Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

PENCURAHAN KASIH ILAHI – BAGAIMANA MENERIMA ROH KUDUS




eBahana.com – Dari semua berkat terbesar dan paling indah yang Roh Kudus tawarkan kepada kita adalah pencurahan kasih ilahi Allah dalam hati kita. Roma 5:1–5 berkata, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”

Klimaksnya ada dalam ayat 5, “Karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”

Paulus meringkas beberapa tahap progresi ini dalam 5 ayat.

Tahap pertama kita memiliki damai sejahtera dengan Allah. Kedua, kita memiliki jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia Allah. Ketiga, kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah, sesuatu pada masa depan. Keempat, kita bermegah dalam kesengsaraan kita (karena kita tahu, apa yang dihasilkan kesengsaraan ketika kita menerimanya dengan benar).

Paulus lalu mendaftar tiga dari kesengsaraan itu agar kita bertahan dengan benar: pertama, ketekunan; kedua, karakter yang teruji; dan ketiga, pengharapan.

Lalu, kita sampai pada klimaksnya: kasih Allah dicurahkan dalam hati kita oleh Roh Kudus. Di sini, kata “kasih” dalam bahasa Yunani agape, yang dalam Perjanjian Baru biasa dibatasi hanya pada kasih Allah Sendiri. Kasih agape tidak bisa diperoleh secara manusiawi, kecuali oleh Roh Kudus. Kita tidak akan pernah bisa menghasilkan agape dari manusia alamiah kita.

Lebih jauh dalam pasal 5, Paulus mendefinisikan kodrat agape. Ia menjelaskan bagaimana agape dimanifestasikan dalam Allah dan dalam Kristus, “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang‐orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar—tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih‐Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:6–8).

Ketika Kristus mati untuk kita, menurut Paulus, ada tiga kata yang menggambarkan kita sebagai manusia: “lemah”, “durhaka”, dan “berdosa”. Kasih agape tidak mementingkan diri sendiri dan tidak menuntut syarat. Bukan kasih yang berkata kita harus baik, atau melakukan ini atau itu. Diberikan secara cuma‐cuma, bahkan kepada yang paling tidak layak, paling tidak berdaya, dan paling tidak berguna.

Sekarang kita telusuri dalam Perjanjian Baru berbagai fase di mana kasih agape dihasilkan dalam diri kita. Pertama, hasil dari lahir baru (dilahirkan kembali). Dalam 1 Petrus 1:22–23 kita membaca, “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh‐sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu. Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal.”

Kemampuan mengasihi dengan kasih agape berasal dari kelahiran baru—kelahiran baru dalam kekekalan, benih yang tidak fana dari firman Allah yang menghasilkan dalam kita hidup baru. Kasih agape adalah kodrat hidup baru. Surat 1 Yohanes 4:7– berkata, “Saudara‐saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”

Kita bisa melihat kasih seperti ini adalah tanda dari lahir baru (dilahirkan kembali). Seorang yang sudah lahir baru memilikinya; seorang yang belum lahir baru tidak memilikinya.

Paulus menggambarkan fase berikutnya dari proses impartasi kasih ilahi kepada kita, “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5).

Setelah lahir baru, dalam kodrat baru yang dihasilkan oleh lahir baru, Roh Kudus mencurahkan seluruh kasih Allah ke dalam hati kita. Kita dibenamkan dalam kasih. Kita terhubung dengan kasih yang tidak pernah habis—seluruh kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus. Sesuatu yang ilahi, tidak pernah habis, dan supernatural—sesuatu yang hanya Roh Kudus bisa lakukan.

Bandingkan apa yang Yesus katakan dalam Yohanes 7:37–39, “Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: ‘Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada‐Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada‐Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran‐aliran air hidup.’ Yang dimaksudkan‐Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada‐Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.”

