Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Doa Merubah Nasib Bangsa




eBahana.com – AYAT KUNCI
1 Timotius 2:1-4, “Pertama-­tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk ‘raja-­‐raja’ dan untuk ‘semua pembesar’, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.

Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.”

“Pertama-­tama,” Paulus menasihatkan untuk ” menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur.” Tiga aktivitas itu bisa disingkat menjadi “doa.” Tugas utama orang Kristen dalam bersekutu adalah berdoa. Juga dalam penginjilan.

Dalam ayat 2, Paulus berkata bahwa berdoa “untuk semua orang.”

Sesuai nubuat Yesaya 56:7 “…sebab rumah-­Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.” Allah berkepentingan dengan “semua orang.” Dia mengharapkan umat-­Nya juga ikut memiliki hati yang sama.

Setelah “semua orang,” pokok doa khusus pertama adalah “raja-­raja dan untuk semua pembesar.” Frasa
tersebut mengindikasikan mereka semua yang bertanggung jawab memerintah negara atau “pemerintah.”

Satu hal khusus yang ditahbiskan Allah bagi umat-­Nya ketika bersekutu, adalah “berdoa.”

Ketika kita berdoa untuk pemerintah, petisi apa yang kita ajukan kepada Tuhan agar terjadi? Jawab Paulus
dalam ayat 2 “agar kita hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.” Apakah hidup kita ditentukan pemerintah? Sudah barang tentu. Oleh karena itu jika kita menginginkan kehidupan yang baik, kita harus berdoa untuk pemerintah.

Melanjutkan 1 Timotius 2, Paulus berkata dalam ayat 3. “Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah,
Juruselamat kita.” Inti arti ayat ini adalah “pemerintah yang baik adalah kehendak Allah.”

Kuasa apa yang meninggikan seseorang ke posisi  otoritas atau yang menyingkirkannya dari posisi itu?

Mazmur 75:5-­8 berkata ” Aku berkata kepada pembual-­pembual: “Jangan membual.” Dan kepada orang-­orang fasik: “Jangan meninggikan tanduk!

Jangan mengangkat tandukmu tinggi-­tinggi, jangan berbicara dengan bertegang leher!”

Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi dari
Allah adalah Hakim: direndahkan-­Nya yang satu dan ditinggikan-­Nya yang lain.”

Daud mengakui sumber sukses hidupnya. Doanya kepada Allah pada akhir hidupnya dalam 1 Tawarikh 28:12 “Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-­Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-­galanya; dalam tangan-­Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-­Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-­‐galanya.”

Dalam pasal 1 Kitab Yeremia, Allah mendeklarasikan Ia telah memisahkan Yeremia. “Aku telah menetapkan
engkau menjadi nabi bagi bangsa-­bangsa” (1:5). Allah menetapkan, “Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-­bangsa dan atas kerajaan-­kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam” (ayat 10).

Suatu kedudukan tinggi bagi seorang muda “ditetapkan atas bangsa-­bangsa dan kerajaan-­kerajaan.” Otoritas
ini berada pada tataran yang lebih tinggi daripada kekuatan-­kekuatan normal yang membentuk politik sekuler. Pesan nubuatannya mengungkapkan masa depan Israel dan hampir semua negara-­negara sekitarnya di Timur Tengah dan juga daerah-­daerah lain di dunia. 2500 telah berlalu. Dengan silih bergantinya abad, takdir tiap negara-­negara itu sudah digenapi dan sudah menjadi kenyataan tepat seperti ramalan Yeremia. Dengan nubuat-­nubuat yang ia ucapkan, ia menjadi penentu dari masa depan mereka.

Apa dasar dari otoritas yang begitu besar? Jawabannya dapat ditemukan dalam Yeremia 1:9 ” Sesungguhnya,
Aku menaruh perkataan-­perkataan-­Ku kedalam mulutmu.”

Otoritas Firman Allah telah diimpartasi kepada Yeremia. Karena kata-­kata yang Yeremia ucapkan bukan dari dirinya sendiri, melainkan dari Allah yang memberikan kepadanya.

Kata-­kata itu sama efektifnya dalam mulut Yeremia seperti dari mulut Allah sendiri. Kata terakhir atas semua perkara-­perkara di dunia ada pada Allah. Namun demikian, sering Allah menyampaikan kata melalui mulut seorang percaya. Kata itu bisa diucapkan ke publik dalam bentuk nubuat atau penjelasan terperinci-eksposisi. Tetapi mungkin lebih sering diucapkan dalam ruang tertutup, dalam petisi atau doa syafaat.

