Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

OTORITAS FIRMAN ALLAH




eBahana.com – Dalam mempelajari subjek ini, mari kita kembali kepada kata‐kata Yesus sendiri. Di sini Dia berbicara kepada orang‐orang Yahudi dan menjustifikasi klaim yang Dia buat, dan kontestasi orang‐orang Yahudi, bahwa Dia Anak Allah. Dalam mendukung klaim‐Nya, Kristus mengutip Mazmur dalam Perjanjian Lama, yang Dia tandai dengan frasa “kitab Taurat kamu”. Ini yang Dia katakan, “Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah—sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan—masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus‐Nya ke dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?’” (Yohanes 10:34–36).

Dalam jawaban‐Nya, Yesus menggunakan dua judul yang digunakan lebih dari semua lainnya oleh pengikut‐Nya untuk menandai Alkitab. Pertama, judul ini adalah “firman Allah”; kedua adalah “Kitab Suci”. Akan berfaedah mempertimbangkan apa yang dua judul ini katakan kepada kita mengenai kodrat Alkitab.

Ketika Yesus menyebut Alkitab “firman Allah”, Dia mengindikasikan bahwa kebenaran yang diungkapkan di dalamnya bukan berasal dari manusia, melainkan dari Allah. Melalui banyak orang yang berbeda dan dengan berbagai cara untuk menyampaikan Alkitab ke dunia, mereka semua hanya instrumen. Tidak ada pesan atau pewahyuan Alkitab berasal dari manusia, tetapi selalu dan hanya dari Allah sendiri.

Di lain pihak, ketika Yesus menggunakan judul kedua, “Kitab Suci”, Dia mengindikasikan batas Alkitab yang ditentukan secara ilahi. Frasa “Kitab Suci” memiliki arti harfiah “apa yang tertulis”. Alkitab tidak mengandung seluruh pengetahuan atau maksud Allah dalam setiap aspek atau detail. Bahkan tidak mengandung semua pesan yang diinspirasi secara ilahi yang Allah sudah berikan melalui instrumen manusia. Ini dibuktikan melalui fakta bahwa Alkitab sendiri mengacu dalam banyak bagian kepada ucapan nabi‐nabi yang kata‐katanya tidak tercatat dalam Alkitab.

Kita melihat, karenanya, bahwa Alkitab, walaupun lengkap, benar, dan berkuasa, juga sangat selektif. Pesan‐pesan pokoknya dimaksudkan bagi umat manusia. Diekspresikan dalam kata‐kata yang manusia bisa mengerti. Tema dan maksud sentralnya adalah keselamatan spiritual manusia. Mengungkapkan kodrat dan akibat‐akibat dosa dan cara dibebaskan dari dosa dan faedah‐faedahnya melalui iman dalam Kristus.

Kata-kata Yesus dalam Yohanes 10:35. Dia tidak hanya menyetujui meterai pribadi‐Nya atas dua judul Alkitab—”Firman Allah” dan “Kitab Suci”—Dia juga menyetujui meterai pribadi‐Nya atas klaim otoritas penuh Alkitab  karena Dia berkata, “…Kitab Suci tidak bisa dibatalkan.”

Frasa pendek ini, “tidak bisa dibatalkan,” mengandung di dalamnya setiap klaim atas otoritas ilahi tertinggi mewakili Alkitab. Banyak kontroversi mungkin ditulis mendukung atau menentang Alkitab, tetapi Yesus mengatakan dalam lima kata sederhana “Kitab Suci tidak bisa dibatalkan.”

Ketika kita memberikan penilaian yang benar kepada klaim Alkitab bahwa orang‐orang yang terlibat dengannya dalam setiap hal hanya instrumen dan setiap pesan dan pewahyuan di dalamnya berawal dari Allah sendiri, tidak ada dasar logis atau beralasan menolak klaim otoritas Alkitab. Kita hidup pada zaman di mana manusia bisa meluncurkan satelit ke angkasa luar dan, dengan kekuatan yang tidak tampak seperti radio, radar, atau elektronik, mengendalikan arah satelit‐satelit ini dari jarak jauh ribuan atau jutaan kilometer, melakukan komunikasi dengan mereka, dan menerima komunikasi dari mereka.

Jika manusia bisa membuat hasil‐hasil teknologi seperti ini, hanya prasangka buta—dan seorang yang paling tidak ilmiah—menyangkal bahwa Allah menciptakan manusia dengan kemampuan mental dan spiritual yang Dia kendalikan dan arahkan, melakukan komunikasi dengan mereka, dan menerima komunikasi dari mereka. Alkitab sebenarnya menegaskan apa yang Allah sudah lakukan dan masih terus lakukan.

Penemuan dan penciptaan ilmu pengetahuan modern sejauh ini dari tak mempercayai klaim Alkitab, membuatnya menjadi lebih mudah bagi orang‐orang yang jujur dan terbuka pikirannya memahami hubungan antara Allah dan manusia yang memungkinkan adanya Alkitab.

Alkitab mengindikasikan secara sederhana bahwa ada satu pengaruh tertinggi yang tidak kelihatan di mana Allah mengendalikan, mengarahkan, dan berkomunikasi dengan roh‐roh dan pikiran‐pikiran manusia yang melalui mereka Alkitab ditulis. Pengaruh yang tidak kelihatan ini adalah Roh Kudus—Roh Allah sendiri. Sebagai contoh, Rasul Paulus berkata, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16).

Kata “diilhamkan” di sini memiliki arti harfiah “dihembuskan nafas Allah” dan ini berhubungan langsung dengan kata Roh. Dengan kata lain, Roh Allah—Roh Kudus—tidak kelihatan, tetapi pengaruh‐Nya mengendalikan dan mengarahkan semua yang menulis berbagai kitab dalam Alkitab.

Ini dinyatakan dengan lebih sederhana oleh Rasul Petrus. “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri ….” (2 Petrus 1:20).

Dengan kata lain, seperti sudah dijelaskan, tidak ada pesan atau pewahyuan Alkitab berawal dari manusia, tetapi selalu dari Allah. Lalu, Petrus menjelaskan bagaimana ini terjadi. “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang‐orang berbicara atas nama Allah” (2 Petrus 1:21).

Kata Yunani “digerakkan oleh” secara harfiah berarti, “diarahkan di jalur oleh”. Dengan kata lain, seperti halnya manusia zaman sekarang mengendalikan arah satelit mereka di luar angkasa melalui pengaruh radio dan elektronik, begitu pula Allah mengendalikan orang‐orang yang menulis Alkitab dengan kemampuan spiritual dan mental manusia melalui Roh ilahi‐Nya. Dengan bukti ilmiah modern, menyangkal kemungkinan Allah melakukan ini menunjukkan kesan purbasangka atau “prejudice”.

Dalam Perjanjian Lama, kebenaran yang sama dari inspirasi ilahi dipresentasikan kepada kita dalam gambaran lain, dilihat dari aktivitas sejarah manusia jauh ke belakang, dibanding peluncuran satelit modern ke luar angkasa. Pemazmur Daud berkata, “Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah” (Mazmur 12:7).

Ini gambaran proses pemurnian perak dalam tungku pembakaran. Tungku pembakaran tanah liat atau lempung merepresentasikan elemen manusia; perak merepresentasikan pesan ilahi yang disampaikan melalui manusia; api merepresentasikan kemurnian perak—keakuratan absolut pesan ilahi—merepresentasikan Roh Kudus. Frasa “tujuh kali” mengindikasikan—angka tujuh dalam banyak nas Alkitab—kesempurnaan absolut kerja Roh Kudus.

Oleh karena itu, seluruh gambaran di atas menjamin keakuratan sepenuhnya dari pesan ilahi dalam Kitab Suci sesuai kerja sempurna Roh Kudus, menghilangkan semua kelemahan tanah liat manusia dan membersihkan semua kotoran kesalahan manusia dari perak yang adalah pesan Allah, tanpa cacat, yang disampaikan kepada manusia.

