Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Terima Kasih untuk Pelukan ini!




eBahana.com – Beberapa waktu lalu karena hari libur saya sengaja memasak cukup banyak nasi, sayur, dan lauk untuk saya buat menjadi beberapa nasi bungkus yang akan dibagikan ke anak-anak jalanan. Saya dan beberapa orang teman akhirnya menyusuri jalan di mana biasanya banyak anak-anak yang ngamen dan meminta-minta.

Dari kejauhan saya melihat salah seorang ibu penjual koran. Saya memanggilnya, si ibu pun menghampiri saya. Saya ungkapkan maksud kami untuk membagikan makan siang, dan ia pun memanggil teman-temannya yang juga penjual koran.

Ibu Suni dan Ibu Isti itulah nama teman baru saya. Canda dan tawa saat itu seperti membebaskan mereka dari ketersingkiran dan ketidakberhargaan. Banyak cerita kehidupan yang mereka luapkan. Dengan mata yang berkaca-kaca Ibu Suni nyeletuk “Makasih ya mbak sudah mau memperhatikan kami, mau ngobrol sama kami, mau berteman dengan kami!”, ucapan pertama ini mengganggu hati saya. Saya hanya tersenyum, sebagai tanda saya pun senang mengenal mereka.

Kemudian saya bercakap-cakap dengan beberapa anak yang juga sebagai penjual koran. Saya bertanya pada mereka “Cita-cita kamu kalau sudah besar mau jadi apa?”, seorang anak laki-laki berteriak “Pemain sepak bola”, yang lain ikut sahut-sahutan. Tapi saya memperhatikan seorang anak perempuan, yang hanya tunduk terdiam. Saya bertanya padanya “Kalo kamu cita-citanya apa?”, dia menjawab “Tidak ada! Aku enggak mau
punya cita-cita!” mendengar ucapan itu dada saya terasa sesak. Saat itu saya hanya bisa meyakinkan anak ini untuk berani memiliki mimpi.

Karena masih ada banyak nasi, kami pergi ke tempat lain. Tempat selanjutnya adalah pemukiman para waria. Ada seorang ibu, bernama Ibu Welas, ia tinggal di pemukiman itu bertanya “Mbaknya gereja di mana? Kalau saya kadang beribadah di tiiiiiiiiitttt (sambil menyebutkan nama gereja), Cuma sekarang jarang ke gereja lagi.” Saya bertanya “kenapa?”, “ Saya tidak punya teman di sana” kata Ibu Welas polos. Jawaban ibu Welas semakin membuat saya menangis dalam hati. Saya memeluk ibu welas untuk beberapa saat, kemudian mencium pipi kanan dan kirinya. Sambil meneteskan air mata Ibu Welas berkata “ Terima kasih buat pelukan ini. Sudah sangat lama saya tidak mendapatkan pelukan dari orang-orang yang mengasihi saya!”.

Saya menyesal kenapa baru saat itu datang dan menjadi sahabat mereka. Seharusnya saya dan mungkin anak-anak Tuhan lainnya tak hanya menghabiskan waktu untuk diri sendiri atau tenggelam di jadwal kegiatan gereja. Mendengarkan jeritan hati Ibu Suni dan Isti, mengajak anak-anak si penjual koran agar berani bermimpi, bersahabat dan menyalurkan kasih Tuhan agar mengembalikan jati diri para waria di dalam Tuhan, Memberikan pelukan dan ciuman manis untuk Ibu Welas ketika ia merasa tertolak dan tidak berharga. Tugas siapakah ini sebenarnya?

Saya teringat kisah Yesus yang tidak hanya menyampaikan Injil keselamatan, namun yang paling banyak Dia lakukan adalah menyampaikan Injil Kerajaan yaitu Kasih yang mengubahkan, menyembuhkan, mempertobatkan tanpa melihat cela seseorang.

Saya tersadar dengan kisah ini. Dunia memang gelap, namun harusnya saya menjadi terang untuk mengubah dunia. Kalau dunia dan isinya menjadi dingin akan kasih dan pengharapan, harusnya saya menjadi api untuk menghangatkan dunia dengan kasih serta pengharapan di dalam Tuhan. Jika saya tak bisa menjadi pensil untuk menulis kebahagiaan seseorang, saya ingin bisa menjadi penghapus untuk menghilangkan kesedihan mereka. Datanglah Kerajaan-Mu dan jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Surga! Oktaviani Lsetari Moniharapon



Leave a Reply