Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Agama-agama dalam Pergulatan Politik di Indonesia




Yogyakarta, eBahanaDalam rangka merayakan HUT GPIB Jemaat Margomulyo Yogyakarta yang ke-70, diselenggarakanlah seminar “Agama dalam Pergulatan Politik di Indonesia” (22/09/18). “Acara ini juga sebagai bakti dari Komisi Germasa (gereja dan masyarakat) GPIB Jemaat Margomulyo Yogyakarta terhadap politik yang ada di Indonesia,” ungkap Pdt. Y. E. F. Talise sebagai ketua majelis GPIB.

Ketua Komisi Germasa GPIB Jemaat Margomulyo, Pdt. Elga Sarapung, menjelaskan lebih lanjut tentang sikap gereja terhadap situasi dan kondisi bangsa akhir-akhir ini. “Gereja harus aktif, positif, kritis, dan konstruktif. Gereja harus berperan dengan sedemikian rupa dan antisipatif,” jelasnya.

Acara yang dimoderatori oleh Jos Panggabean ini berhasil menarik banyak peserta sehingga membludak sampai di halaman gereja.Pemateri pertama, Prof. Dr. Cornelis Lay, Dosen Fisipol UGM, memaparkan tentang kondisi dunia politik saat ini. Dengan elektoral yang menjadi hukum baru dalam politik Indonesia mengakibatkan sikap yang berbeda untuk berpartisipasi dalam dunia politik. “Contohnya kejadian pemilihan gubernur DKI Jakarta antara Ahok vs Anies. Secara keseluruhan Indonesia bisa dikemudikan oleh kurang dari 1% penduduk yang nyinyir ingin mendapat panggung dalam dunia politik. Hal tersebut bisa menghipnotis semua perhatian rakyat NKRI untuk saling berhadapan sebagai lawan yang saling menghancurkan dengan fitnah, cela, dan caci-maki. Mendiskreditkan, yang tidak satu pendapat adalah lawan yang harus dilenyapkan.” Di sini menuntut peran masing-masing lembaga-lembaga keagamaan yang menjadi korban pergulatan politik. Perlu disadari oleh semua umat beragama dalam  bertindak mengambil peran secara aktif, positif, kritis, dan konstruktif.Lebih lanjut disampaikan oleh Prof. Dr. Syafi Maarif, pemateri kedua, bahwa dalam beragama hendaknya yang baik, otentik, dan apa adanya. Ketua PP Muhammadiyah 2000-2005 ini menyampaikan pesan keadilan, kemanusiaan, dan kedamaian. “Manusia dengan segala kepentingan membuat tafsir kepada kitab-kitab suci sesuai maksud dan tujuannya masing-masing, ini dengan otomatis membuat golongan dalam kelompok yang mempunyai kepentingan sama, akan memandang kelompok yang berbeda sebagai lawan.” Meniadakan agama juga belum tentu membuat dunia ini lebih baik, kembali lagi kepada manusia atau oknumnya. Demi pragmatisme politik, orang menurunkan harkat martabat kemanusiaannya bahkan meniadakan kepintarannya, kebijaksanaan digantikan dengan merendahkan diri untuk mendapat legitimasi seseorang yang dianggap memiliki pengaruh, sekalipun bertentangan dengan nalar sehat.Pada kesempatan ini, sebagai pemateri ketiga, Prof. Dr. A. Andreas Yewangoe, Ketua umum PGI 2004-2014 menjelaskan bahwa agama sangat rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Agama-agama yang semestinya menjadi pembebasan manusia malah dijadikan sebagai penjara manusia. Pernah gereja mengharamkan politik, gereja melarang orang berpolitik. Ini mengakibatkan kerugian besar bagi kehidupan bergereja di Indonesia. Berangkatnya politisasi agama dengan memanfaatkan warga gereja untuk melenggangkan jalan menuju kekuasaan yang dimaksud dan telah berlangsung selama abad-abad pertengahan ini. “Di era reformasi, politisasi gereja masih juga terjadi, sehingga kita harus waspada terhadap politisasi gereja. Jangan mudah terbawa-bawa untuk politisasi gereja. Gereja atau agama sudah saatnya mengetahui bagaimana cara membebaskan diri dari iming-iming kekuasaan, karena saat ini terjadi eksodus para ulama dari melayani umat menjadi ingin dilayani dan ingin berkuasa. Himbauan untuk umat Kristen jika terjun ke politik jangan sampai terjun bebas bodo-bodo, namun harus ingat dan amanah, menjadi garam dan terang. Harun Sumadi/Yas



Leave a Reply