Karier Yeremia memberi ilustrasi sebuah prinsip yang diungkapkan lebih dalam lagi dalam Perjanjian Baru.
Setiap orang percaya-Kristen-memiliki dua kewargaan. Melalui kelahiran alamiah ia warga sebuah negara di bumi dan ia tunduk pada semua peraturan hukum pemerintah negaranya. Namun melalui kelahiran spiritual, melalui iman dalam Kristus, ia juga warga kerajaan Allah di surga. Sesuai pernyataan Paulus dalam Filipi 3:20 “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga.”

Sebagai warga surga, orang Kristen tunduk pada hukum-­hukum kerajaan surgawi namun ia juga berhak
mendapat bagian dari otoritasnya. Ini kerajaan yang Daud katakan dalam Mazmur 103:19 “TUHAN sudah
menegakkan takhta-­Nya di sorga dan kerajaan-­Nya berkuasa atas segala sesuatu.”

Kerajaan Allah adalah yang tertinggi mengatasi semua kerajaan-­kerajaan lain dan mengatasi semua kekuatan-­kekuatan yang bekerja di bumi. Maksud Allah membagi otoritas kerajaan-­Nya dengan umat percaya-­Nya dalam Lukas 12:32 Yesus meyakinkan murid-­murid-­Nya “Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena
Bapamu telah berkenan memberikan kamu kerajaan itu.” Penghiburan dari keyakinan ini tidak tergantung
pada kekuatan atau jumlah dari kawanan, apalagi kawanan kecil, sekelompok domba di tengah serigala
(Matius 10:16). Kepastian tentang kerajaan yang kita miliki berdasarkan kehendak Bapa, “maksud Allah,
yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-­Nya” (Efesus 1:11).

Sebagai orang percaya-Kristen, kedudukan kita dalam kerajaan Allah ditentukan oleh hubungan kita dengan
Kristus. Paulus menjelaskan ini dalam Efesus 2:4-­6 “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-­Nya yang besar, yang dilimpahkan-­Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-­sama dengan
Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-­kesalahan kita-oleh kasih karunia kamu diselamatkan-dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat (takhta) bersama-­sama dengan Dia di sorga…”

(Dalam Alkitab versi King James: Ephesians 2:6 “…made us sit together in heavenly places in Christ Jesus” -­‐ Sit together….in Christ Jesus: Three “togethers” in verse 5 and 6 note our union with Christ

  • 1) in His resurrection,
  • 2) in His ascension, and
  • 3) in His “PRESENT” rule at

God’s right hand. From this place of partnership, He grants that we “SHARE” in the “PRESENT” works of His
kingdom’s “POWER”. Kolose 1:13 “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke
dalam…pemerintahan “KERAJAAN ANAK-­NYA”1:13. Kapan? Saat ini juga-di alam spiritual dan supernatural -bukan di masa depan.

Kasih karunia Allah mengindentifikasikan kita dengan Kristus dalam tiga fase. Pertama, kita “menerima hidup.” Kita menerima hidup Kristus. Kedua, kita “dibangkitkan,” seperti Kristus dibangkitkan dari kubur.
Kita menerima kebangkitan Kristus. Ketiga, kita diberi tempat atau takhta di kerajaan surga. Kita menerima
otoritas Kristus sebagai raja di takhta itu. Tidak satupun dari tiga fase ini terjadi di masa depan. Semuanya
sudah terjadi di masa lampau. Sudah dilaksanakan. Tiap tiga fase ini dimungkinkan tidak dengan usaha
kita sendiri, namun hanya melalui iman, kita menerima kesatuan dan persekutuan kita dengan Kristus.

Dalam Efesus 1:20-­21, Paulus menggambarkan kedudukan otoritas tertinggi di mana Kristus sudah ditinggikan oleh Bapa. “…yang dikerjakan-­Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang
mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-­Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan
penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-­tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di ‘dunia ini’
saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.” Otoritas Kristus di sebelah kanan Bapa tidak menyingkirkan semua bentuk otoritas atau pemerintah, namun unggul atas mereka semua. Kebenaran yang sama di nyatakan jabatannya dua kali dalam Kitab Wahyu “Raja atas raja dan Tuan atas tuan” (Wahyu 17:14; 19:26). Kristus adalah Pemimpin tertinggi atas semua pemimpin dan Pemerintah tertinggi atas semua pemerintahan. Ini kedudukan dari takhta yang Ia berikan kepada umat-­Nya.

Bagaimana kita bisa mengerti besarnya apa yang Ia berikan kepada kita? Jawabannya ada dalam doa Paulus dalam ayat-­ayat Efesus pasal 1.

“meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.

Dan supaya Ia menjadikan ‘mata hatimu terang,’ agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung
dalam panggilan-­Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-­Nya bagi orang-­orang kudus, dan betapa hebat kuasa-­Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-­Nya, yang dikerjakan-­Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga (Efesus 1:17-­20).

Pewahyuan ini tidak bisa diperoleh dengan pikiran alamiah atau dengan pengetahuan panca indera. Pewahyuan ini hanya bisa diperoleh melalui Roh Kudus. Dia satu-­‐satunya yang “mencerahkan mata hati kita” dan menunjukkan kepada kita dua kebenaran yang saling berkaitan. Pertama, otoritas Kristus adalah yang tertinggi diatas alam semesta. Kedua, kuasa sama yang membangkitkan Kristus bekerja “dalam diri kita yang percaya” saat ini juga.

Dalam 1 Korintus pasal 2, Paulus menjelaskan kebenaran-­kebenaran ini diungkapkan kepada orang-­orang Kristen hanya oleh Roh Kudus. Ia katakan,”Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi ‘kemuliaan kita.’

Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka
tidak menyalibkan Tuhan yang mulia (ayat 7-­8). “Rahasia dan hikmat yang tersembunyi” ini mengungkapkan Kristus sebagai “Tuhan yang mulia.” Ini “untuk kemuliaan kita,” karena menunjukkan pada kita bahwa didalam persekutuan dengan-­Nya, kita menerima kemuliaan-­Nya.

Paulus melanjutkan,” Tetapi seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah
didengar oleh telinga, dan yang tidak timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk
mereka yang mengasihi Dia. Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh “(ayat 9-­‐10). Paulus
sekali lagi menekankan bahwa pengetahuan sejenis ini tidak diimpartasi melalui panca indera, tidak juga
keluar dari akal atau imajinasi manusia, melainkan karena diterangi oleh Roh Kudus.

Dalam ayat 12, Paulus menyimpulkan “Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang di karuniakan Allah kepada kita.” Salah satu yang diberikan kepada kita adalah
kedudukan kita dalam Kristus di sebelah kanan Allah. Paulus disini membandingkan dua sumber pengetahuan.

“Roh dunia” memperlihatkan hal-­‐hal dari dunia. Melalui ini kita mengerti kewargaan dunia kita, dengan
semua hak dan tanggung jawabnya. Namun “Roh yang berasal dari Allah” mengungkapkan kepada kita
kerajaan Kristus dan kedudukan kita di dalamnya. Melalui ini kita mengerti hak dan tanggung jawab kita
sebagai warga surga.

Jika, sering kali, kedudukan kita di takhta dengan Kristus kelihatan jauh atau tidak riil, alasannya sederhana. Kita belum menerima pewahyuan dari Roh Kudus melalui Kitab Suci. Tanpa pewahyuan ini kita tidak bisa mengerti atau menikmati faedah-­faedah dari kewargaan surgawi kita. Ketimbang memerintah sebagai raja, kita malah berjerih payah sebagai budak.

Sejak awal tujuan Allah memberi manusia dominasi-­Nya atas bumi. Dalam Kejadian 1:26 tujuan awal penciptaan manusia mencatat “Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka (umat manusia) berkuasa (memiliki dominasi) atas, seluruh bumi.” Karena pemberontakan, Adam dan keturunannya, mengorbankan kedudukan dominasi mereka. Seharusnya mereka memerintah dalam ketaatan sebagai raja, sebaliknya mereka mengabdi sebagai budak kepada dosa dan Iblis.

Namun demikian, hak menguasai (dominasi) yang hilang dari semua umat manusia melalui Adam di restorasi kembali kepada orang percaya melalui Kristus. “Sebab, jika oleh dosa satu orang-pelanggaran Adam, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus” (Roma 5:17). Akibat-­akibat dari pemberontakkan Adam dan ketaatan Kristus, keduanya termanifestasi dalam kehidupan saat ini. Kematian berkuasa atas orang-­orang yang tidak percaya saat ini. Demikian pula, orang-­orang percaya memerintah dalam hidup melalui Kristus saat ini. Melalui persekutuan dengan Kristus, kita sudah dibangkitkan untuk menerima takhta dengan Dia dan kita memerintah dengan Dia saat ini.

Tujuan Allah dalam penebusan manusia merefleksi tujuan awal-­Nya penciptaan manusia. Kasih karunia
penebusan Allah mengangkat manusia dari kedudukannya sebagai budak dan merestorasi kedudukannya menjadi penguasa-menguasai (dominasi). Dalam Perjanjian Lama, ini di demonstrasikan dalam pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Dalam Keluaran 19:6 Allah mendeklarasikan kepada Israel tujuan penebusan mereka.

“Kamu akan menjadi bagi-­Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” “Kerajaan imam” berbicara mengenai penguasa-menguasai atau direstorasinya dominasi. Menjadi Raja sebagai ganti dari budak. Allah menawarkan Israel dua keistimewaan, melayani sebagai imam dan memerintah sebagai raja.

Dalam Perjanjian Baru, bagi mereka yang diselamatkan melalui iman dalam Kristus, Allah memperbaharui
panggilan yang pada awalnya Ia berikan kepada Israel. Dalam 1 Petrus 2:5 orang Kristen disebut “imamat
kudus”. Sebagai imam-­imam Perjanjian Baru, pelayanan mereka “untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.” “Persembahan rohani” yang dipersembahkan oleh orang-­‐orang Kristen adalah berbagai bentuk doa-khususnya penyembahan dan doa syafaat. Lalu, dalam 1 Petrus 2:9, orang-­‐orang Kristen lebih lanjut disebut “imamat yang rajani” Frasa “imamat rajani” berhubungan dengan “kerajaan imam” dalam Keluaran 19:6.

Dalam kitab Wahyu, frasa yang sama digunakan lagi dua kali bagi mereka yang diselamatkan melalui iman
dalam Yesus Kristus. Dalam Wahyu 1:5-­6, kita membaca “Bagi Dia (Kristus) yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-­Nya, dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan,
menjadi imam-­‐imam bagi Allah, Bapa-­Nya.” dan lagi dalam Wahyu 5:9-­10 “dengan darah-­Mu Engkau telah
membeli mereka. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-­imam bagi
Allah kita.” Tujuan Allah membuat umat-­Nya yang diselamatkan menjadi “kerajaan imam” di nyatakan
empat kali dalam Kitab Suci-sekali dalam Perjanjian Lama dan tiga kali dalam Perjanjian Baru. Dalam tiga
contoh dalam Perjanjian Baru, tujuan Allah dinyatakan. Bukan sesuatu yang akan terjadi di masa depan, namun yang sudah dilaksanakan dan sudah terjadi bagi kita orang-­orang Kristen melalui kedudukan kita dalam Kristus.

Dalam Mazmur 110:1-­4, Daud menggambarkan Kristus memerintah sebagai Raja dan Imam bersama umat-­Nya yang percaya. Setiap detil dari gambaran itu penting dan butuh perhatian khusus kita. Bahasa yang
di inspirasi dan perumpamaan yang Daud gunakan harus di interpretasi dengan referensi pada nas-­nas
Kitab Suci yang lain.

Pada ayat pertama, kita mendapatkan pewahyuan Kristus sebagai Raja, bertakhta di sebelah kanan Bapa.
Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: “Duduklah di sebelah kanan-­Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.”

Tidak ada ayat lain dalam Perjanjian Lama yang di kutip lebih sering dalam Perjanjian Baru daripada ini. Dalam tiga Injil, Yesus mengutip kata-­kata Daud dan mengaplikasikan pada diri-­Nya (Matius 22:44; Markus
12:36; Lukas 20:42-­43). Ketiganya juga diaplikasikan pada Yesus oleh Petrus dalam khotbahnya pada hari
Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:34-­‐35). Kebenaran dari status Kristus sebagai raja disampaikan oleh Daud
dalam Mazmur 2:6 dimana Bapa mendeklarasikan “Akulah yang telah melantik raja-­Ku di Sion, gunung-­Ku
yang kudus!.”

Dalam Mazmur 110 ayat 4 gambaran Daud di lengkapi dengan pewahyuan Kristus sebagai Imam, “TUHAN
telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: Engkau adalah imam untuk selama-­‐lamanya, menurut
Melkisedek.” Seluruh pengajaran dalam surat Ibrani mengenai Imam Agung Kristus memiliki dasar ayat
Mazmur 110 ini. Penulis Ibrani menekankan bahwa dalam Melkisedek ada kesatuan dari dua fungsi raja
dan imam. Melkisedek adalah “imam Allah Yang Mahatinggi.” Selain itu, dia sesuai namanya, “Raja
kebenaran dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera” (Ibrani 7:1-­‐2).

Dua pelayanan yang Kristus lakukan di sebelah kanan Bapa. Sebagai Raja, Dia memerintah.

Sebagai Imam, Dia menjadi pengantara. “Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara “(Ibrani  7:25).

