Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Alberthine Endah: Cahaya di Penjuru Hati (Sinopsis 2)




Ya, ia memang masih memiliki harapan. Amat besar. Tapi apa yang bisa ia perbuat dengan waktunya yang tak lagi punya daya? Apa yang bisa ia perbuat untuk membangunkan istrinya? Gondo menangis. Selama ini ia adalah laki-laki serba bisa. Ia laki-laki penuh daya. Ia memiliki waktu yang bisa ia gunakan dengan sangat cemerlang untuk membangun kejayaan hidupnya. Ketika muda ia telah berhasil keluar dari kemiskinan yang pekat dan beranjak dari banyak ketidakmungkinan. Ia bisa mencipta keajaiban di tengah keterbatasan. Ia bisa kuliah di kampus bergengsi. Ia bisa merancang bisnis. Ia bisa melamar Lili, gadis cantik dari keluarga terpandang. Ia bisa membangun usaha percetakan dan penerbitan yang terus berkembang. Ia bisa membangun hotel. Ia bisa mengerahkan energi dan pikirannya untuk banyak hal yang mencengangkan. Waktunya begitu dahsyat. Setiap detik adalah kekuatan luar biasa yang bisa ia hentak dan ia jadikan cahaya.

Kini…. Apa yang bisa ia perbuat di dalam waktu yang sangat sempit? Bahkan untuk memutuskan sesuatu yang bisa menyelamatkan istrinya saya, ia tak bisa. Satu-satunya yang ia bisa perbuat hanyalah menuruti apa yang dikatakan dokter, tiada lain, dan berdoa. Dalam hidup ia ternyata bisa tiba pada titik lemah ini. Gondo yang tak bisa memutuskan sesuatu, membuat strategi dan memenangkan keadaan. Tidak. Ia kini Gondo yang hanya bisa pasrah pada Tuhan.

Tapi Gondo kemudian tak ingin membiarkan waktu yang sempit itu berlalu hanya dengan tangis. Ia memutuskan berdialog dengan istrinya. Mengurai kembali masa-masa yang telah lewat. Membahas apa yang tak sempat ia bahas bersama istrinya. Mempersoalkan segala sesuatu yang tak pernah ia urai hingga tuntas. Sepanjang ia melewati masa-masa sibuk mengurus bisnisnya, ia laki-laki yang lebih banyak mengepakan sayap di luar rumah. Ia tidak memiliki waktu yang melimpah untuk berbicara panjang lebar dengan Lili.

Kini ia ingin terbang bersama Lili di dalam dialog panjang tak berkesudahan. Ia ingin mengucapkan terimakasih secara langsung pada segala yang telah diperbuat istrinya. Ia ingin berterus terang tentang kekagumannya pada Lili yang selama ini hanya tertahan di dalam hati. Ia ingin berteriak. Berseru. Mengatakan dengan keras bahwa ia begitu mencintai Lili. Ia tunduk di bawah keagungan cinta Lili. Sesuatu yang tak pernah ia ungkap dalam kata-kata selama Lili masih sehat. Kini ia mengucapkan itu ketika istrinya telah koma. Setiap detik ini menjadi sangat berharga. Karena inilah saat di mana ia bisa berbicara dengan Lili dalam keadaan istrinya…masih bernapas.

 

*) Novel ini sudah dibuka pre-ordernya di andipublisher.com



Leave a Reply