Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Uluran Kasih bagi Suku Anak Dalam




Salah satu komunitas Suku Anak Dalam (SAD) berada di Simpang Jaya desa Pulau Kidak, Sumatera Selatan. Untuk bisa sampai di komunitas ini, harus berjalan kaki selama 3 (tiga) jam dengan menelusuri sungai, bukit dan lembah di tengah hutan belantara. Jalur yang lebih mudah masuk ke Simpang Jaya, desa Pulau Kidak adalah melalui Singkut, Provinsi Jambi. Dari Singkut ke Pulau Kidak membutuhkan waktu sekitar 1.5 jam dengan mengendarai mobil.

Dari Pulau Kidak harus menyeberang sungai Rawas yang lebarnya kurang lebih 250 meter dengan perahu kecil. Setelah menyeberang sungai Rawas untuk menuju Simpang Jaya harus dilanjutkan dengan berjalan kaki selama 3 jam tanpa berhenti. Selama dalam perjalanan harus berhadapan dengan nyamuk dan pacat atau lintah.

Saat ini total warga SAD di Simpang Jaya berjumlah 100 jiwa. Bapak-bapak 20 orang, ibu-ibu 19 orang, pemuda 12 orang, pemudi 6 orang, remaja 5 orang, anak-anak 34 orang, dan bayi 4 orang. Rata-rata yang sudah tua tidak mengetahui usianya berapa, karena tidak paham tanggal, bulan dan tahun. Masyarakat SAD yang tinggal di Simpang Jaya sudah menjadi sebuah perkampungan, karena warganya sudah memiliki tempat tinggal permanen bagi setiap keluarga yang ada. Perkampungan tersebut juga dilengkapi balai pertemuan dan tempat sanitasi. Seluruh warga yang ada sudah berpakaian rapih dan sopan.

Awal terbentuknya komunitas SAD di Simpang Jaya merupakan hasil pengembangan misi Gereja Kristen Alkitab Indonesia (GKAI) oleh almarhum Pdt. Hosea Talini Laia yang dimulai sekitar tahun 1998an. Sejak tahun 2004 hingga saat ini (2018) pelayanan di Simpang Jaya diteruskan oleh Pdt. Yoab Darsono.

Pdt. Yoab Darsono buka asli putra SAD, beliau merupakan suku Dayak dari Kalimantan Barat serta alumni STT Berita Hidup. Selama menjalani pelayanan di Simpang Jaya, akhirnya beliau jatuh hati dengan putrid kepala suku hingga menikahinya. Saat ini, keluarga mereka sudah dikaruniai satu putra (9 tahun) dan satu putri (2.6 tahun).

Saat ini uluran kasih di bidang dana sangat dibutuhkan di SAD Simpang Jaya. Dukungan dana untuk menjalankan pelayanan di Simpang Jaya sangat minim. Pdt. Yoab harus berupaya semaksimal mungkin, agar pelayanan bias berjalan meskipun dengan dana yang sangat minim. Dana untuk menghidupi hambaTuhan yang sedang melayani di sana tidak sedikit. Diantaranya dana operasional pelayanan dan begitu juga dana untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Selama ini yang bias memberikan dana bantuan adalah Sinode GKAI senilai Rp. 500.000,- per bulan. Oleh karena itu, dana operasional pelayanan dan kebutuhan hamba Tuhan masih sangat dibutuhkan, agar pelayanan bisa berjalan dengan maksimal.

Di bidang pendidikan juga sangat membutuhkan uluran kasih dan bantuan. Tidak ada guru di sana, kecuali Pdt. Yoab seorang diri. Dia satu-satunya guru untuk mengajar seluruh anak-anak yang ada di sana. Tidak ada ruang-ruang kelas yang bias dijadikan sebagai tempat belajar. Buku tulis, alat tulis, buku bacaan pun tidak tersedia. Sampai saat ini, di Simpang Jaya, masih membutuhkan donasi buku-buku, alat tulis dan fasilitas belajar lainnya. Meskipun kondisi fasilitas yang serba tidak ada, namun Pdt. Yoab, berupaya untuk mendidik dan mengajar, setidaknya masyarakat di sana bias membaca,menulis dan berhitung.

Ruang aula atau balai pertemuan yang dipakai saat ini untuk ibadah maupun belajar, kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Sudah reot, lapuk dan bolong di mana-mana. Atap aulanya juga sudah bocor, saat hujan turun, aula akan basah. Melihat kondisinya, memang sudah selayaknya di ganti dan dibangun ulang, namun apa daya, mereka belum memiliki dana pembangunan sama sekali.

Demikian juga listrik tenaga surya, sangat dibutuhkan, karena belum ada aliran listrik yang terhubung ke sana. Posisi SAD Simpang Jaya memang pas di tengah hutan, sehingga tidak terhubung dengan desa yang ada aliran listriknya. Masyarakat di sana hanya mengandalkan penerangan lampu teplok saat malam hari.

Layanan kesehatan juga tidak memadai dan masih membutuhkan uluran kasih, karena tidak ada bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Jika ada yang hendak melahirkan, biasanya akan ditangani oleh dukun beranak, bukan bidan. Obat-obatan juga tidak tersedia secara memadai. Jika ada yang sakit, masyarakat biasanya hanya mengandalkan obat-obat herbal seadanya yang bias diambil dari tengah hutan. Bahkan jika sakit parah pun, tidak akan bias mendapat pertolongan yang memadai, karena kondisi lokasi yang aksesnya sangat sulit.

Pengelolaan pertanian juga begitu, masih membutuhkan penyuluhan dan pembinaan, agar masyarakat SAD lebih baik dalam mengelola lahan pertanian. Dengan mengelola pertanian yang baik dapat mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari, sehingga masyarakat SAD tidak  selalu mencari hasil hutan untuk konsumsi sehari-hari. Mereka membutuhkan pendampingan dan pengarahan dalam hal bercocok tanam, khususnya tanaman muda yang bias dikonsumsi. Misalnya jeruk, singkong, jagung, padi darat dan tanaman muda lainnya. Mereka juga membutuhkan bibit tanaman muda, agar pertanian bias lebih berkembang dan bervariasi.

SAD Simpang Jaya sampai saat ini masih membutuhkan uluran kasih, dana, perhatian dan tenaga. Semoga melalui tulisan ini, ada hati yang tergerak dan mau ambil bagian demi kemajuan Suku Anak Dalam di Simpang Jaya. Semoga!

Oleh: Ashiong P. Munthe, Dosen FIP UPH Karawaci. email: apmunthe@gmail.com dan ashiong.munthe@uph.edu



Leave a Reply