Ayat 2 menggambarkan cara dimana otoritas Kristus sebagai raja dilaksanakan “Tongkat kekuatanmu akan
diulurkan TUHAN dari Sion: memerintahlah di antara musuhmu!.” Ini situasi di dunia saat ini. Musuh-­musuh
Kristus belum ditaklukkan secara final dan masih bekerja dengan aktif, menentang pemerintah-­Nya dan kerajaan-­Nya. Namun demikian, Kristus sudah ditinggikan dan memiliki otoritas atas mereka semua. Maka Ia memerintah saat ini “diantara musuh-­Nya.”

Daud berbicara mengenai “tongkat kekuatanmu” (Mazmur 110:2). Dengan ini Kristus memerintah. “Tongkat” dalam Kitab Suci adalah tanda otoritas penguasa atau pemerintah. Ketika Musa mengangkat tongkatnya, tulah Allah turun atas Mesir dan setelah itu Laut Mati terbelah didepan bangsa Israel (Keluaran 7-­14). Sebagai imam agung dan kepala suku Lewi, Harun memiliki tongkat dimana namanya ditulis (Bilangan 17:3). Demikian pula dengan Kristus. Otoritas-­Nya menjadi efektif dengan kita orang percaya menggunakan nama-­Nya.

Dalam pandangan yang dilukiskan Daud, tongkat tidak direntangkan oleh tangan Kristus sendiri, tapi di kirim “keluar dari Sion.” Dalam seluruh Kitab Suci, Sion menunjukkan tempat pertemuan anak-­anak Allah. Berbicara kepada orang-­‐orang Kristen, penulis kitab Ibrani berkata “Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, kepada jemaat anak-­anak sulung, yang namanya (terdaftar) di sorga” (Ibrani 12:22-­23). Dengan hak kewargaan surgawi, kita mengambil tempat kita dalam jemaat ini yang di kumpulkan di Sion.

Di sini kita memainkan peran kita dalam dua pelayanan Kristus. Sebagai raja, kita memerintah dengan Dia.
Sebagai imam, kita menjalankan pelayanan doa syafaat-Nya. Kita tidak pernah boleh mencoba memisahkan dua fungsi ini antara satu dengan lainnya. Jika kita memerintah sebagai raja, kita harus melayani sebagai imam. Praktik pelayanan imam kita adalah kunci untuk menjalankan otoritas raja kita. Melalui doa-­doa syafaat kita mengelola otoritas yang kita miliki dalam nama Yesus.

Betapa indahnya gambaran Daud mengilustrasikan pelayanan doa gereja. Dalam dunia, kuasa kejahatan
merajalela di mana-­mana, menolak otoritas Kristus dan melawan pekerjaan kerajaan-­Nya. Namun “di tengah,”
jemaat orang-­orang Kristen dalam urutan ilahi sebagai raja dan imam. Dari jemaat, tongkat otoritas Kristus
diberlakukankan dalam nama-­Nya, “dikirim” melalui doa-­doa mereka. Ke setiap arah tongkat di ulur, kekuatan-­kekuatan kejahatan didorong paksa untuk takluk menyerah dan Kristus sebaliknya ditinggikan dan kerajaan-­Nya bergerak maju.

Semua umat Kristen sejati mendambakan hari ketika musuh-­musuh Kristus pada akhirnya ditaklukkan (pada
akhir zaman) dan Dia dimanifestasikan terbuka dan diakui secara universal sebagai Raja. Alkitab berjanji hari
itu akan datang. Tetapi kita tidak boleh membiarkan janji kemuliaan di masa depan membutakan kita atas
realitas kedudukan Kristus saat ini di sebelah kanan Bapa. Kristus memerintah bahkan sekarang “ditengah
musuh-­musuh-­Nya,” dan kita memerintah bersama Dia. Tanggung jawab kita untuk melaksanakan otoritas
yang kita miliki melalui nama-Nya dan dihadapan semua kekuatan-­kekuatan jahat untuk mendemonstrasikan bahwa Kristus sudah menjadi “Raja atas raja dan Tuan atas tuan.”

Kesimpulan
Allah sudah memberikan otoritas kepada kita-orang-­orang percaya-­Nya di bumi-dimana kita bisa menentukan takdir dan arah negara dan pemerintah melalui doa-­doa syafaat. Ia mengharapkan kita menggunakan otoritas kita untuk kemuliaan-­Nya dan untuk kebaikan kita sendiri. Jika kita gagal melakukan itu, kita bertanggung jawab atas akibat-­akibatnya.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply