Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Sayatan itu Bernama Kasih




eBahana.com – Seperti biasanya, aku mengantarkan putri semata wayang, Corinthia Evangeline Joshua, pagi-pagi benar menuju sekolahnya. Walau tak terlalu jauh dari rumah, kondisi lalu-lintas di kota metropolitan sangat tak bisa diprediksi. Kami memang terbiasa berangkat pagi-pagi benar, sebelum matahari terbit.

Orin, demikian panggilan sayang kami untuk si putri semata wayang, duduk empuk di boncengan sepeda motor. Kami berangkat dengan sepeda motor. Entah mengapa, dia sekarang minta diantar sepeda motor dibanding mobil. Alasannya adalah motor lebih cepat, mobil macet.

Orin kini sudah hampir sebelas tahun. Kini dia sudah duduk di kelas 5 SD Kristen Penabur Harapan Indah. Sungguh aku tak pernah berpikir akan secepat ini dia menuju usia remaja, sepertinya baru kemaren, aku menggendong dan mengganti popoknya. Orin yang selalu berlari ke dalam pelukanku saat aku pulang ke rumah. Ia yang selalu manja dan menggemaskan. Waktu sepertinya memang berlari sangat cepat. Bayi Orin, putri kesayangku telah beranjak remaja. Masa yang sangat membingungkan. masa yang membuat aku masih bingung, lebih bingung dari saat dulu aku remaja.

Pagi itu, minggu pertama Januari 2019, Imelda Hanna, isteri saya, berbisik bahwa Orin sudah mendapatkan haid pertamanya. Berita yang menjelaskan bahwa Orin memang sudah beranjak remaja. Masa kanak-kanaknya segera akan ditinggalkan. Ia akan berlari dengan cepat menjadi dewasa dan meninggalkan masa-masa indah memeluknya sebagai anak kesayangan papi. Ada kebahagiaan tersendiri bermain di sudut relung hati, relung hati seorang ayah yang sangat mencintai. Namun, ada juga ruang nelangsa yang sunyi. Sunyi karena dia akan menjadi dewasa dan berubah. Dia akan pergi meninggalkan aku suatu hari nanti.

Aku memarkirkan motor di depan lobby SDK Harapan Indah yang megah. aku menurunkan tas seretnya yang lumayan berat, penuh buku-buku dan tetek bengek seorang pelajar. Dan seperti biasa, sebelum ia berlalu dengan menyeret tas sekolahnya, saya hendak mencium pipinya.  Tapi dengan segera ia berlalu dan berbisik:“Jangan cium Orin pi, malu pada teman-teman Orin”. Dia pun berlalu meninggalkan aku terpaku dan kaku. Sampai ia hilang dibelokan gedung menuju ruang kelasnya, aku berdiri seperti patung. Sesuatu seperti direbut dengan paksa dari hidupku. Nelangsa dan sepi. Anak itu telah membuat hati ini meringis sakit.

Aku pun beringsut pergi. Melajukan sepeda motor dan menyusur jalan raya yang semakin ramai. Rasa sunyi bermain memukul-mukul uluh hati diantara ramainya jalan raya. Aduh…, Orin sudah remaja dan itu merampas sesuatu dari hatiku sebagai ayahnya. Tapi, memang haruslah demikian. Walau terasa seperti tersayat, cinta kasih pada bayi putri semata wayang yang telah beranjak remaja. Hidup harus terus bergulir. Walau teriris nyeri, semua harus terus bergerak. Semua harus terus berubah karena itulah kehidupan.

 

oleh Pdt. Dr. Joshua MS



Leave a Reply