Kita bisa melihat kontrasnya. Pertama, kita melihat seorang yang haus …. yang tidak memiliki cukup untuk dirinya sendiri. Namun, ketika Roh Kudus datang, orang yang haus itu menjadi saluran aliran air hidup. Itu kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati kita. Bukan kasih manusia; bukan hanya bagian dari kasih Allah. Seluruh totalitas kasih Allah, dan kita dibenamkan di dalamnya. Totalitas, kasih Allah tak berakhir, tak terbatas, memiliki saluran yang mengalir melalui hidup kita oleh Roh Kudus. Orang yang haus menjadi saluran aliran air hidup.

Kita melihat sekarang pasal “kasih” yang terkenal ditulis oleh Paulus dalam 1 Korintus. Pada akhir pasal 12, ia berkata, “… Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi.” “Yang lebih utama lagi” diungkapkan dalam ayat‐ayat pembukaan pasal 13, “Sekalipun aku dapat berkata‐kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi‐bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku” (1 Korintus 13:1–3).

Penting untuk dimengerti bahwa semua karunia dan manifestasi Roh Kudus ditujukan untuk menjadi saluran atau instrumen kasih ilahi. Jika kita tidak menggunakan karunia‐karunia itu dipakai untuk menyalurkan kasih Allah, kita tidak hidup sesuai dengan maksud Allah. Kita mungkin memiliki semua karunia yang lain, tetapi kita sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Kita tidak ada apa-apanya, dan kita tidak memiliki apa‐apa tanpa kasih ilahi.

Dalam ayat 1 Paulus berkata, “Sekalipun aku dapat berkata‐kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.” Ketika Roh Kudus datang, Dia masuk ke dalam hati kita yang sudah dimurnikan oleh iman dan diserahkan kepada Allah. Setelah itu, mungkin saja hati kita menjadi kering, meleset dari rencana Allah, atau kita menyalahgunakan apa yang Allah telah serahkan kepada kita. Dalam hal ini, Paulus katakan, “Aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”

Bandingkan dengan apa yang Paulus katakan dalam 1 Timotius 1:5–6, “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas. Tetapi ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat dalam omongan yang sia‐sia.”

Tujuan semua pelayanan Kristen adalah kasih. Rencana Allah bagi orang Kristen adalah ekspresi konsisten kasih ilahi.

Tiga fase dalam proses impartasi kasih Allah kepada kita:

Fase pertama adalah lahir baru. Ketika dilahirkan kembali, kita memiliki kasih seperti itu.

Kedua adalah pencurahan seluruh kasih Allah ke dalam hati kita oleh Roh Kudus. Sumber tak terbatas Allah yang diberikan kepada kita.

Ketiga, ekspresi kasih itu bekerja dalam kehidupan kita setiap hari melalui disiplin dan latihan karakter. Ini ketika kasih yang datang dari Allah disalurkan kepada sesama manusia melalui kita.

Jadi, kita menerima kasih Allah ketika kita lahir baru; dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus; tetapi hanya dapat diberikan kepada sesama manusia ketika disalurkan melalui hidup kita dengan disiplin dan latihan.

Bagaimana membuka diri kita kepada Roh Kudus dan menerima kepenuhan‐Nya dalam Dia dan melalui Dia menerima semua berkat yang dijanjikan? Ada beberapa ayat Alkitab yang menyatakan syarat‐syarat yang kita perlu penuhi untuk menerima kepenuhan Roh Kudus:

 

Pertama, “Bertobat dan dibaptis”

Kisah Para Rasul 2:37–38 adalah akhir pembicaraan Petrus pada hari Pentakosta, di mana orang‐orang merespons pesannya, “Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul‐rasul yang lain: ‘Apakah yang harus kami perbuat, saudara‐saudara?’ Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing‐masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.’”

Di situ kita menerima janji: “kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” Namun kita juga membaca dua syarat yang dinyatakan dengan jelas: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis.” Bertobat berarti berbalik dengan jujur (tulus) dari semua dosa (kebejatan dan kebobrokan) dan pemberontakkan, dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah dan syarat-syarat-Nya.

