokok diskusi adalah liturgy as belief, music as belief, dan worship ministry as belief.

Dalam paparannya, para narasumber menjelaskan tentang dinamika perkembangan tata pelayanan ibadah gereja dari masa ke masa. Mereka sepakat bahwa gereja tidak pernah membatasi perkembangan pola tata pelayanan. Hal tersebut bisa dibuktikan dari banyaknya jenis pola pelayanan liturgis yang dikenal di sepanjang sejarah. Bahkan di banyak gereja modern pun perbedaan-perbedaan tersebut masih dapat ditemukan. Meski begitu, setiap pola yang ada haruslah bersumber dari pengajaran firman Tuhan yang jelas dan Alkitabiah.

Bukan hanya tata pelayanannya yang harus diperhatikan, jemaat pun harus turut dilibatkan agar peribadahan menjadi sesuatu yang hidup. Pengabaian terhadap keterlibatan jemaat akan membuat tata ibadah menjadi sesuatu yang kosong, bersifat rutinitas, serta tidak memberi dampak apapun kepada jemaat.

Rev. (Em.) Frank Senn, Ph.D. secara khusus mengingatkan agar gereja tidak terjebak pengkotak-kotakan dalam pelayanan. Misalnya pengkotakan berdasarkan kebutuhan, relevansi, kesukaan, musik, dan lain sebagainya. Walau kedengarannya sepele, hal tersebut rentan membawa gereja pada persoalan baru. Yaitu munculnya pengelompokan di tengah jemaat. Pdt. Budianto Lim, Th.M, D.W.S. dalam presentasinya menyebut fenomena ini sebagai bentuk perpecahan terselubung. Dengan kata lain, zona nyaman yang diciptakan oleh kebaktian khusus berdasarkan homogenitas tertentu bisa menjebak. Sebab tanpa ada pengaruh keragaman, dengan berjalannya waktu, anggota dari komunitas yang homogen cenderung mengadopsi cara pikir yang makin sempit dan ekstrim.

Selain mendengarkan paparan para narasumber, para peserta juga diberikan kesempatan untuk saling membagikan pengalamannya terkait tata liturgi di gereja masing-masing. Dengan demikian, para peserta semakin memahami bahwa perbedaan tata liturgi di setiap gereja sengaja diadakan guna mengakomodir pelayanan kepada jemaat. Yang menarik, para peserta juga diberi kesempatan untuk berkomentar, memberi ide serta saran agar pelayanan di gereja tertentu makin baik. Robby Go



Leave a Reply