Kemungkinan tidak ada orang di Perjanjian Lama yang memiliki pengertian lebih jelas daripada pemazmur Daud mengenai kebenaran dan otoritas Firman Allah. Daud menulis, “Untuk selama‐lamanya, ya TUHAN, firman‐Mu tetap teguh di sorga” (Mazmur 119:89).

Di sini Daud menekankan bahwa Alkitab bukan hasil dari waktu, melainkan dari kekekalan. Mengandung pikiran kekal dan hikmat Allah, dibentuk sebelum awal waktu atau fondasi dunia. Keluar dari kekekalan dan diproyeksikan melalui manusia ke dalam waktu dunia, tetapi ketika waktu dan dunia berlalu, pikiran dan hikmat Allah yang diwahyukan melalui Kitab Suci akan tetap ada, tidak bergeser dan tidak berubah. Pikiran yang sama diekspresikan oleh Kristus sendiri. “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan‐Ku tidak akan berlalu” (Matius 24:35).

Daud, berkata lagi “Dasar firman‐Mu adalah kebenaran dan segala hukum‐hukum‐Mu yang adil adalah untuk selama‐lamanya” (Mazmur 119:160).

Dalam satu atau dua abad terakhir, kritikan keras dan serangan telah dilancarkan terhadap Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Namun demikian, sejauh ini serangan terbesar selalu difokuskan pada Kitab Kejadian dan empat kitab berikutnya.

Lima kitab Alkitab ini disebut Pentateukh atau Taurat (Torah) diatribusikan kepada pengarangnya, Musa.

Luar biasa, hampir tiga ribu tahun sebelum serangan terhadap Taurat ada dalam pikiran orang, Daud sudah memberikan kesaksian Roh Kudus kepada umat percaya Allah. “Dasar firman‐Mu adalah kebenaran” (Mazmur 119:160).

Dengan kata lain, Alkitab adalah “kebenaran” dari Kitab Kejadian 1:1 sampai ayat terakhir Kitab Wahyu. Kristus dan rasul‐rasul‐Nya, seperti semua orang percaya Yahudi pada waktu itu, menerima kebenaran absolut dan otoritas Kitab Suci Perjanjian Lama, termasuk lima Kitab Taurat.

Dalam catatan pencobaan Kristus oleh Iblis di belantara, kita membaca Kristus menjawab setiap pencobaan Iblis dengan mengutip langsung dari Kitab Suci Perjanjian Lama (Matius 4:1–10). Tiga kali Dia memberikan jawaban‐Nya dengan frasa “Ada tertulis ….” Dia mengutip setiap kali, langsung dari Kitab Ulangan, kitab kelima Taurat. Fakta luar biasa bahwa bukan hanya Kristus, melainkan juga Iblis, menerima otoritas absolut kitab ini.

Dalam khotbah di Bukit Kristus berkata, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hokum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Matius 5:17–18).

Jadi, apa yang Kristus katakan adalah naskah asli Kitab Suci Ibrani, begitu akurat dan berkuasa, bahkan tidak ada satu bagian dari naskah lebih kecil ukurannya daripada koma bisa diubah atau dihilangkan. Hampir tidak mungkin memahami bagaimana Kristus berbicara melegitimasi keakuratan absolut dan otoritas Kitab Suci Perjanjian Lama.

Secara konsisten selama pelayanan pengajaran‐Nya di bumi Dia mempertahankan sikap yang sama terhadap Kitab Suci Perjanjian Lama. Sebagai contoh, kita membaca ketika orang Farisi mengajukan pertanyaan mengenai perkawinan dan perceraian, Kristus menjawab dengan mengacu pada pasal‐pasal pembukaan Kejadian (Lihat Matius 19:3–9). Dia memberikan jawaban‐Nya dengan pertanyaan: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?” (Matius 19:4).

Frasa “pada mulanya” merupakan referensi langsung kepada Kitab Kejadian sesuai judul dalam bahasa Ibrani‐nya.

Lagi, ketika orang‐orang Saduki mengajukan pertanyaan mengenai kebangkitan dari kubur, Kristus menjawab mereka dengan mereferensi kepada catatan Musa di semak yang terbakar dalam Kitab Keluaran (Lihat Matius 22:31–32). Sementara, dengan orang Farisi, Dia menjawab dalam bentuk pertanyaan, “Tetapi tentang kebangkitan orang‐orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah, ketika Ia bersabda: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup” (Matius 22:31–32).

Kristus di sini mengutip dari Keluaran 3:6. Namun, dalam mengutip kata‐kata yang dicatat oleh Musa ini hampir lima belas abad sebelumnya, Kristus berkata kepada orang‐orang Saduki mengenai hari‐Nya sendiri, “tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah?” Catat frasa “difirmankan Allah”. Kristus tidak menganggap tulisan‐tulisan Musa ini hanya sebagai naskah sejarah masa lalu, tetapi lebih sebagai pesan yang hidup berkuasa, selalu baru langsung dari Allah kepada orang‐orang pada zaman‐Nya sendiri. Nas lima belas abad tidak mengurangi vitalitas, keakuratan, atau otoritas catatan Musa.

Bukan hanya Kristus menerima keakuratan absolut Kitab Suci Perjanjian Lama dalam semua ajaran‐Nya, Dia juga mengakui otoritas dan kontrol absolutnya atas seluruh jalan kehidupan‐Nya sendiri. Dari kelahiran‐Nya sampai kematian dan kebangkitan‐Nya, ada satu prinsip kontrol tertinggi yang diekspresikan dalam frasa “agar digenapi”. Apa yang akan digenapi dalam setiap hal relevan dengan nas‐nas Kitab Suci Perjanjian Lama. Sebagai contoh, Alkitab khususnya mencatat setiap insiden awal kehidupan Yesus sebagai penggenapan Kitab Suci Perjanjian Lama: kelahiran‐Nya dari seorang perawan, kelahiran‐Nya di Betlehem, dilarikan diri‐Nya ke Mesir, tempat tinggal‐Nya di Nazaret, pengurapan‐Nya oleh Roh Kudus, pelayanan‐Nya di Galilea, Dia menyembuhkan orang sakit, penolakan ajaran‐Nya dan mukjizat‐mukjizat‐Nya oleh orang‐orang Yahudi, perumpamaan‐perumpamaan yang Dia gunakan, Dia dikhianati oleh seorang murid, Dia ditinggalkan oleh murid‐murid‐Nya, Dia dibenci tanpa sebab, Dia dihukum bersama para penjahat, baju‐Nya dilepas dan dibagi‐bagikan, Dia diberi minum cuka ketika haus, tubuh‐Nya dirajam tanpa tulang‐tulang‐Nya patah, Dia bangkit dari kubur pada hari ketiga.

Seluruh kehidupan Yesus di bumi diarahkan oleh otoritas absolut Kitab Suci Perjanjian Lama. Ketika kita meletakkan fakta ini berdampingan dengan Kitab Suci Perjanjian Lama, dalam seluruh pengajaran Yesus, kita mendapatkan satu kesimpulan logis: Kitab Suci Perjanjian Lama adalah pewahyuan yang akurat dan berkuasa absolut dari Allah.

Mari kita sekarang pertimbangkan klaim otoritas Perjanjian Baru. Pertama kita harus mengamati fakta luar biasa yang kita tahu sejauh ini, Kristus sendiri tidak pernah menulis satu kata dalam tulisan—dengan pengecualian ketika Dia menulis di tanah di hadapan seorang perempuan yang berzina.

Namun, Dia secara eksplisit memerintahkan murid‐murid‐Nya untuk menyebarkan catatan‐catatan pelayanan‐Nya dan ajaran‐Nya ke seluruh dunia. “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid‐Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:19–20).

Sebelumnya Dia berkata, “Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi‐nabi, orang‐orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat” (Matius 23:34).

Kata ahli‐ahli Taurat berarti “penulis‐penulis”, yaitu mereka yang mendokumentasikan pengajaran agamawi dalam bentuk tulisan. Karenanya jelas Yesus menginginkan catatan‐catatan pelayanan dan ajaran‐Nya didokumentasikan dalam bentuk permanen.