Dibaptis adalah menjalani ordinansi (peraturan) atau sakramen dimana setiap dari kita secara pribadi diidentifikasikan dengan Yesus Kristus kepada dunia dalam kematian, penguburan dan kebangkitan-Nya. Jadi ada dua syarat dasar untuk menerima karunia-karunia Roh Kudus: kita harus “bertobat”, dan kita harus “dibaptis.”

 

Kedua, “Minta kepada Allah”

Dalam Lukas 11:9–13, Yesus berkata, “Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak‐anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan ‘Roh Kudus’ kepada mereka yang meminta kepada‐Nya.”

Ini syarat sederhana, tetapi sangat penting. Yesus berkata Bapa akan memberikan Roh Kudus kepada anak‐anak‐Nya jika kita minta Roh Kudus kepada‐Nya. Jika orang Kristen berkata, “Saya tidak perlu minta Roh Kudus.” Itu tidak alkitabiah.

Ketika sedang berbicara kepada murid‐murid‐Nya, Yesus berkata, “Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada‐Nya.” Di tempat lain Yesus berkata bahwa Dia akan pergi kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus kepada para murid‐Nya. Jika Yesus saja harus minta kepada Bapa, apalagi kita, kita juga perlu. Ini syarat kedua: “minta”.

 

Ketiga “Haus”

Dalam Yohanes 7:37–39, kita menerima tiga syarat lebih sederhana lagi untuk kita penuhi, “Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: ‘Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada‐Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada‐Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran‐aliran air hidup.’ Yang dimaksudkan-Nya adalah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada‐Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.”

Penulis Injil mengatakan dengan sangat jelas bahwa dalam nas ini Yesus berbicara mengenai orang‐orang percaya menerima Roh Kudus. Oleh karena itu, mari kita lihat apa yang Yesus katakan. “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada‐Ku dan minum!”

Berikut ini tiga syarat sederhana dan praktis.

Kita harus “haus”.

Allah tidak memaksakan berkat‐berkat‐Nya kepada orang yang merasa mereka tidak memerlukannya. Banyak orang tidak pernah menerima kepenuhan Roh Kudus karena mereka tidak benar‐benar haus. Mungkin mereka berpikir bahwa mereka sudah memiliki semua yang mereka butuhkan, mengapa Allah harus repot memberi mereka lebih?

Itu syarat yang diperlukan—haus. Haus berarti kita menyadari bahwa kita membutuhkan lebih dari yang sudah kita miliki. Pada dasarnya, haus adalah satu dari keinginan terbesar tubuh manusia. Ketika seseorang benar‐benar haus, mereka tidak peduli mengenai makan atau apa pun lainnya. Mereka hanya ingin minum. Ketika seseorang haus, ia tidak akan tawar-menawar atau berbicara atau berdiskusi; ia akan pergi ke mana ada air. Itu yang Yesus katakan: kita harus haus.

 

“Datang kepada Yesus”

Lalu ketika kita haus, Dia berkata, “…datang kepada-Ku ….” Jadi, syarat kedua adalah datang kepada Yesus. Yesus adalah sang Pembaptis dalam Roh Kudus. Jika kita ingin baptisan, kita harus datang kepada Pribadi yang membaptis dalam Roh Kudus. Tidak ada manusia membaptis dalam Roh Kudus, hanya Yesus.

 

“Minum”

Lalu Dia berkata bahwa kita harus minum. Ini begitu sederhana sehingga beberapa orang tidak menghiraukannya. Namun, minum adalah menerima sesuatu untuk diri kita dengan membuat keputusan berdasarkan kehendak pribadi dan respons fisikal. Sama juga dengan menerima Roh Kudus. Jadi, ada tiga: “Haus, datang kepada Yesus, dan minum.”

