Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Ragi Farisi Dalam Gereja




eBahana.com – Dalam sebuah institusi wajar apabila terdapat pelbagai macam peraturan dan tata tertib yang dimaksudkan untuk mengatur segala sumber daya di Institusi tersebut agar tertib dan terarah dalam mencapai apapun tujuan dari Institusi tersebut.

Biasanya peraturan dan tata tertib yang ada merupakan rumusan dari berbagai macam ide yang dilontarkan dalam rapat para penentu kebijakan di Institusi tersebut. Peraturan dan tata tertib bukanlah hasil dari demokrasi, maka dari itu ketika itu diluncurkan tentunya akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan Institusi tersebut. Biasanya kalau terlalu tajam kontra yang dihasilkan dari peraturan dan/atau tata tertib yang telah dihasilkan maka para penentu kebijakan akan bermusyawarah dengan pihak pihak yang ‘berseberangan’ agar dapat menghasilkan win-win solution, artinya tetap peraturan dan tata tertib tersebut dilaksanakan dengan berbagai macam revisi tertentu hasil dari musyawarah yang telah diadakan.

Gereja, yang dulu pada masa awal terbentuknya kekristenan, hanya merupakan sekelompok orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus, seiring dengan perkembangan zaman yang kian lama kian majemuk membutuhkan Gereja yang berbentuk Institusi, supaya kemajemukkan dalam penafsiran dalam kepercayaan kepada Tuhan Yesus dapat diakomodir dalam satu wadah yang legal dalam suatu negara. Gereja sebagai Institusi juga penting di dalam bernegara, Indonesia yang adalah negara hukum harus melihat Gereja dalam bingkai Institusi sehingga keberadaan Gereja di Indonesia secara hukum adalah sah dan dapat dilindungi oleh negara.

Sebagai sebuah Institusi, tentunya Gereja akan mulai untuk membuat peraturan dan tata tertib tersendiri sesuai dengan visi dan misi lokal masing-masing gereja. Misi awal yang Tuhan Yesus berikan pada awal mula Gereja berdiri yang adalah “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku….”-Matius 28:19, menjadi pelan pelan terdistorsi oleh misi gereja lokal yang telah ter institusi ini. Alih alih gereja membawa orang menjadi murid Kristus, gereja malah membawa orang orang menjadi murid Institusi gereja yang menaungi mereka. Tidak heran apabila jemaat masa kini lebih takut dan menaati peraturan dan tata tertib gereja daripada Firman Tuhan bahkan mereka mungkin lebih hafal peraturan gereja mereka dibanding hafal Firman Tuhan.

Mahatma Gandhi, salah seorang ikon pejuang kemanusiaan dan anti diskriminasi di India dan dunia pernah bersentuhan dengan Kekristenan secara langsung, Ia bahkan mempelajari Alkitab dan begitu terinspirasi dengan pengajaran Khotbah di Bukit yang dilakukan Tuhan Yesus sehingga ajarannya mengenai Satyagraha (hidup dengan berpegang teguh kepada kebenaran, kasih, dan kejujuran, hidup bersih tanpa kecurangan, kepalsuan, dan kejahatan) dan Ahimsa (pedoman untuk berjuang tanpa kekerasan, kebencian dan paksaan) diilhami oleh Khotbah di Bukit.

Namun sayangnya, ketika Gandhi melihat tingkah laku dari Institusi Gereja saat itu yang tidak mencerminkan ajaran Kristus membuat Gandhi merasa sedih sehingga ia melontarkan pernyataan dalam Jurnal Young India pada tanggal 27 September 1921, “ Aku menganggap Kristen barat mempraktikkan hal hal yang berlawanan dengan ajaran Kristen yang Kristus ajarkan. Mereka tidak perlu bersusah susah memikirkan organisasi-organisasi, bentuk-bentuk ritualisme ibadah atau pelayanan. Orang-orang Farisi memiliki semua itu. Mereka menggunakan kantor-kantor mereka sebagai jubah kemunafikan dan kejahatan, yang Yesus tidak melakukannya.”

