Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

KEKEKALAN II




eBahana.com – Ada surga dan ada neraka. Mereka yang menerima Kristus berada pada jalan menuju kehidupan kekal dan mereka yang belum menerima Kristus berada pada jalan menuju penghukuman kekal.

Yesus berkata dalam Matius 25:46, dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang
benar ke dalam hidup yang kekal.

Hal-­hal yang sungguh-­sungguh berarti adalah hal-­hal yang kita lakukan untuk ‘kekekalan.’

Yesus tidak memanggil gereja-­Nya semata-­mata untuk memperbaiki keadaan dunia. Gereja pada saat ini bergeser fokusnya dari memberitakan ‘keselamatan’ hanya melalui Yesus Kristus, kepada memberitakan tentang keadilan sosial, proyek-­proyek kemanusiaan dan memperbaiki kehidupan di dunia. Kita, gereja orang-­orang percaya, memiliki komitmen memberitakan pentingnya kekekalan.

Penulis kitab Pengkhotbah dalam kidung Salomo tiba pada kesimpulan yang sinis mengenai hal-­hal yang ada di dunia.

Salomo seorang yang kaya raya, bijak dan berkuasa. Dia dalam posisi mampu menikmati segalanya yang dunia dapat berikan. Namun ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada akhirnya segala sesuatu, “tidak berarti.” Ia begitu sinis di bagian akhir Kitab Pengkhotbah dengan kesimpulan, kekayaan tidak berarti, reputasi tidak berarti, kekuasaan di dunia tidak berarti dan kerja keras tidak berarti.

Kitab Pengkhotbah 1:2-­18 mengatakan “Kesia-­siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-­sia. Apakah gunanya berusaha dengan jerih payah di bawah matahari? Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada. Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-­buru menuju tempat ia terbit kembali. Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-­menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali. Semua sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu. Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar. Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak

Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: “Lihatlah, ini baru!”? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada. Kenang-­kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datang pun tidak akan ada kenang-­kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.

Aku, Pengkhotbah, adalah raja atas Israel di Yerusalem. Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan
menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi dibawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-­anak manusia untuk melelahkan diri. Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang dibawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-­siaan dan usaha menjaring angin. Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak dapat dihitung. Aku berkata dalam hati: “Lihatlah, aku telah memperbesar dan menambah hikmat lebih daripada semua orang yang memerintah atas
Yerusalem sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan.” Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku
menyadari bahwa hal ini pun adalah usaha menjaring angin. Karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.”

Melihat dunia dari sudut pandang manusia, ia menyampaikan kepada kita sesuatu yang sangat penting dalam Pengkhotbah 3:11 “Ia membuat sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberi kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”

Walaupun ada kerinduan untuk memiliki arti hidup, ada kesadaran dalam hati kita akan sesuatu yang kekal dan lebih besar dari diri kita, di dalam keterbatasan pengertian kita, kita tidak bisa sepenuhnya menghargai seluruh rencana Allah mengenai zaman-­zaman dunia, namun dikatakan ada “kekekalan” di dalam hati kita. Pengkhotbah 3 ayat 11 berkata Allah memberikan kekekalan di hati mereka. Berarti di dalam setiap orang ada “kerinduan” untuk mendapatkan arti hidup. Ada tarikan menuju suatu tujuan. Ini tampaknya bertolak belakang karena Pengkhotbah baru saja berkata segala sesuatu adalah “kesia-­kesiaan” namun ia juga berkata “ada kekekalan di dalam hati kita.” Ia melanjutkan dengan eksperimen, eksplorasi dan berfalsafah hanya untuk sampai pada kesimpulan dalam Pengkhotbah 12:13-­14.

Kesimpulan dari eksperimen, pengalaman dan eksplorasi mengelilingi dunia disekitar dia, semua yang dunia dapat berikan. Ia berkata dalam Pengkhotbah 12:13-­‐14 “Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-­perintah-­Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.

Ini adalah kesimpulan akhir dari melakukan hal-­hal dengan cara kita hidup atau memutuskan nasib kita.
Melihat kebenaran yang ada dalam seluruh kitab Pengkhotbah, tampaknya ia sampai pada kesimpulan bahwa apapun yang kita inginkan, “tidak berarti.”

Namun itu bukan kesimpulannya yang ia buat. Sebaliknya ia katakan pada kita untuk mentaati perintah-perintah Allah. Kenapa ia mengatakan pada kita jika segala sesuatu pada akhirnya tidak berarti, namun dalam Pengkhotbah 3:11 kita membaca Allah meletakkan “kekekalan” dalam hati manusia.

Apa yang ia maksud? Ia mengatakan kita harus “mentaati perintah-­perintah Allah,” karena itu jalan satu-satunya yang pada akhirnya menentukan kekekalan. Segala sesuatu pada akhirnya tidak berarti, jika bukan untuk kekekalan, karena realita dari adanya “surga” dan “neraka.” Kita harus taat pada perintah Allah karena “kekekalan” ditentukan oleh “ketaatan” kita padanya.

Membangun diatas fondasi apa yang Pengkhotbah katakan kepada kita, bahwa segala sesuatu tidak berarti kecuali untuk tujuan “kekekalan.” Yesus berkata di akhir dari segalanya, ada sebagian yang akan menuju kehidupan kekal, dan ada sebagian yang akan masuk kedalam penghukuman kekal.

Realita dari dosa, surga, neraka, pertobatan, salib, darah Yesus harus diberitakan.

Kita perlu kembali kepada firman Allah sebagai satu-­satunya standar, bukan apa yang budaya katakan. Jalan-­jalan lain mengarah kepada kekacauan dan kebingungan. Kita harus kembali kepada perspektif “kekekalan” yang benar. Pikiran kita harus berada pada hal-­hal di surga. Kita harus sadar banyak “jiwa-­jiwa”
yang sedang dipertaruhkan untuk mendapat “keselamatan” jika kita tidak mengabarkan tentang ‘dosa.’

Jika kita izinkan diri kita menentukan standar sukses kita seperti pandangan dunia mengenai sukses, dunia
akan menyukai kita.

Kita perlu kembali memberitakan tentang surga dan neraka. Penebusan dosa hanya melalui Kristus. Ini
masalah “kekekalan.” Banyak Jiwa-­jiwa yang sedang dipertaruhkan untuk mendapat “keselamatan.”

Kita tidak bisa di geser oleh doktrin-­doktrin yang kedengarannya menarik. Kita tidak bisa digeser oleh pengkhotbah-­pengkhotbah yang mengurangi otoritas firman Allah. Firman Allah berada diatas segala-­galanya.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply