Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Ibadah Sekadar Hiburan?




eBahana.com – Ibadah adalah sarana pertemuan antara umat dan Tuhan. Artinya, ibadah sesuatu yang sakral. Lalu, bagaimana dengan ibadah kita sekarang?

Ibadah sekadar hiburan? Tulisan ini ngawur. Mana ada ibadah yang sekadar hiburan? Namun, izinkan aku
menjelaskan dulu bos. Kehidupan zaman sekarang makin sukar. Kenyataan ini dirasakan oleh semua orang. Masyarakat Indonesia maupun belahan dunia mana pun mengalami yang sama. Jeritan penderitaan menggema di seantero jagad. Berita tentang derita menghiasi layar televisi. Tangisan duka terdengar di mana-mana. Berarti, masalah serius sedang melanda Bumi kita.

Kita dibuat gerah dengan Bumi yang makin tidak bersahabat. Bumi tidak layak huni. Penyakit aneh juga merajalela. Dan, masih banyak problem lain yang dapat didaftarkan. Singkatnya, kesulitan hidup makin hebat. Bilangan orang tidak waras
meningkat tajam.

Kesukaran hidup berdampak luar biasa. Gereja pun merasakan imbasnya, setidaknya terlihat dalam pola ibadah. Sebagai contoh, liturgi ibadah yang makin mengutamakan sentuhan emosional. Kata-kata pujian lebih
mengutamakan sentuhan perasaan. Dan, hal ini tepat karena di luar sana tekanan hidup makin berat. Nah, begitu gereja menawarkan hal semacam itu, tentu sangat akomodatif bagi umat yang tertekan.

Pertengahan tahun lalu, ketika menjadi menjadi pembicara di sebuah gereja, saya menemukan atmosfer lain. Bercermin dari pengalaman itu, saya merasa perlu mengingatkan agar kita berhati-hati. Gereja perlu memikirkan agar ibadah tidak hanya memprioritaskan sentuhan emosional. Mengapa? Karena hal ini dapat berbahaya. Bahayanya adalah umat akan ke gereja dengan motivasi yang keliru. Umat akan ke gereja hanya untuk mengekspresikan emosi jiwa yang gundah gulana. Saya tidak bermaksud meniadakan perlunya sentuhan emosional dalam ibadah. Yang saya khawatirkan jika hal itu menjadi tekanan utama dalam ibadah
gereja. Kemungkinan jemaat bisa bertambah secara kualitas, tapi perlu diingat sentuhan emosi tidak membawa seseorang mengenal Tuhan lebih baik. Hanya Tuhan dan firman-Nya yang dapat menghantar manusia mengenal-Nya dengan baik.

Jika dianalisa dari taksonomi Bloom, sentuhan emosi, yang berkaitan dengan afektif memang dibutuhkan manusia. Namun, masalahnya, jika porsi sentuhan emosional menjadi berlebihan. Bukankah sesuatu yang berlebihan tidak ada manfaatnya? Sesuatu yang berlebihan pasti mendatangkan penyakit? Katakanlah, seseorang yang suka makanan berlemak secara berlebihan, siap-siap menanggung akibatnya. Penyakit kolesterol sedang menanti.

Sarana Bertemu Tuhan Menilik konsep Alkitab, Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB), ibadah berkaitan dengan pelayanan. Dalam ibadah terjadi pertemuan antara manusia sebagai hamba, dengan Tuhan
yang disembah dan dilayani. Kata Ovada (Ibrani) dalam PL dan Latreia (Yunani) dalam PB menyatakan pekerjaan budak atau hamba upahan. Artinya, ketika kita beribadah seharusnya yang terjadi adalah perjumpaan secara rohani antara manusia dengan Tuhan.

Ibadah adalah ungkapan penyembahan manusia di hadapan Allah. Dalam ibadah, komunikasi terjadi bukan hanya satu arah, melainkan dua arah. Martin Luther mendefinisikan ibadah sebagai saat di mana Allah berbicara kepada jemaat lewat Firman-Nya (revelation) dan jemaat berbicara kepada-Nya (merespons) dalam doa dan pujian. Jadi, dalam ibadah terjadi dialog (komunikasi) antara Allah dan jemaat. Masing-masing saling berinteraksi. Tuhan lebih dahulu berinisiatif menyatakan diri, setelah itu jemaat menanggapi-Nya.

Dalam bahasa Jerman ada istilah menarik. Istilah itu adalah Gottesdienst. Kata ini bermakna ganda: Pelayanan Allah (God’s service) dan pelayanan kita kepada Allah (our service to God). Seharusnya, kedua hal ini dipahami dengan baik oleh orang percaya.

Union with God
Setiap gereja tentu menginginkan ibadah yang hidup dan menyegarkan. Tidak heran jika akhir-akhir ini gereja
berlomba-lomba membuat ibadah jemaatnya “lebih hidup.” Mereka ganti liturgi yang ada dengan liturgi populer. Menurut Pdt. Juswantori Ichwan, M. Th, banyak gereja mengubah jenis nyanyian atau alat musik yang dipakai. Cara ini dianggap bisa membuat ibadah lebih semarak, lebih ramai, lebih populer, namun belum tentu menjadi lebih hidup!

Suatu ibadah dapat dikatakan lebih hidup jika melaluinya terjadi perjumpaan dengan Allah (union with God) lewat komunikasi selama ibadah. Jemaat menjadi “sehati sepikir” dengan Allah. Jemaat menjadi sadar apa yang menjadi kehendak Allah bagi hidupnya. Apa hasilnya? Tuhan dimuliakan (glorification) dan orang percaya dikuduskan (sanctification).

Dengan demikian ibadah yang hidup adalah ibadah yang melaluinya seseorang bisa mengalami perjumpaan
pribadi dengan Tuhan. Perjumpaan itu mentransformasi hidup seseorang. Dalam ibadah, seharusnya orang dapat merasakan kehadiran Tuhan yang
menyapa umat-Nya.

Delapan Norma Dasar
Masih dalam pandangan Pdt. Juswantori Ichwan, M. Th, dalam ibadah Kristen, sebenarnya ada beberapa hal mendasar. Setidaknya, delapan norma dasar ibadah Kristen yang umat Tuhan perlu mengerti.

  • Ibadah Kristen harus alkitabiah. Artinya, Alkitab adalah sumber pengetahuan kita akan Allah dan
    penebusan di dalam Kristus.
  • Ibadah Kristen harus dialogis. Dalam ibadah Allah berbicara dan Allah mendengarkan umat-Nya berbicara kepada-Nya.
  • Ibadah Kristen harus kovenantal (berlandaskan ikatan perjanjian Allah).
  • Ibadah Kristen harus Trinitaris, artinya kita berjumpa serta menyapa Allah— Bapa, Putra dan Roh Kudus—satu Allah di dalam tiga pribadi. Dia Allah yang empunya kekudusan, kasih, keindahan, dan kekuasaan.
  • Ibadah Kristen harus komunal. Injil Kristus menarik kita ke dalam hidup di dalam komunitas dengan orang percaya lain.
  • Ibadah Kristen harus ramah dan penuh kekeluargaan, artinya ibadah tersebut tidak boleh berpusat pada diri sendiri. Demikian juga tidak hanya untuk kepuasan emosi semata-mata.
  • Ibadah Kristen harus “di dalam, tetapi bukan dari dunia.” Ibadah Kristen selalu mencerminkan budaya setempat, kontekstual. Dalam hal ini, cara-cara dunia tidak boleh menyentuh area ibadah Kristen.
  • Ibadah Kristen harus menjadi suatu pencurahan diri yang tulus di hadapan Allah. Ibadah yang sungguh-sungguh bertujuan memuliakan Allah dan bukan meninggikan diri.

Bagaimana ibadah kita selama ini? Apakah ibadah hanya berfungsi sebagai sarana hiburan belaka? Atau, ibadah membawa kita lebih mengenal Allah yang sejati? Ibadah yang sejati, tentu dengan sesuai dengan prinsip firman Tuhan. Bukan atas dasar emosi manusia.

Akan tetapi, bila ibadah hanya untuk memuaskan diri, menghibur diri sendiri tentu tidak membawa dampak apa pun. Ibadah tidak ada bedanya menonton kelompok lawak yang membuat kita tertawa. Sebaliknya, kita merindukan ibadah yang membawa perubahan hidup. Perubahan hidup yang dirancang oleh Allah, bukan karena usaha manusia yang menghadirkan Allah dengan caranya sendiri.

Ada catatan menarik yang pernah diungkapkan penginjil Dr. Billy Graham. Graham mengatakan, berdasarkan
pengamatan dan pengalaman pelayanan, seandainya Roh Kudus tidak dilibatkan dalam pelayanan gereja, 95 % pelayanan gereja masih dapat berlangsung. Hal ini berarti kita perlu berhati-hati, jangan-jangan selama ini kita beribadah tanpa melibatkan Allah sama sekali. Semoga tidak!.

Ev. Christaviella Fransisca, seorang pelayan Tuhan. Tinggal di Kota Surakarta, Jawa Tengah.



Leave a Reply