Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

KINI KU MELIHAT




Ruben adalah orang yang tidak percaya dengan yang namanya harapan. Dia tumbuh dari keluarga yang miskin. Papa mamanya juga telah bercerai ketika dia berumur 10 tahun. Dari kecil dia tinggal sama mamanya yang hanya bekerja sebagai seorang kasir. Tinggal di kamar kos yang berada di kawasan kumuh. Bau pesing dan juga kecoa sudah menjadi pemandangan yang biasa di daerah kosnya. Papanya juga tidak tau ada di mana, dan seakan tidak mempedulikan kebutuhan keluarga.

Karena kondisi ekonomi yang kurang, dia harus bersekolah di sekolah buangan karena biaya murah. Tapi di sekolah itu juga tidak semua siswanya miskin, justru banyak yang kaya karena mereka siswa buangan dari sekolah lain karena kenakalan mereka. Dia berusaha aktif. Karena dia berfikir dia akan diperhatikan oleh guru-gurunya kalau dia aktif. Dia juga berusaha untuk bergaul dengan anak-anak kaya sekolahnya itu supaya tidak menjadi yang tertindas melainkan yang menindas. Bahkan ada satu teman kelasnya yang punya kondisi ekonomi yang hamper sama dengan dia, Peringkat terbawah di kelasnya, Hendra namanya, yang diganggu karena memiliki ayah yang cacat. Ruben mengatakan bahwa Hendra tidak akan memiliki harapan. Dia mengatakan bahwa Hendra memiliki gen cacat yang mengalir di pembuluh darahnya makanya sangat bodoh. Sampai Hendra nangis dan teriak ke Ruben karena dipermalukan terus menerus di depan kelas.

Sekarang, karenadiatidakbisakuliah, Ruben harusbekerjasetelah lulus SMA. 3 tahunsudahmenjadiseorangkasirsamasepertimamanya. Tetapisayangnyamamanyasudahmeninggalsetahun yang lalu.Di kondisipekerjaan yang sekarangjugaRuben terjebakdengan rasa bersalah.Karenaadakaryawan yang barumasuk 3 bulan yang lalu yang sebenarnya orang yang sangat dia kenal, Hendra. Tapi mereka ternyata menjadi teman baik selama 3 bulan terakhir, walaupun tidak dekat karena Ruben yang masih merasa bersalah.

Pada akhirnya tanggal 24 Desember ketika mau pulang dari kerja,

“Bro… kamu mau gak ikutan natal di gerejaku malem ini?” Tanya Hendra kepada Ruben

“Haha..Sori bro… gak bias aku ada urusan. Hehe… Thank you ya sebelumnya” jawabku cepat-cepat sambil naik motor.

“Oke…” Jawab hendra.

Ruben bukannya tidak mau ke acara natal gereja, tapi dia merasa selama ini tidak pernah ke gereja lagi. Apalagi semenjak mamanya meninggal satu tahun lalu. Selain itu, Ruben memang memiliki urusan setelah pulang kerja. Dia pergi ke sebuah bangunan, memarkir motor, dan pergi ke lantai 3 untuk ketemu orang yang sedang terbaring sakit, yaitu papanya.

2 minggu lalu Ruben tiba-tiba dikontak oleh orang rumah sakit yang member kabar papa dirawat. Padahal ini adalah kontak pertamanya dari sekian lama papa mama berpisah. Sebenarnya dia sangat berharap bias bertemu dengan papanya setelah perpisahan terakhir. Tapi papanya malah mendatangi pas waktu sakit dan waktu mamanya sudah gak ada. Pertanyaan dan gerutuan keluar, kenapa gak muncul tahun lalu pas mama masih ada? Setelah ini biaya perawatannya siapa yang tanggung? Siapa yang akan urus?