Lebih jauh, Yesus membuat ketetapan yang diperlukan untuk menjaga keakuratan absolut semua yang Dia ingin murid‐murid‐Nya catat dalam tulisan karena Dia berjanji mengutus Roh Kudus kepada mereka untuk maksud ini. “Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yohanes 14:26).

Lebih jauh, janji serupa ada dalam Yohanes 16:13–15. Perhatikan bahwa dalam kata‐kata ini Kristus membuat ketetapan untuk masa lalu maupun masa depan. Keduanya untuk menjaga keakuratan pencatatan hal‐hal yang para murid sudah lihat dan dengar dan juga untuk menjaga keakuratan impartasi kebenaran baru yang Roh Kudus wahyukan kepada mereka. Masa lalu ditetapkan dalam frasa, “Dialah yang akan …. mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yohanes 14:26). Masa depan ditetapkan dalam frasa “Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu” (ayat 26) dan lagi, dalam Yohanes 16:13, “Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.”

Kita melihat, karenanya, keakuratan dan otoritas Perjanjian Baru, seperti Perjanjian Lama, tidak bergantung pada pengamatan manusia, memori, atau pengertian, namun pada ajaran, tuntunan, dan kontrol Roh Kudus. Untuk alasan ini, Rasul Paulus berkata, “Segala tulisan (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang diilhamkan Allah” (2 Timotius 3:16).

Kita mendapatkan bahwa para rasul sendiri mengerti ini dengan jelas dan meletakkan klaim atas otoritas ini dalam tulisan mereka. Sebagai contoh, Petrus menulis, “Saudara‐saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua … supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi‐nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul‐rasulmu kepadamu” (2 Petrus 3:1–2).

Di sini Petrus meletakkan nabi‐nabi Kitab Suci Perjanjian Lama dan perintah‐perintah tertulis para rasul Kristus saling berdampingan, dengan otoritas yang sama. Petrus juga mengakui otoritas ilahi tulisan-tulisan Paulus, karena ia berkata, “Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara‐perkara ini. Dalam surat‐suratnya itu ada hal‐hal yang sukar dipahami, sehingga orang‐orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutar balikannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan‐tulisan yang lain” (2 Petrus 3:15–16).

Frasa “tulisan-tulisan yang lain” mengindikasikan bahkan pada masa hidup Paulus, rasul‐rasul lain mengakui bahwa surat‐suratnya memiliki otoritas penuh Kitab Suci. Namun, Paulus sendiri belum pernah mengenal Yesus dalam pelayanan‐Nya di bumi. Karenanya, keakuratan dan otoritas ajaran Paulus bergantung hanya pada inspirasi supernatural dan pewahyuan Roh Kudus.

Sama dengan Lukas, yang belum pernah menerima jabatan rasul. Namun demikian, dalam pembukaan Injilnya, ia menyatakan bahwa ia “menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya ” (Lukas 1:3). Kata Yunani menerjemahkan “dari asal mulanya” dengan arti harfiah “dari atas” (dari surga).

Dalam Yohanes 3:3, di mana Yesus berbicara “dilahirkan kembali”, terjemahan kata Yunaninya sama “kembali” atau “dari atas” (surga). Setiap nas‐nas ini mengindikasikan adanya intervensi dan kerja supernatural Roh Kudus langsung.

Jadi, kita mendapatkan, dengan menguji secara hati‐hati, bahwa klaim keakuratan dan otoritas absolut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah sama, tidak bergantung pada manusia, sebaliknya pada tuntunan, pewahyuan, dan kontrol ilahi Roh Kudus. Diinterpretasi dengan cara ini, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengonfirmasi dan mengomplementer satu sama lain dan merupakan pewahyuan Allah yang jelas, masuk akal, lengkap, dan mencakup semua atau cukup untuk semua.

Kita juga melihat tidak ada dalam pandangan Kitab Suci yang tidak konsisten dengan logika, ilmu pengetahuan, atau akal sehat. Sebaliknya, ada banyak konfirmasi di dalamnya.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply