Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Perceraian, Pilihan Bijaksana?




eBahana.com – Angka perceraian di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Info perceraian santer terdengar. Mengapa hal ini terjadi? Bagaimana mengatasinya?

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan tingkat perceraian yang tinggi. Amatilah pengadilan agama atau pengadilan negeri yang selalu ramai. Banyak orang yang berkunjung menunggu giliran sidang cerai setelah proses mediasi menemui jalan buntu.

Mark Cammack, guru besar Southwestern School of Law—Los Angeles, USA melakukan penelitian mengenai angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan Indonesia tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada 1950-an, ia menemukan dari 100 perkawinan, 50 di antaranya berakhir dengan perceraian.

Pada 2010, data Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI menyebutkan dari 2 juta orang menikah setiap tahun di seluruh Indonesia, sekitar 285.184 perkara berakhir dengan perceraian. Hal ini terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat. Kalangan Kristen tidak punya angka yang pasti. Namun, bukan berarti perceraian tidak terjadi.

RELASI
Apa penyebab utama perceraian? Banyak penyebab yang tampak di atas meja. Alasan disharmonisasi dan faktor ekonomi sering disebut.

Namun, yang tak kelihatan di permukaan adalah relasi yang tidak beres di antara pasangan. Pdt. Paulus Sugeng Widjaja, Ph.D. dari Fakultas Theologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, menyebut relasi yang harmonis sangatlah penting. Bila relasi baik, persoalan besar, termasuk konflik keluarga bisa menjadi kecil. Sebaliknya, ketika relasi rapuh persoalan sepele bisa menjadi sangat besar. Hal yang sama bisa dicek terkait dengan kemelut rumah tangga.

Rev. Dr. Bob Jokiman, pendeta jemaat Agape Evangelical Church di Amerika dalam suatu kesempatan, mengajukan pertanyaan demikian. “Mengapa suami istri yang bertengkar suaranya selalu keras, padahal secara geografis mereka dekat?” Hamba Tuhan tersebut menjawab sendiri, hal itu terjadi karena hati keduanya jauh. Artinya, relasi mereka telah rusak. Namun jika relasi baik, berbisik saja keduanya saling dengar dan saling memahami. Relasi yang dibaharui akan meminimalkan perceraian.

EGOISME
Natur dasar manusia adalah egois. Ia tidak mau kalah. Manusia selalu memposisikan diri benar walaupun sesungguhnya salah. Termasuk ketika konflik dalam rumah tangga terjadi. Masing-masing pihak menyebut diri benar, pasangannyalah yang salah. Para konselor pernikahan terkadang sukar memberi solusi tatkala
konflik tersebut seumpama benang ruwet.

Pada suatu kesempatan, terjadi konflik di antara pasangan majelis suatu gereja. Ketika masalah menjadi runyam, dibawalah kepada pendeta. Dalam proses mediasi, sang suami merasa terpojok. Ia menuduh pendeta berada di pihak istrinya. Dalam ketidakwarasan logika, ia tidak menerima solusi dari pendeta. Ia merasa benar dan istrinya yang salah. Akibatnya, perceraian tak terelakkan. Ego masing-masing individu sukar ditaklukkan. Persoalan tidak tuntas. Perceraian menjadi pilihan emosional yang tidak berdasar.

KOMUNIKASI
Agar relasi sehat dan egoisme terkikis, komunikasilah solusi terbaik. Bila komunikasi tersumbat, dipastikan hal yang tidak normal sedang terjadi. Para konselor Kristen meyakini sering kali masalah muncul ketika komunikasi buntu. Komunikasi suami istri yang tidak lancar adalah pertanda bahwa sedang ada masalah dalam rumah tangga tersebut. Karena itu, komunikasi yang intens sangat diperlukan dalam rumah tangga.
Masalah besar atau kecil segera komunikasikan kepada pasangan. Pepatah mengatakan, “Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.” Hal yang sama terjadi pula dalam membangun rumah tangga. Jangan tunggu sampai besok, demikian kata bijak, apa yang dapat dikerjakan hari ini. Artinya, ketika mulai terlihat ada yang tidak beres, hari ini juga komunikasikanlah. Hari ini juga bereskanlah hingga tuntas. Komunikasi yang sehat
dan perilaku yang santun dapat menolong kita terhindar dari perceraian. Red



Leave a Reply