Ketika Ruben masuk ruangan itu, Papanya hanya melihat dan memalingkan wajahnya ke sisi lain. Ruben juga memalingkan wajah dan tidak mau melihatnya. Ruben keluar dari ruangan itu. Dia sudah sampai titik terbawah. Ruben pergi ke tempat yang agak sunyi dan melihat taman rumah sakit dan duduk. Ada perasaan yang tiba-tiba membuncah. Dia menangis untuk pertama kalinya sesudah momen umur 10 tahun itu. Dorongan perasaan itu buat dia teriak dalam hati

“TUHAN! AKU GAK KUAT! KENAPA KAYAK GINI SIH?!KENAPA?! AKU UDA BERATUS-RATUS KALI BERDOA UNTUK KAU MENGEMBALIKAN AYAHKU, DAN KAU KEMBALIKAN DENGAN KONDISI SEPERTI INI. AKU CAPEK! AKU GAK BISA HADAPI PAPA YANG KAYAK GINI TUHAN! MAMA KAU AMBIL, DAN KAU GANTIKAN SAMA ORANG YANG KONDISINYA GINI?”

Ruben nangis terisak-isak. Gak peduli orang mau ngomong apa.

“Ruben…”

Tiba-tiba ada yang memanggil dan merangkulnya dari belakang.

Ternyata itu adalah Hendra. Ruben cumin bias terdiam sesaat dan menangis sejadi-jadinya dan menceritakan semua dan menanyakan semua dengan kata “Kenapa?”. Kenapa punya papa seperti ini, kenapa harus ngalami kondisi hidup seperti ini?

Hendra menjadi pendengar yang baik. Tidak banyak ngomong, mendengarkan semua sampai akhirnya ruben tenang. Setelah tenang, Ruben bertanya,

“Hen… kok kamu bias ada di sini? Bukannya kamu natalan?”

“Iya gak jadi. Aku ikutin dorongan hati untuk ikutin kamu tadi. Tapi jangan berprasangka buruk dulu ya. Aku itu ke sini itu pengen kasih kamu ini. ”Jawab Hendra sambil mengambil sebuah cek. “Selain itu, kamu tenang aja. Untuk biaya bakal aku tanggung kok.”

Ruben hanya bias terbata, bagaimana bias Hendra membiayai?

“Aku itus ebenarnya CEO dari minimarket kita. Aku lagi turun ngecek ke bawah kondisi orang-orangnya.Lucunya kok bias aku dapet bagian ke tempatmu. Tapi aku sangat senang melihat etos kerjamu bagus. Tapi merosot mulai 2 minggu ini. Aku tanpa sengaja denger kamu telepon mengenai ayahmu yang sakit.” Jelas Hendra.

Dengan rasa bersalah Ruben berkata,

“Aku gak bias nerima ini Hen. Aku mau ngomong sesuatu yang aku simpan dari kamu masuk kerja. Aku minta maaf. Aku uda nyakiti hati kamu waktu dulu dengan ngomong tentang papamu. Aku gak layak untuk nerima bantuanmu. Kamu kok mau sih bantu aku? Aku ini…”

“Shht…” Hendra membuatku berhenti bicara. “Ben… Aku itu memang sangat benci kamu yang dulu. Tapi semenjak kejadian dulu, aku pun ada di posisimu. Menanyakan, Kenapa Tuhan? Kenapa Tuhan kasih aku otak yang bodoh? kenapa orang tua yang seperti ini? Kenapa teman-teman yang seperti ini? Aku gak menemukan jawaban. Sampai aku tidak lagi melihat kehidupanku dan menyakan kenapa, tapi melihat kehidupanmu. Bagaimana perjuangan mamamu, bagaimana juga perjuanganmu di sekolah. Aku akhirnya sadar dan sangat merasa kasihan. Tapi aku gak tau kenapa merasa Tuhan itu hebat karena dia kasih kamu banyak anugerah. Bagaimana kamu bias lulus sekolah, bagaimana kamu bias berangkat ke sekolah naik motor, bagaimana kamu bias memiliki teman, dan banyak hal lainnya. Apa coba yang bias bikin kamu punya itu semua kalo bukan karena kasihNya? Akhirnya aku sadar, aku gak bias melihat kasih, tidak bias melihat pengharapan, ketika aku focus terhadap diri sendiri dan meratapi semua hal. Padahal kasih itu nyata. Dan aku bersyukur ikut tuntunan Tuhan untuk berbagi kasih dan pengharapan itu ke kamu”

Bagaimana dengan kita? Kadang kita tidak melihat kasih atau pengharapan karena kita terlalu focus dengan diri kita, sehingga tidak dapat melihat kasih dan pengharapan yang sebenarnya sudah ada dan diadakan untuk kita.



Leave a Reply