Diperlukan ketiganya. Menjadi pasif dan berkata, “Jika Allah ingin melakukannya, biarlah Ia melakukannya!” bukan minum. Minum adalah secara aktif menerima ke dalam diri kita.

 

Keempat, “Berserah”

Ada dua fakta yang relevan mengenai tubuh fisikal kita.

Pertama, tubuh kita ditakdirkan oleh Allah menjadi bait Roh Kudus. Surat 1 Korintus 6:19 berkata, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah,—dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”

Kedua, kita disyaratkan untuk mempersembahkan kepada Allah bagian‐bagian tubuh kita sebagai instrumen untuk pelayanan‐Nya. Ini tanggung jawab kita. Roma 6:13 menyatakan, “Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang‐orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.”

Kita memiliki tanggung jawab langsung dari Alkitab untuk mempersembahkan atau mendedikasikan bagian‐bagian tubuh fisik kita kepada Allah untuk pelayanan‐Nya. Satu anggota yang khusus membutuhkan kontrol Allah adalah lidah. Yakobus berkata sangat sederhana dalam suratnya: “… tetapi tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah.”

Kita membutuhkan pertolongan dari Allah untuk mengendalikan semua anggota tubuh kita, tetapi kita butuh pertolongan khusus untuk lidah kita. Ketika Roh Kudus datang dalam kepenuhan‐Nya, anggota yang pertama kali Dia jamah, ambil alih kendalinya, dan gunakan untuk kemuliaan Allah adalah lidah. Kita menemukan setiap kali Perjanjian Baru berbicara mengenai orang‐orang dipenuhi dengan Roh Kudus atau penuh Roh Kudus, hasil langsung pertama adalah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka berbicara, mereka bernubuat, mereka memuji, mereka menyanyi, mereka berbicara dalam bahasa lidah atau roh—namun selalu menggunakan mulut. Ketika kita datang kepada Yesus dan minum, hasil finalnya mengalir dari mulut kita. Prinsip ini dinyatakan oleh Yesus dengan sangat jelas dalam Matius 12:34, “Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.”

Ketika hati kita dipenuhi luapan, alirannya akan terjadi melalui mulut kita dalam bentuk perkataan. Allah menghendaki kita tidak hanya memiliki cukup, Dia menghendaki kita memiliki dengan meluap‐luap. Ingat, Dia berkata, “… Dari dalam hatinya akan mengalir aliran‐aliran air hidup.” Itu tujuan akhir Allah.

 

“Syarat-syarat Allah”

Tujuh syarat dalam Alkitab untuk menerima kepenuhan Roh Kudus: pertama, bertobat; kedua, dibaptis; ketiga, minta kepada Allah; keempat, haus; kelima, datang kepada Yesus, Dia Pembatisnya; keenam, minum—menerima ke dalam diri kita; ketujuh, mempersembahkan tubuh kita sebagai bait Roh Kudus dan anggota‐anggota tubuh kita sebagai instrumen kebenaran.

Mungkin kita bertanya bagaimana kita bisa melakukan semua ini. Jawabannya, ada pola doa yang sudah kita pelajari. Baca lagi, dan jika ini doa kita, doakan dengan bersuara kepada Tuhan.

“Tuhan Yesus, saya haus akan kepenuhan Roh Kudus‐Mu. Saya mempersembahkan tubuh saya kepada‐Mu sebagai bait dan anggota‐anggota tubuh saya sebagai instrumen kebenaran, khususnya lidah saya, anggota yang saya tidak bisa jinakkan. Penuhi saya, saya berdoa, dan biarlah Roh Kudus-Mu mengalir melalui lidah saya dalam sungai pujian dan penyembahan. Amin.”

Jika kita sudah mengucapkan doa itu dengan tulus, Allah sudah mendengar, dan percaya saja dalam hati … sepenuhnya tanpa bimbang … hasil‐hasilnya dalam perjalanan. Kita akan heran mengalami kepenuhan yang akan kita terima.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply