Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Tuhan Minta Bukti Bukan Janji




eBahana.com – Semenjak pandemi Corona melanda di muka bumi ini termasuk di Indonesia, perubahan dan
tatanan sosial serta cara bersosialisasi pun berubah drastis yaitu 180 derajat. Satu dengan yang lain harus berjauhan karena menjaga jarak aman. Dalam berkomunikasi pun harus memakai masker dan membatasi perkumpulan-perkumpulan dan menyetop serta menunda keramaian-keramaian seperti hiburan malam, pertunjukan-pertunjukan musik dan kesenian tradisional yang lainnya. Bukan hanya itu saja siapa pun baik pribadi maupun kelompok, instansi pemerintah maupun swasta yang akan melaksanakan kegiatan apapun yang melibatkan banyak orang pun harus ditunda.

Yang menjadi pertanyaan? Sampai kapan hal ini akan berlangsung? Dan apakah pembatasan sosial menjadi solusi yang tepat baik jangka pendek maupun jangka panjang? Apakah untuk menahan, menangkal bahkan memusnahkan wabah Covid-19 harus demikian adanya? Benarkah itu satu satunya solusi? Apakah hal di atas hanya solusi accidental saja? Pembatasan sosial baik berskala kecil maupun besar apabila terlalu lama diterapkan akan memunculkan masalah baru khususnya masalah ekonomi, yang lebih besar lagi akan muncul krisis ekonomi, sosial budaya di masyarakat.

Apabila masyarakat di Indonesia ingin menuju kehidupan sosial tipe baru, (New Normal) harus mau berkaca dan melihat terlebih dulu kepada kehidupan jemaat mula-mula. Apa yang dikerjakan para pengikut Kristus paska turunnya Roh Kudus (Pentakosta)? Saat itu jumlah pengikut-Nya yang sudah berjumlah 3.000 orang minta dibaptis dan selalu bertekun dalam pengajaran rasul rasul dan di dalam persekutuan. Setelah mereka dibaptis dan bertekun di dalam pengajaran Rasul rasul di dalam persekutuan selanjutnya yang dilakukan memecah memecahkan roti dan berdoa. Kata ‘memecahkan roti’ dalam perikop jemaat mula-mula ditulis sebanyak 2 kali, artinya kata tersebut merupakan kata kunci dan atau kata tersebut sangat penting serta terpokok untuk kehidupan jemaat Kristus ke depan. Memecah-mecahkan roti di sini berkaitan dengan spiritualitas yaitu menghayati dan mengenang kematian Kristus di kayu salib, roti adalah gambaran tubuh Kristus. Dan itu masih ada benang merahnya dengan kalimat di atas: “Setelah mereka dibaptis mereka bertekun di dalam pengajaran rasul rasul di dalam persekutuan.” Artinya di tengah-tengah persekutuan tersebut mereka memecah-mecahkan roti.

Yang lebih unik lagi, para pengikut Kristus yang telah dibaptis itu tetap bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Dan selalu ada dari mereka yang menjual harta mereka lalu membagi-bagikan kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Perubahan yang signifikan setelah mereka dibaptis adalah tetap bersatu. Bersatu atau menyatu yang dimaksud di sini, mereka hidup dalam satu komunitas atau berkelompok. Sedangkan yang membuat hidup bersatu adalah kasih Allah kepada mereka sebab pada dasarnya itu kasih Allah adalah mempersatukan. Bukan hanya sekedar menyatu tetapi yang dilakukan jemaat mula mula adalah: “Dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.”

Yang menjadi pertanyaan, mengapa mereka bisa begitu? Karena para pengikut Kristus adalah saudara bersaudara di dalam diri-Nya. Sehingga yang dipersatukan bukan hanya tubuh jasmani tetapi menyeluruh yaitu jiwa dan roh. Setelah mereka hidup menyatu yang dilakukan oleh mereka selanjutnya adalah: “Dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.” Apabila ayat ini dipahami dengan hati dan pikiran yang individualistik dan perilaku yang kapitalistik tentu hal tersebut dianggap gila dan bodoh, sebab segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, ada benang merahnya dengan hukum kasih yang kedua: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Karena mereka dibaptis dan penuh dengan Roh Kudus sehingga mereka mampu melakukan hal ini, yaitu: “Segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.” Mengapa bisa begitu? Sebab yang empunya harta benda kemewahan harus menyetarakan hidupnya dengan mereka yang miskin (yang tidak punya).

Apabila yang disuruh menyesuaikan diri dengan kehidupan mereka yang kaya jelas tidak mungkin bisa. Hal itu senada dengan percakapan antara Tuhan Yesus dengan pemuda kaya yang bertanya tentang bagaimana caranya masuk dalam kerajaan Surga, maka Yesus menjawab: “Juallah segala milikmu, pikul salib dan ikutlah Aku. “ Setelah mendengar jawaban Dia maka pemuda kaya itu langsung pergi meninggalkan-diri-Nya. Dengan kata lain hanya orang-orang yang benar-benar terpanggil dan dan benar-benar terpilih yang sanggup melakukannya. Bagaimana dengan saudara dan saya, apakah kita sanggup melakukan seperti yang dilakukan oleh jemaat mula-mula dalam kehidupan sehari-hari, apabila belum hendaknya kita mengevaluasi diri kita, mengapa belum bisa menjalankannya? Yang bisa menjawab hanya diri kita masing, Tuhan minta bukti bukan janji.

Oleh Markus S.



Leave a Reply