Sejujurnya, tidak ada yang salah ketika Gereja yang awalnya adalah sekelompok orang beriman berubah bentuk menjadi sebuah Institusi, yang salah adalah ketika fungsi dan peranan gereja berubah bentuk juga menjadi Institusi membuat Gereja tidak ubahnya seperti kantor pelayanan masyarakat. Gereja tidak bertumbuh dan berbuah seperti kehendak Kristus. Ketika fungsi dan peranan Gereja menjadi seperti kantor pelayanan masyarakat, maka yang akan dititikberatkan adalah orang-orang yang dilayani oleh Gereja Kantor itu harus mengikuti regulasi dan berbagai macam peraturan dan tata tertib Gereja Kantor itu, ukuran ‘kesetiaan’ seseorang akan dilihat seberapa taat ia mematuhi regulasi dan tata tertib Gereja Kantor. Bagi yang ‘nakal’ , konsekuensi sudah menanti di depan mata dan siap siap akan dianggap ‘ tidak setia’ serta ‘ memiliki
roh pemberontak.’

Tuhan Yesus juga pernah mengalami hal ini ketika Dia dituduh melanggar kesucian hari Sabat karena menyembuhkan orang pada hari itu (Matius 12:9-14). Hari Sabat sudah menjadi hari Institusi Yudaisme pada masa itu sehingga orang Farisi begitu membabi buta membela “kesucian” Sabat daripada berbelas kasih kepada sesama manusia. Padahal inti dari Sabat adalah hari ‘beristirahat’ setelah selama 6 hari penuh bekerja, hari dimana Tuhan menginginkan umat-Nya untuk berkumpul bersama, berdoa bersama dan memuji menyembah Tuhan bersama (Imamat 23:3) tapi oleh orang Farisi dijadikan sebagai peraturan yang melarang orang melakukan pekerjaan apapun termasuk pekerjaan untuk menolong orang lain. Esensi ‘Kasih’ dalam Sabat diubah menjadi ‘Intimidasi’.

Oleh sebab itu, Tuhan Yesus memperingatkan murid-murid-Nya untuk waspada terhadap ragi orang Farisi yaitu kemunafikan yang dilakukan oleh orang Farisi (Lukas 12:1). Orang Farisi suka sekali membuat berbagai macam peraturan yang menjadi beban buat orang lain, peraturan yang bahkan mereka pun tidak melakukannya, peraturan yang dibuat oleh orang Farisi hanya untuk keuntungan mereka sendiri, supaya mereka dihormati dan disegani oleh orang banyak (Matius 23:1-7). Inilah bahayanya sebuah Institusi, semua hal selalu diukur dengan patuh atau tidaknya seseorang terhadap peraturan yang ada.

Dalam membuat suatu peraturan atau tata tertib dalam Gereja, hendaklah diperhatikan 2 hal di bawah ini :

1. Peraturan dibuat supaya orang menjadi murid Kristus
Menjadi murid Kristus berarti mengikuti semua perintah dan kehendak Kristus. Ketika sebuah peraturan dirumuskan , cobalah direnungkan terlebih dahulu, apakah peraturan itu sudah sesuai dengan kehendak Kristus, apakah peraturan itu membuat orang semakin dekat kepada Kristus, atau justru malah sebaliknya. Ingatlah sekali lagi bahwa Gereja adalah Bait Allah, tempat dimana Allah bertemu umat-Nya dan umat-Nya bertemu dengan Pencipta mereka.

2. Peraturan dibuat berlandaskan kasih
Allah adalah kasih, oleh sebab itu Dia ingin umat-Nya saling mengasihi. Sebelum sebuah peraturan dibuat, cobalah renungkan apakah ada kasih Allah di dalamnya, apakah itu mengajarkan kasih Allah kepada sesama. Peraturan janganlah dibuat untuk mengintimidasi atau malah berpihak kepada si penentu kebijakan dalam gereja. Buatlah peraturan yang baik dan adil, yang berlandaskan kasih, kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.

Gereja yang berinstitusi adalah tetap Gereja yang dibentuk oleh Tuhan Yesus dengan darah-Nya sendiri di atas kayu salib. Gereja dibentuk Allah karena Dia mengasihi dunia ini dan ingin supaya Gereja dapat menjadi terang dan garam bagi dunia ini. Jadi janganlah menambahkan ragi Farisi ke dalamnya.

Oleh Gideon Budiyanto.



Leave a Reply