Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

7 Fakta Sebuah Kelompok Doa di Papua, Pemimpin Mengaku Setara dengan Yesus




Mimika, eBahana.com – David Kanangopme (45), Yohanis Kasamol (65), dan Salvator Kemeubun ditetapkan sebagai tersangka penodaan agama oleh polisi. Kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Kelompok Doa Hati Kudus Allah Kerahiman Ilahi ini dipimpin seorang pria bernama Salvator Kemuebun. Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto mengatakan, kelompok ini telah memakai kibat suci Agama Katolik. Namun, menyimpang jauh dari ajaran Katolik yang sebenarnya. Berikut 7 fakta dari Kelompok Doa Hati Kudus Allah Kerahiman Ilahi yang dianggap sesat:

1. ASN dan mantan pejabat di Papua

Dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka penodaan agama adalah seorang ASN dan mantan pejabat di Papua. Mereka adalah Johanis Kasamol (65), mantan pejabat di Pemkab Timika dan David Kanangopme (45) yang masih aktif sebagai aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Pemkab Mimika. Mereka diamankan pada Minggu (28/07) di tempat peribadatan mereka di Jalan Petrosea, Irigasi, Distrik Mimika Baru.

2. Menyimpang dari ajaran Katolik

Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto mengatakan, kelompok yang sudah ada sejak 2010 mengajarkan ajaran Katolik. Namun, ajaran kelompok ini justru menyimpang dari ajaran Katolik yang sebenarnya. Sebelum menetapkan pengikut kelompok ini sebagai tersangka, polisi telah meminta keterangan saksi ahli dari Kasi Urusan Agama Katolik Kementerian Agama Kabupaten Mimika. Termasuk melakukan klarifikasi dengan Pastor Gereja Katolik Santo Stefanus Sempan Lambertus Nita, OFM. “Kelompok ini memang sangat menyimpang dari Agama Katolik sehingga kami menyesal, sehingga saya menyerukan dari mimbar untuk mengamankan,” kata Pastor Lambertus.

3. Pemimpin mengaku diri setara dengan Yesus Kristus

David Kanangopme selaku pembina kelompok tersebut mengatakan awalnya mereka sebagai umat Katolik dan hanya membentuk sebuah kelompok doa. Ritual peribadatan semula masih sesuai ajaran Katolik, seperti tanda salib dan kalimat sahadat. Namun karena terpengaruh Salvator Kemeubun selaku pendiri kelompok, peribadatan mereka berubah. Pemimpin mereka, Salvator mengaku sebagai nabi atau putra api dan roh yang setara dengan Yesus Kristus di Agama Katolik.

4. Pernah dilaporkan ke Pastor Paroki Gereja Katedral Tiga Raja

David Kanangopme selaku pembina kelompok tersebut mengakui bahwa kelompok tersebut pernah dilaporkan kepada Pastor Paroki Gereja Katedral Tiga Raja, namun ditolak karena sudah menyimpang dari ajaran Katolik. Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto mengatakan, kelompok ini telah memakai kibat suci Agama Katolik. Namun, menyimpang jauh dari ajaran Katolik yang sebenarnya.

5. Mengganti salib dengan segitiga

Kelompok Doa Hati Kudus Allah Kerahiman Ilahi mengganti lambang salib dengan lambang segitiga. Selain itu mereka mempercayai Salvator pemimpin kelompok sebagai putra api dan roh yang setara dengan Yesus Kristus di Agama Katolik. Ritual peribadatan semula masih sesuai ajaran Katolik, seperti tanda salib dan kalimat sahadat.

Di tempat tersebut diamankan 1 meja kayu berbentuk segitiga warna cokelat, 2 spanduk bergambar cakra bertuliskan putra api dan roh, 1 spanduk bertuliskan cakra delapan, 2 bingkai bergambar hati malaikat bumi bertuliskan putra api, dan 4 bingkai pedoman petunjuk arah hidup. Diamankan juga 5 kain selendang warna kuning biru dan keemasan, 1 meja papan terbungkus kain warna biru, 2 tempat untuk bakar kemenyan, 1 bantal dan 1 tikar.

6. Tersangka mengaku menyesal

“Kami dari Katolik. Kami awalnya dengan tanda salib, kemudian diganti dengan piramida. Kami merasa korban. Kami sangat menyesal,” kata David. Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto menilai pernyataan penyesalan tersangka tidak serta merta menghapus perbuatan melawan hukum. Apa yang menjadi penyesalan keduanya telah mencapai sebuah tujuan penegakan hukum. “Inilah sebetulnya ujung atau muara dari penegakan hukum, karena ada rasa menyesal,” kata Agung.

7. Pihak gereja membuka pintu maaf

Pastor Gereja Katolik Santo Stefanus Sempan Lambertus Nita, OFM mengatakan bahwa gereja membuka pintu maaf sebesar-besarnya kepada tersangka yang sudah memohon maaf. Hanya saja, menurut Pastor mereka sebaiknya tetap menjalani proses hukum agar umat Katolik yang sudah terlanjur kecewa tidak melakukan tindakan main hakim sendiri dan persekusi. MK.

(sumber: kompas.com)



Leave a Reply